Oleh: Ratih Eka Noviyana Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB
Kasus pembunuhan yang merenggut nyawa seorang satpam bernama Septian (37) di sebuah rumah mewah di Jalan Lawang Gintung, Bogor, menggugah lebih dari sekadar perasaan ngeri terhadap tindakan kriminal. Septian tewas dengan 22 luka tusuk yang dilakukan oleh anak majikannya, Abraham Giovanni (27). Kejadian ini bukan hanya mengejutkan masyarakat karena kesadisannya, tetapi juga melukiskan permasalahan mendalam yang ada dalam struktur sosial kita, mulai dari ketimpangan sosial, lemahnya kontrol diri yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba, hingga krisis moral di dalam lingkungan keluarga.
Motif Pembunuhan dan Pengaruh Narkoba
Penyelidikan polisi mengungkapkan bahwa motif di balik tindakan pelaku adalah rasa sakit hati kepada korban, yang sering kali melaporkan kebiasaan Abraham pulang larut malam kepada orang tuanya. Teguran yang diterimanya semakin memperburuk suasana, dan menyimpan rasa dendam yang pada akhirnya meledak dalam bentuk kekerasan brutal, diperburuk oleh pengaruh narkoba. Hasil tes urine menunjukkan bahwa Abraham positif menggunakan tembakau sintetis, sebuah zat yang memiliki efek psikoaktif lebih kuat daripada ganja dan dapat memicu perilaku paranoid, agresif, serta hilangnya kontrol diri. Meskipun narkoba dapat menjadi pemicu kekerasan, hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan tindakan biadab tersebut. Kasus ini menyoroti urgensi untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda serta perlunya pengawasan yang ketat terhadap peredarannya.
Ketimpangan Sosial dalam Hubungan Majikan dan Pekerja
Pembunuhan ini juga mencerminkan ketimpangan yang ada dalam relasi antara majikan dan pekerja. Di banyak rumah tangga kelas atas, para pekerja domestik seperti satpam, pembantu, dan sopir sering kali dianggap sebagai bawahan yang tidak punya suara. Ketika seorang satpam hanya menjalankan tugasnya dengan melaporkan perilaku penghuni rumah kepada majikannya, ia malah menjadi sasaran kemarahan yang berujung pada tragedi. Kejadian ini menunjukkan bahwa dalam konteks sosial tertentu, batasan antara perintah, tanggung jawab, dan rasa hormat sering kali menjadi kabur. Ketika anak seorang majikan merasa berhak untuk menghabisi pekerja yang dianggap mengganggu, ini menandakan adanya masalah serius dalam pola pikir yang mendasarinya. Insiden ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa tidak ada tempat untuk diskriminasi atau perlakuan sewenang-wenangnya terhadap pekerja rumah tangga mereka juga manusia yang berhak atas keselamatan dan martabat.
Krisis Moral dalam Keluarga dan Pola Asuh
Aspek lain yang tak kalah penting untuk dicermati adalah peran keluarga dalam membentuk perilaku anak. Abraham, meskipun sudah berusia 27 tahun, menunjukkan ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi dan tanggung jawab yang minim. Pertanyaan yang muncul adalah: bagaimanakah peran orang tua dalam mendidik anak-anak mereka? Apakah dalam lingkungan keluarga yang cukup berkecukupan, anak-anak mendapatkan bimbingan moral yang layak? Kasus ini menjadi indikasi bahwa dalam beberapa keluarga kelas atas, pendidikan karakter sering kali kurang diperhatikan. Anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan fasilitas, tetapi tanpa nilai-nilai yang menanamkan empati, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap orang lain, termasuk kepada pekerja yang berkontribusi pada kehidupan sehari-hari mereka. Disamping itu, aspek pengawasan juga patut dipertanyakan. Jika seorang anak dari keluarga kaya dapat dengan bebas mengakses dan menggunakan narkoba tanpa terdeteksi, ini menunjukkan ada kesenjangan signifikan dalam sistem pengawasan di rumah tersebut. Orang tua seharusnya lebih aktif dalam menciptakan lingkungan pergaulan yang sehat dan memberikan pendidikan yang memadai tentang konsekuensi dari tindakan mereka.
Tanggung Jawab Hukum dan Sosial
Kejadian tragis ini memerlukan perhatian kita semua, bukan hanya dalam konteks hukum tetapi juga dari sudut pandang sosial yang lebih luas. Kita perlu bersikap kritis terhadap sistem yang ada, mengedukasi diri kita dan generasi mendatang, serta berkomitmen untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan beradab. Dari sudut pandang hukum, Abraham telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana. Ancaman hukuman maksimal untuk pasal ini adalah 20 tahun penjara atau bahkan seumur hidup. Pemberian sanksi yang berat ini penting untuk menegaskan bahwa tidak ada yang kebal terhadap hukum, termasuk mereka yang berasal dari keluarga berada. Namun, melampaui aspek hukum, tragedi ini menimbulkan tanggung jawab sosial bagi kita sebagai masyarakat.
Meningkatkan Kesadaran terhadap Bahaya Narkoba
Kampanye anti-narkoba perlu diperkuat, terutama di kalangan keluarga dan lingkungan pendidikan. Orang tua diharapkan lebih aktif dalam memberikan edukasi kepada anak-anak mengenai risiko penyalahgunaan narkoba serta dampak merusaknya bagi kehidupan.
Menciptakan Hubungan yang Sehat antara Majikan dan Pekerja
Majikan hendaknya memperlakukan pekerja rumah tangga dengan lebih manusiawi. Hubungan yang baik antara majikan dan pekerja akan menciptakan suasana kerja yang harmonis dan mengurangi potensi konflik yang bisa berujung fatal. Orang tua perlu lebih terlibat dalam kehidupan anak mereka, termasuk memantau pergaulan dan kebiasaan sehari-hari. Ketidakpedulian dapat mendorong anak-anak untuk mencari pelarian dalam hal yang negatif, seperti narkoba dan perilaku menyimpang.***