Bogordaily.net – Pada suatu hari Sabtu di bulan November, saya dan seorang teman merencanakan perjalanan ke Pasar Santa, tempat yang katanya penuh dengan barang-barang vintage, koleksi musik langka, hingga makanan unik yang berbeda dengan pasar pada umumnya.
Tujuan utama saya berkunjung ke pasar santa adalah untuk berburu foto sekaligus mencoba makanan yang saya temukan dan sudah banyak direkomendasikan di media sosial. Kami memulai perjalanan dari Halte Pinang Ranti menggunakan bus TransJakarta.
Cuaca saat itu mendung, tetapi belum turun hujan. Saya membawa kamera yang saya miliki untuk mendokumentasikan hasil dari perjalanan kami di sana, sementara teman saya lebih fokus pada mencari barang-barang unik yang akan ditemukan di pasar santa nanti.
Saat memasuki bus, kondisi cukup ramai. Tidak ada kursi kosong yang tersisa, sehingga kami harus berdiri di dekat pintu sambil melihat cuaca yang sudah mulai mendung menandakan akan turunnya hujan.
Beberapa penumpang terlihat sibuk dengan ponsel mereka, sementara yang lain tampak mengobrol pelan. Perjalanan menuju Stasiun Cawang memakan waktu sekitar 30 menit, dengan beberapa kali bus berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Di dalam bus, suasana cukup padat, tetapi tetap nyaman dan sejuk di dalamnya. Kami berdua berbincang pelan mengenai rute yang akan ditempuh selanjutnya dan mencari tahu apakah ada jalur alternatif jika nanti turun hujan saat kami sampai ke tujuan.
Setelah sampai di Stasiun Cawang, kami segera turun dari bus yang sebelumnya kami naiki, kemudian berpindah jalur untuk menuju Blok M. Memakan waktu lebih lama dari sebelumnya untuk menunggu Bus yang ingin kami naiki tiba.
Akhirnya, bus selanjutnya tiba, bus yang kami naiki ini juga ternyata dalam kondisi penuh, sehingga kami kembali berdiri didalam, ditambah kondisi jalanan pada hari itu cukup padat sehingga cukup lama untuk kami sampai ke tujuan, serta rintik hujan di luar jendela yang semakin deras.
Setelah beberapa puluh menit dan beberapa halte yang kami lewati, akhirnya pengumuman yang kami tunggu terdengar. “Halte Pasar Santa,” kata suara di pengeras suara.
Begitu turun, hujan semakin deras mengguyur seluruh jalan. Sehingga tanpa pilihan lain, karena tidak membawa payung ataupun jas hujan, kami terpaksa meneduh di halte.
Beberapa orang lain juga melakukan hal yang sama, berdiri di bawah atap sambil menunggu hujan mereda.
Udara terasa lebih dingin dibandingkan sebelumnya, dan jalanan terlihat basah dengan genangan air di beberapa titik.
Kami memutuskan untuk menunggu sekitar 20 menit hingga hujan mulai mereda menjadi gerimis.
Setelah merasa cukup aman untuk berjalan, kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju Pasar Santa, yang jaraknya kurang lebih satu kilometer dari halte. Kami menyusuri trotoar yang basah dengan berhati-hati agar tidak terpeleset.
Sepanjang perjalanan, kami melewati beberapa resto dan pedagang kaki lima yang mulai kembali beraktivitas setelah hujan. Aroma gorengan dari penjual di pinggir jalan tercium cukup kuat, bercampur dengan udara sejuk setelah hujan.
Sesampainya di Pasar Santa, kami langsung disambut suasana yang cukup ramai. Lantai dasar dan lantai bawah tampak seperti pasar tradisional pada umumnya, dengan kios-kios yang menjual sayuran, buah-buahan, daging, penjahit dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Suara pedagang menawarkan dagangannya terdengar dari berbagai arah. Beberapa pembeli terlihat sibuk memilih barang, sementara beberapa lainnya mengobrol santai dengan pedagang langganan mereka.
