Bogordaily.net – Tidak banyak tempat di dunia yang memiliki garis nolnya sendiri, titik awal yang menandai sebuah perjalanan. Indonesia punya itu, Titik Nol Kilometer di Sabang. Sebuah tempat di mana daratan bertemu lautan,, tetapi justru membuka perspektif baru. Dan di sinilah aku berdiri, menatap cakrawala tanpa batas, merasakan kebebasan yang hanya bisa dirasakan di tepian negeriku.”
Awal tahun ini menjadi awal dari perjalanan panjang yang sama sekali tak pernah terbayangkan sebelumnya. Tidak ada dalam daftar rencana liburan, bahkan tidak pernah terlintas dalam pikiranku dan keluargaku.
Semua berawal dari keputusan sederhana: mengantar kakakku ke tempat dinasnya di Aceh. Karena sebentar lagi ia harus mulai bekerja, keluarga kami sepakat untuk menghabiskan beberapa hari di Aceh sebagai momen liburan singkat.
Di tengah perencanaan membahas pergi ke aceh, kakakku tiba-tiba mengusulkan sesuatu yang menarik, “Kalau sudah sampai Aceh, pada mau sekalian ke Sabang ga? Biar sekali perjalanan langsung jauh sekalian!” Awalnya, aku dan orang tuaku hanya tertawa mendengar ide itu. Tapi, semakin dipikirkan, semakin menarik rasanya.
Apalagi, Sabang terkenal dengan snorkeling dan dining di pinggir laut yang katanya berbeda dari tempat lain. Meskipun Aceh juga memiliki pantai yang indah, tapi pengalaman snorkeling di Sabang memiliki daya tariknya sendiri.
Aku pun bersemangat membujuk orang tuaku agar kami bisa benar-benar pergi ke sana. Tanpa diduga, mereka setuju! Seketika aku merasa antusias membayangkan perjalanan yang akan datang. Perjalanan kami dimulai dari Aceh.
Setelah seharian beristirahat di rumah kakakku, kami harus berangkat subuh-subuh, tepatnya pukul 02.00 dini hari, menuju Pelabuhan Ulee Lheue untuk menyeberang ke Sabang menggunakan kapal feri. Ratusan kilometer telah kami tempuh, dan perjalanan masih jauh dari kata selesai.
Rasa kantuk masih menyerang, tapi semangatku mengalahkan segalanya. Bayangan laut biru jernih, pasir putih, dan udara segar yang selama ini hanya kulihat di foto membuatku terus terjaga.Setelah menempuh perjalanan laut yang cukup lama, akhirnya, pukul 16.00 kami tiba di Pelabuhan Balohan, Sabang.
Begitu turun dari kapal, hembusan angin laut langsung menyapa wajahku, membawa aroma khas air asin yang menenangkan. Langit begitu cerah, dan deburan ombak terdengar begitu merdu di telingaku. Aku menutup mata sejenak, meresapi suasana. “Ini dia, Sabang,” pikirku.
Kami tidak ingin membuang waktu. Setelah check-in di hotel dan membersihkan diri, keluargaku langsung bergegas mengejar momen matahari terbenam atau sunset. Sayangnya, kami malah menuju pantai di sisi timur, sehingga gagal menyaksikan sunset.
Namun, pemandangan pantai yang luas, ombak besar yang menggulung, dan angin yang begitu kencang membuat perjalanan ini tetap terasa luar biasa. Aku bahkan sempat tertawa ketika kami semua hampir masuk angin karena terpaan angin laut yang begitu kuat.
Malam harinya, rencana kami adalah menikmati makan malam di restoran dengan pemandangan laut. Namun, ternyata tidak mudah menemukan tempat yang sesuai harapan.
Akhirnya, kami memilih makan di sebuah warung dekat pelabuhan yang tetap menyajikan suasana laut yang menenangkan. Sambil menikmati hidangan seafood segar, aku menatap gelapnya lautan yang luas.
Momen ini begitu damai, seakan-akan dunia berhenti sejenak. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Saat perjalanan kembali ke penginapan, mobil kami tiba-tiba mengalami masalah. Kami terjebak di tengah perjalanan hingga larut malam.
