Bogordaily.net – Digitalisasi telah mengubah hampir segala aspek kehidupan kita, dari cara kita berinteraksi, cara kita bekerja, hingga cara kita berkarya. Salah satu penanda terbesar perubahan era ini adalah dengan hadirnya media sosial, hadirnya Friendster, Myspace, Facebook dan media sosial lainya pada awal tahun 2000 telah mengubah cara kita berinteraksi dengan satu sama lain.
Interaksi disini tidak hanya berada dalam konteks komunikasi antarpersonal, namun mencakup komunikasi massa, dimana seorang individu dapat menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dalam jangka waktu yang cepat.
Salah satu industri yang mendapatkan dampak besar dari hal ini adalah industri musik, mulai dari perubahan proses produksi yang sekarang semakin mudah, hingga proses distribusi karya yang bisa dibilang sangat berbeda dengan apa yang telah dilalui oleh musisi-musisi sebelum era digital.
Piringan hitam, kaset pita, dan CD, sebelum era digital, cara para musisi mendistribusikan karya-karyanya adalah dengan tiga hal itu. Indikator kesuksesan seorang musisi pada saat itu bukan dilihat dari jumlah pengikut media sosial, jumlah streams, atau berapa banyak video yang menggunakan lagu mereka sebagai musik latar, melainkan dilihat dari jumlah penjualan fisik yang dicapai para musisi itu sendiri.
Dilansir dari ChartMasters, musisi yang dicap sukses pada era fisik meliputi Elvis Presley dengan 135 juta unit fisik terjual, The Beatles dengan 127 juta unit fisik terjual, dan Michael Jackson dengan 79 juta unit fisik terjual.
Indikator ini sangat relevan di industri musik hinga akhir era 1990-an, hadirnya media sosial seperti Napster, yang diperkenalkan pada akhir 1990-an, memungkinkan pengguna untuk berbagi file musik secara peer-to-peer, meskipun kemudian menghadapi masalah hukum terkait pelanggaran hak cipta.
Meskipun demikian, Napster membuka jalan bagi platform distribusi musik digital lainnya. Di Indonesia, komunitas musik independen juga memanfaatkan teknologi digital untuk distribusi musik.
Band-band independen di Yogyakarta, misalnya, merekam lagu dalam format MP3 dan membagikannya melalui warnet, memungkinkan penyebaran musik mereka ke audiens yang lebih luas tanpa melalui label rekaman besar. Setelah itu platform seperti YouTube menjadi tempat bagi musisi untuk membagikan video musik dan berinteraksi dengan penggemar
Seiring berjalannya waktu, media sosial seperti Instagram dan TikTok menjadi platform penting bagi musisi untuk mempromosikan karya mereka. Musisi dapat membagikan cuplikan lagu, video musik, dan berinteraksi langsung dengan penggemar, membangun komunitas yang lebih terlibat.
Misalnya, TikTok telah menjadi platform yang signifikan dalam mempopulerkan lagu-lagu baru melalui tantangan dan tren viral. Integrasi antara platform streaming dan media sosial semakin erat.
Fitur seperti “Share to TikTok” memungkinkan pengguna membagikan lagu langsung dari Spotify atau Apple Music ke TikTok, memudahkan promosi dan distribusi musik. Perubahan ini memberikan peluang bagi musisi independen untuk menjangkau audiens global tanpa perantara.
Namun, tantangan seperti persaingan yang ketat dan kebutuhan untuk mengelola kehadiran digital tetap ada. Musisi dituntut untuk tidak hanya berkarya, tetapi juga menjadi ahli dalam pemasaran digital dan manajemen media sosial.
Selain itu, digitalisasi dalam industri musik mempermudah dalam memasarkan musik dan membantu melindungi kekayaan intelektual mereka karena mengurangi pembajakan. Media sosial telah mengubah cara pendengar memandang musisi melalui proses personal branding yang dilakukan oleh musisi di platform-platform tersebut.
Personal branding memungkinkan musisi untuk membangun citra diri yang konsisten dan autentik, yang pada gilirannya memengaruhi persepsi pendengar terhadap mereka. Melalui media sosial, musisi dapat berbagi aspek pribadi mereka, seperti nilai-nilai, kepribadian, dan gaya hidup, yang membantu pendengar merasa lebih terhubung secara emosional.
Misalnya, musisi seperti Tulus memanfaatkan media sosial untuk menunjukkan sisi pribadi mereka, yang memperkuat hubungan dengan penggemar dan meningkatkan loyalitas mereka.
Selain itu, musisi dapat menggunakan media sosial untuk berinteraksi langsung dengan penggemar, menjawab pertanyaan, dan menerima umpan balik, yang meningkatkan rasa keterlibatan dan kepemilikan penggemar terhadap karya musisi. Interaksi ini membantu membangun komunitas yang solid dan mendukung pertumbuhan karier musisi.
Perjalanan distribusi musik telah mengalami transformasi signifikan, dimulai dari era fisik dengan piringan hitam, kaset, dan CD, yang mengandalkan penjualan fisik sebagai indikator kesuksesan musisi. Kemunculan platform seperti Napster pada akhir 1990-an menandai pergeseran menuju distribusi digital, memungkinkan berbagi file musik secara peer-to-peer meskipun menghadapi tantangan hukum terkait hak cipta.
Perkembangan selanjutnya dengan munculnya platform streaming seperti Spotify dan Apple Music menawarkan akses mudah ke katalog musik yang luas melalui model berlangganan, mengubah cara konsumen mengakses musik dari kepemilikan fisik ke akses digital.
Media sosial seperti Instagram dan TikTok menjadi alat penting bagi musisi untuk mempromosikan karya mereka, membangun personal branding, dan berinteraksi langsung dengan penggemar, memperkuat hubungan dan loyalitas audiens. Dengan demikian, era digital telah membuka peluang baru bagi musisi untuk menjangkau audiens global dan membangun karier mereka dengan cara yang lebih langsung dan personal.
Selain itu, media sosial memungkinkan musisi untuk membangun personal branding yang kuat. Melalui personal branding, musisi dapat menunjukkan sisi pribadi mereka, nilai-nilai, dan kepribadian, yang membantu pendengar merasa lebih terhubung secara emosional.
Interaksi langsung dengan penggemar melalui media sosial meningkatkan rasa keterlibatan dan loyalitas penggemar terhadap karya musisi. Musisi seperti Tulus memanfaatkan media sosial untuk menunjukkan sisi pribadi mereka, yang memperkuat hubungan dengan penggemar dan meningkatkan loyalitas mereka.
Bagi para musisi, memanfaatkan media sosial sebagai media distribusi musik adalah langkah strategis yang tidak boleh dilewatkan. Platform seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan YouTube menyediakan akses langsung ke audiens global, memungkinkan promosi karya secara efektif dan membangun komunitas penggemar yang solid.
Melalui distribusi musik di media sosial, musisi dapat memperluas jangkauan, meningkatkan visibilitas, dan membangun personal branding yang kuat. Dengan konsistensi dan interaksi yang tepat, media sosial dapat menjadi alat yang ampuh dalam mengembangkan karier musik di era digital ini.***
Muhamad Ikhlas Andhana, Mahasiswa SV IPB Prodi Komunikasi Digital dan Media