Salah satu hal yang menarik perhatian saya di lantai ini adalah sebuah toko kopi di dekat tangga. Rak-raknya dipenuhi dengan berbagai jenis biji kopi yang disimpan dalam toples kaca.
Kemudian ada 3 jenis biji kopi yang memang sengaja untuk di pajang di samping toko. Aroma kopi yang khas memenuhi udara, dan saya sempat berhenti sejenak untuk melihat-lihat. Seorang barista toko tampak sedang berbincang dengan pelanggan, menjelaskan perbedaan rasa dari biji kopi yang dijualnya.
Saya mengambil beberapa foto dari sudut yang menurut saya menarik, mencoba menangkap suasana hangat dari toko kopi yang tampaknya sudah lama berdiri ini.
Setelah puas melihat-lihat lantai bawah, kami melanjutkan ke lantai atas. Begitu sampai, suasana pasar langsung terasa berbeda.
Jika lantai dasar didominasi oleh kebutuhan sehari-hari, lantai atas dipenuhi dengan toko-toko yang menjual barang-barang unik, terutama barang antik dan vintage. Ada kios yang menjual kaset musik dari berbagai era.
Saya mulai menyalakan kembali kamera yang saya bawa, kemudian mengambil beberapa footage dengan kamera, mencoba merekam suasana pasar yang terasa seperti membawa saya ke masa lalu.
Beberapa toko tampak dipenuhi pengunjung yang sedang mencari aksesoris atau koleksi langka, ada juga yang sibuk mengambil gambar sama seperti apa yang saya lakukan.
Setelah berkeliling cukup lama, kami memutuskan untuk berhenti sejenak dan mencoba makanan yang menjadi salah satu alasan utama kami datang kesini yaitu spud potatoes.
Makanan ini banyak direkomendasikan di media sosial karena cukup menarik, dan kami pun penasaran dengan rasanya. Spud potatoes adalah kentang yang dioven dan disajikan dengan berbagai pilihan topping seperti, smoke beef, saus kacang merah dan keju mozzarella. Kami menuju kios yang menjual makanan ini dan memesan satu porsi.
Tidak lama kemudian, pesanan kami datang. Kentang panggang yang masih panas disajikan di dalam wadah kertas, dengan lelehan keju yang menutupi permukaannya.
Saya mengambil satu gigitan dan langsung merasakan perpaduan antara tekstur renyah dari kulit kentang dan lembut di dalamnya, ditambah dengan rasa gurih dari keju serta potongan smoke beef.
Setelah selesai makan, kami kembali berkeliling sebentar, memasuki lorong-lorong yang belum sempat kami kunjung sebelum memutuskan untuk pulang.
Pengalaman di Pasar Santa cukup menarik, terutama karena tempat ini memiliki banyak hal yang tidak ditemukan di pasar biasa.
Dari koleksi barang vintage hingga makanan unik, kunjungan kali ini memberikan banyak hal baru untuk didokumentasikan dan diceritakan kembali.
Meskipun perjalanan cukup melelahkan, pengalaman yang kami dapatkan di Pasar Santa membuatnya terasa sepadan.
Saat keluar dari Pasar Santa, hujan sudah benar-benar berhenti, dan langit mulai cerah meskipun matahari sudah mulai turun.
Udara masih terasa sejuk setelah hujan, membuat perjalanan pulang terasa lebih nyaman. Kami berjalan kembali ke halte dengan suasana yang lebih ramai dibandingkan sebelumnya.
Semakin sore, semakin banyak pedagang kaki lima yang mulai memenuhi trotoar, menjajakan berbagai makanan ringan seperti goreng-gorengan, sate, dan minuman.
Bus yang kami naiki tidak sepadat saat berangkat, sehingga kami bisa duduk dan beristirahat selama perjalanan pulang.***
Intan Maharany Mahasiswa Komunikasi Digital & Media, Sekolah Vokasi IPB