Padahal, keesokan paginya kami berencana untuk mengunjungi Titik Nol Kilometer dan snorkeling di Pulau Rubiah. Tidur pun harus dikorbankan, tapi bagiku, ini tetap menjadi bagian dari petualangan yang seru.
Keesokan harinya, meskipun masih mengantuk, semangat kami kembali membara. Destinasi utama hari ini adalah monumen Titik Nol Kilometer Indonesia.
Perjalanan menuju ke sana terasa istimewa. Jalanan berkelok-kelok dengan pemandangan hutan yang asri di satu sisi dan laut biru di sisi lainnya membuatku tak bisa berhenti mengagumi keindahan Sabang.
Sesampainya di sana, aku berdiri tepat di depan monumen besar yang menandai titik paling barat Indonesia. Rasanya begitu menakjubkan.
“Wow, ini dia… aku benar-benar di Titik Nol Kilometer Indonesia,” pikirku. Seakan tak percaya, aku meraba prasasti yang tertulis di sana.
Tempat ini bukan sekadar monumen biasa. Di sini, aku merasa seperti berada di titik awal dari sesuatu yang besar, seolah-olah perjalanan ini bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang perasaan dan pemikiran baru.
Angin berhembus lembut, dan di kejauhan, lautan terbentang tanpa batas. Aku berdiri diam, merenung. Aku telah menempuh perjalanan jauh, melintasi darat dan laut, hanya untuk berdiri di sini.
Dan nyatanya, aku merasa ini lebih dari sekadar perjalanan wisata. Ini adalah pengalaman yang memberikan perspektif baru—tentang jarak, tentang kebersamaan, dan tentang makna sebuah awal.
Setelah puas menikmati Titik Nol, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Iboih. Dari sini, kami menaiki perahu menuju Pulau Rubiah untuk snorkeling.
Aku sudah tidak sabar! Saat perahu mendekat, air laut terlihat begitu jernih hingga aku bisa melihat terumbu karang di bawahnya.
Begitu memasuki air, aku langsung terpesona. Terumbu karang berwarna-warni, ikan-ikan kecil berenang bebas di sekitarku.
Sensasinya luar biasa! Aku merasa seperti berada di dunia lain. Kami menghabiskan waktu berjam-jam di sini, menikmati keindahan bawah laut yang menakjubkan.
Namun, ada satu insiden kecil yang sempat membuat panik—kamera GoPro yang kami bawa tiba-tiba jatuh ke dasar laut! Aku hampir menyerah, tapi beruntung ada penyelam lokal yang membantu mengambilnya.
Yang paling menyenangkan dari snorkeling di Pulau Rubiah bukan hanya pemandangannya, tetapi juga interaksi dengan wisatawan lain.
Kami berbincang, berbagi cerita, dan tertawa bersama. Perjalanan ini bukan hanya mempererat hubungan keluargaku, tetapi juga memberikanku kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang baru yang sama-sama menyukai petualangan.
Setelah puas menjelajahi Sabang, kami kembali ke Aceh dan menghabiskan beberapa hari lagi di sana. Kami masih sempat berjalan-jalan, berburu oleh-oleh, dan membeli ikan segar di pusat penjualan sebelum akhirnya kembali ke rumah.
Perjalanan ini memang di luar rencana, tapi justru menjadi salah satu pengalaman terbaik dalam hidupku. Dari perjalanan panjang, ombak yang menggulung, mobil yang mogok, hingga snorkeling di surga bawah laut, semuanya menyisakan kenangan yang tak terlupakan.
Sabang bukan hanya tentang Titik Nol, bukan hanya tentang snorkeling atau pantainya yang indah. Bagi aku, Sabang adalah tentang menemukan kejutan-kejutan baru dalam perjalanan, menikmati setiap momen yang tak terduga, dan menyadari bahwa batas bukanlah akhir— melainkan awal dari banyak petualangan baru.***
Joanna Larisa Munthe, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB University
.