Bogordaily.net – Di balik sosok Dr. Dwi Yuni Hastati, STP., DEA yang kini dikenal sebagai seorang Dosen Supervisor Jaminan Mutu Pangan (SJMP) di sekolah vokasi, tersimpan impian masa kecil yang sempat terkubur. Tak pernah terpikirkan olehnya untuk menjadi seorang pengajar akademik, namun jalan takdir membawanya kemari.
Yuni, atau nama lengkapnya Dwi Yuni Hastati, lahir di kota Padang pada 1 Juni 1970. Sejak kecil, ia bercita-cita menjadi seorang dokter, sebuah profesi mulia yang diharapkan dapat menolong banyak orang.
Yuni membayangkan dirinya mengenakan jas putih dengan stetoskop di leher. Namun, hidup membawanya ke jalur yang berbeda.
Alih-alih merawat pasien, ia justru menemukan jalannya di dunia pangan. Bermula pada awal masuk perguruan tinggi, Yuni tidak bisa masuk ke jurusan kedokteran yang ia inginkan.
Akhirnya ia mengambil keputusan untuk meraih gelar Sarjana Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus pada tahun 1994.
Ketertarikannya pada bidang agroindustri membawanya ke Universite de Reims, Perancis, di mana ia berhasil meraih gelar DEA (Diplôme d’Études Approfondies) pada tahun 2004.
Di Université de Reims Champagne-Ardenne, yuni tergabung dalam fakultas Ekonomi dan Manajemen yang berfokus pada penelitian mendalam dalam bidang ekonomi terapan, manajemen strategis, serta kebijakan bisnis dan publik.
Setelah menyelesaikan studi di Perancis, Yuni kembali ke Indonesia dan membangun keluarga. Kehadiran buah hati semakin melengkapi kebahagiaannya. Namun, di tengah kesibukannya mengurus keluarga, sebuah dorongan baru muncul.
Di usia 37 tahun, saat banyak orang sudah mapan dengan kariernya, Yuni justru memutuskan untuk menapaki jalan baru sebagai seorang dosen, sebuah keputusan yang mengubah arah hidupnya secara signifikan.
Ia akhirnya mantap menjadi dosen di sekolah vokasi prodi Supervisor Jaminan Mutu Pangan, membagikan ilmu dan pengalaman yang telah ia kumpulkan selama bertahun-tahun.
Awalnya, dunia akademik terasa sebagai tantangan baru, tetapi semakin ia menjalaninya, semakin ia merasa inilah tempat yang tepat. Mengajar, membimbing, dan melihat mahasiswa berkembang memberinya kepuasan tersendiri.
Meski begitu, rasa ingin belajarnya tak pernah pudar. Setelah beberapa tahun mengajar, ia merasa masih banyak hal yang bisa ia pelajari dan bagikan.
Dengan tekad yang kuat, ia kembali ke bangku kuliah, menempuh pendidikan Doktor (S3) di Institut Pertanian Bogor dengan bidang Teknik Industri Pertanian, dan berhasil meraih gelar tersebut pada tahun 2020.
Baginya, belajar bukan sekadar mengejar gelar, tapi perjalanan yang tak pernah selesai. Dengan ilmu yang semakin mendalam, ia berharap bisa terus berkontribusi lebih besar bagi dunia pendidikan dan penelitian di Indonesia.
Sejak menjadi dosen, Yuni semakin aktif dalam dunia akademik dan penelitian. Dedikasinya dalam bidang agroindustri dan jaminan mutu pangan membawanya terlibat dalam 10 penelitian yang berkontribusi pada pengembangan ilmu di bidangnya.
Selain itu, ia telah menulis 29 karya ilmiah, yang menjadi bukti nyata dari komitmennya terhadap riset dan inovasi.
Berbagai pencapaian lainnya pun terus ia raih, baik dalam pengajaran, pengabdian kepada masyarakat, maupun kolaborasi. Salah satu pencapaian yang paling ia banggakan adalah berhasil mempublikasikan artikel di jurnal internasional bereputasi, baik pada level Q1 maupun Q2. Bagi Yuni, pencapaian ini bagaikan IPK 4.00 bagi mahasiswa—sebuah prestasi yang menunjukkan dedikasi dan kerja kerasnya dalam penelitian.
Dalam bidang jaminan mutu pangan, Yuni memiliki spesialisasi dalam pengemasan pangan berbasis nanoteknologi. Ia telah menginisiasi riset terkait penggunaan kemasan dengan struktur mikro yang tidak terlihat oleh mata telanjang, meskipun saat ini belum sampai pada tahap produk komersial. Baginya, bidang ini sangat menjanjikan karena kebutuhan pangan yang semakin meningkat dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan serta lingkungan yang terus berkembang.
Di balik kesibukannya sebagai dosen, Yuni tetap menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga. Salah satu alasan ia memilih menjadi dosen adalah fleksibilitas waktu yang dimilikinya.
Berbeda dengan bekerja di industri pangan yang memiliki jam kerja ketat, menjadi dosen memungkinkan Yuni untuk mengerjakan tugas-tugas akademiknya dari rumah.
Bahkan, dengan adanya teknologi seperti Zoom, beberapa pertemuan atau kuliah dapat dilakukan secara daring, memungkinkannya untuk tetap dekat dengan keluarga sambil tetap produktif.
Peran support terbesar dalam kesehariannya datang dari suami dan keluarganya, yang selalu mendukungnya dalam menjalankan peran ganda sebagai akademisi dan ibu rumah tangga. Maka dari itu bagi Yuni keluarga tetaplah nomor satu di kehidupannya.
Meskipun kini Yuni telah memiliki banyak pencapaian dalam hidupnya, namun sebenarnya ia tidak pernah menetapkan target yang tinggi atau ambisi besar dalam hidupnya.
Ia memilih untuk menjalani segala sesuatu seperti air yang mengalir, menyesuaikan diri dengan arus tanpa terlalu banyak ekspektasi.
Bagi Yuni, yang terpenting adalah melakukan yang terbaik dalam setiap kesempatan yang datang, tanpa merasa terbebani oleh keharusan untuk mencapai sesuatu dalam waktu tertentu.
Justru dengan cara ini, ia merasa lebih tenang dan dapat menikmati setiap proses yang dijalaninya, baik dalam karier maupun kehidupan pribadinya.
Ia berharap para mahasiswanya pun dapat mencintai bidang yang mereka tekuni, meskipun awalnya mungkin bukan pilihan utama mereka.
“Dijalani saja,” katanya, “Nanti lama-lama timbul rasa suka. Kalau sudah suka, hambatan pun tak lagi terasa berat.”
Melalui perjalanannya, Dwi Yuni Hastati, telah membuktikan bahwa terkadang hidup membawa kita ke jalur yang tidak direncanakan. Namun, dengan ketekunan dan hati yang terbuka, kita bisa menemukan kebahagiaan serta makna dalam setiap langkah yang kita ambil.***
Luci Nabila Agustin
Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University