Bogordaily.net – Komunikasi adalah proses pertukaran dan pemahaman informasi antara dua pihak atau lebih. Proses ini melibatkan pengirim pesan, penerima pesan, dan saluran komunikasi. Menurut Schein (2010), budaya organisasi adalah kumpulan keyakinan dan norma yang melekat dan tidak sadar yang diterima oleh anggota yang mengarahkan perilakunya dan memberikan dasar untuk pemahaman yang sama dari dunia mereka.
Pada dasarnya komunikasi dan budaya organisasi ini tidak dapat dipisahkan, dikarenakan organisasi dalam melaksanakan semua hal harus dilakukan dengan komunikasi.
Budaya organisasi yang positif tidak hanya menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan produktivitas dan loyalitas anggota.
Dalam dunia kerja yang semakin dinamis dan kompetitif, organisasi yang memiliki budaya yang kuat dan positif cenderung lebih adaptif terhadap perubahan. Karyawan yang merasa dihargai, didukung dan memiliki keterikatan emosional dengan perusahaan akan lebih termotivasi untuk bekerja secara maksimal.
Sebaliknya, budaya organisasi yang negatif dapat menurunkan semangat kerja, meningkatkan tingkat stres, serta memperbesar kemungkinan terjadinya konflik dan pergantian karyawan.
Dengan adanya budaya organisasi yang positif, nilai-nilai seperti keterbukaan, kolaborasi, inovasi, dan penghargaan terhadap kinerja dapat menjadi bagian dari identitas organisasi.
Penting bagi setiap organisasi untuk membangun dan mempertahankan budaya yang tidak hanya mendukung pertumbuhan bisnis, tetapi juga kesejahteraan karyawannya.
Artikel ini akan membahas bagaimana budaya organisasi yang positif dapat memengaruhi berbagai aspek dalam dunia kerja serta strategi untuk menciptakan dan mempertahankannya.
Teori komunikasi telah dikembangkan oleh berbagai ahli untuk menjelaskan bagaimana pesan dikirim, diterima, dan dipahami dalam berbagai konteks, termasuk dalam organisasi.
Menurut Claude Shannon dan Warren Weaver (1949), komunikasi adalah proses linear yang terdiri dari pengirim, pesan, saluran, penerima, dan gangguan (noise) yang dapat menghambat pemahaman pesan.
Sementara itu, Wilbur Schramm (1954) menambahkan bahwa komunikasi bersifat interaktif, di mana penerima juga dapat memberikan umpan balik sehingga terjadi proses komunikasi dua arah.
Dalam konteks organisasi, teori komunikasi yang relevan adalah teori komunikasi organisasi dari Dennis K. Mumby (2013), yang menekankan bahwa komunikasi bukan sekadar transfer informasi, tetapi juga membentuk budaya, struktur, dan identitas organisasi.
Pemahaman terhadap teori-teori komunikasi ini membantu organisasi dalam menciptakan sistem komunikasi yang efektif, meningkatkan koordinasi, serta membangun budaya kerja yang positif dan kolaboratif.
Budaya organisasi adalah sistem nilai, norma, keyakinan, dan praktik yang dianut serta diterapkan oleh anggota organisasi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Edgar Schein (1985) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar yang dikembangkan oleh suatu kelompok dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal dan mengintegrasikan prosesinternal.
Budaya ini mencerminkan bagaimana organisasi beroperasi, mengambil keputusan, serta berinteraksi dengan karyawan dan pemangku kepentingan lainnya.
Menurut Robbins dan Judge (2017), budaya organisasi memiliki beberapa elemen utama, seperti inovasi, orientasi hasil, kerja tim, dan stabilitas.
Konsep ini menjadi penting karena budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja, motivasi, dan kepuasan kerja karyawan, menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, serta membantu organisasi mencapai tujuan jangka panjangnya.
Komunikasi dan budaya organisasi memiliki hubungan yang erat, di mana komunikasi berperan sebagai sarana utama dalam membentuk, menyebarkan, dan mempertahankan budaya organisasi.
Melalui komunikasi yang efektif, nilai-nilai budaya organisasi dapat dikomunikasikan kepada seluruh anggota, baik melalui interaksi sehari-hari, kebijakan perusahaan, maupun simbol-simbol budaya seperti visi, misi, dan slogan organisasi.
Sebaliknya, budaya organisasi juga memengaruhi pola komunikasi di dalamnya misalnya, organisasi dengan budaya terbuka cenderung mendorong komunikasi dua arah dan transparansi, sementara organisasi dengan budaya hierarkis mungkin lebih banyak menggunakan komunikasi satu arah dari atasan ke bawahan.
Oleh karena itu, komunikasi yang baik akan memperkuat budaya organisasi yang positif, meningkatkan keterlibatan karyawan, serta menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.
Komunikasi yang terbuka dan transparan akan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, mendorong kolaborasi, serta memperkuat rasa kepemilikan dan keterlibatan karyawan dalam organisasi.
Sebaliknya, komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalahpahaman, konflik, dan ketidakjelasan terhadap nilai serta tujuan organisasi.
Strategi komunikasi yang efektif, seperti penggunaan saluran komunikasi yang jelas, keterlibatan pimpinan dalam menyampaikan nilai-nilai organisasi, serta feedback yang konstruktif, sangat diperlukan untuk membangun budaya organisasi yang positif dan berkelanjutan.
Komunikasi dan budaya organisasi merupakan dua elemen yang saling berkaitan dan memiliki peran krusial dalam keberlangsungan suatu organisasi.
Teori komunikasi dari berbagai ahli, seperti Shannon dan Weaver, Wilbur Schramm, serta Dennis K. Mumby, menekankan bahwa komunikasi bukan hanya tentang penyampaian informasi, tetapi juga membentuk budaya, struktur, dan identitas organisasi.
Sementara itu, budaya organisasi sendiri mencerminkan nilai, norma, dan praktik yang diterapkan dalam organisasi, yang dapat memengaruhi kinerja dan kepuasan kerja karyawan.
Hubungan antara komunikasi dan budaya organisasi sangat erat, di mana komunikasi yang efektif dapat memperkuat budaya yang positif, meningkatkan keterlibatan karyawan, serta menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.
Oleh karena itu, strategi komunikasi yang baik sangat diperlukan untuk membangun budaya organisasi yang berkelanjutan dan mendukung pencapaian tujuan organisasi, meningkatkan efektivitas komunikasi organisasi, memperkuat budaya organisasi, serta mengurangi konflik dan meningkatkan koordinasi.***
Elisabeth Mellyana Dea Maharani
(Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi, IPB)