Monday, 31 March 2025
HomeTravellingPerjuangan Menuju Alam Bebas

Perjuangan Menuju Alam Bebas

 Bogordaily.net – Kami bukan keluarga dengan tipe yang suka berkarya wisata sepanjang liburan. Namun, tiba-tiba saja entah datang dari mana ide Ibu untuk mengajak Kami semua berkemah bersama. Jadilah Kami menyusun rencana karya wisata dadakan untuk esok hari, Sabtu tanggal 30 Oktober 2022.

Dari semalam, Ibu sudah menyiapkan satu tas carrier besar, satu tas ransel sedang, satu buah tenda, dan beberapa barang bawaan lainnya. Tentunya beliau tidak lupa dengan bekal makanan dan snack-snack ringan lainnya.

Nantinya tas-tas itu kami bawa satu masing-masing. Hanya berbekal catatan rute perjalanan yang Ibu buat hasil menonton tutorial di sebuah kanal YouTube, tujuan kami adalah yang merupakan Bumi perkemahan di Cisarua, Jawa Barat.

Dengan menggunakan taksi online, kami berangkat menuju stasiun Pondok Ranji sekitar pukul 9 pagi. Di Stasiun Pondok Ranji, aku sempatkan melihat satu persatu wajah semangat keluargaku. Adikku sudah senyum-senyum sendiri, wajah Ibu tampak bersemangat, dan Kakakku walau tidak begitu terlihat, tapi pasti dia juga senang.

Kereta tujuan Tanah Abang tiba, kami naik dan langsung mencari setidaknya satu tempat duduk untuk Ibu. Tidak sampai setengah jam, kami sampai di Stasiun Tanah Abang. Keadaan Stasiun Tanah Abang sangat ramai.

Aku pikir semua orang juga dalam perjalanan untuk jalan-jalan. Cukup lama kami berdiri menunggu di peron 3, kereta yang melewati Stasiun Manggarai akhirnya sampai setelah 15 menit.

Saat itu kereta sudah terlalu penuh, sehingga tidak ada satupun kursi untuk Ibu. Namun kata Ibu, “Gak apa-apa, bentar doang cuma lewatin 3 stasiun kok”. Benar saja, kurang lebih 10 menit kemudian, kami sudah sampai di Stasiun Manggarai. Kami keluar kereta bersamaan dengan kerumunan orang lainnya.

Berjalan berurutan, membelah keramaian, bertabrakan dengan tas-tas besar orang lain. Untung saja sesampainya di dalam kereta tujuan Bogor, keramaian kian memudar. Digantikan dengan orang-orang yang berebut tempat duduk.

Kami mendapat tempat duduk tepat di dekat pintu, tepat untuk empat orang. Perjalanan kereta dari Manggarai ke Bogor akan memakan waktu kurang lebih satu jam kurang, jadi syukurlah kami mendapat tempat duduk.

Terdengar suara penyiar kereta api, menyebutkan bahwa kereta telah sampai di Stasiun Bogor. Kami pun bersiap keluar kereta. “Habis ini kemana, Bu?”, tanyaku. “Keluar dulu, nanti kita cari angkot 02 yang ke Sukasari”, jawab Ibu.

Sejujurnya, Ibu juga belum terlalu mengerti dengan rute angkot yang ada di Bogor. Maka dari itu, kami banyak bertanya dengan orang-orang di sekitar luar stasiun. Kami pun diarahkan oleh salah satu bapak-bapak untuk menunggu di trotoar seberang.

Di sana, sudah ada sebuah angkot bertuliskan “02 Sukasari” yang tengah bertengger di bahu jalan. Sebelum naik, Ibu sempat  memastikan bahwa angkot yang akan kami naiki sesuai dengan tujuan kami.

Sesuai dengan yang tertulis di catatan Ibu, seharusnya kami sudah berada di angkot yang tepat. Sepanjang perjalanan di dalam angkot 02 Sukasari itu, Ibu fokus memperhatikan ke luar jendela. Hingga akhirnya kami turun di tempat mobil-mobil keluar dari Tol Jagorawi.

Jam sudah menunjukkan pukul dua belasan. Matahari sudah di atas kepala. Setelah turun dari angkot, kami kembali menaiki angkot bernomorkan 02A, kali ini dengan tujuan Cisarua. Sejauh ini, rasa semangat masih ada walau gerah dan pegal terasa. Apalagi ketika melihat pemandangan di luar, jadi tidak sabar untuk sampai di tempat perkemahannya. Setelah hampir satu jam kami menempuh perjalanan dengan angkot “02A Cisarua” itu, akhirnya kami turun di pertigaan Batu Layang, Jalan Raya Puncak.

Jalanan ramai itu cukup familiar, mengingat sebelumnya kami sudah beberapa kali melewati jalan ini ketika ingin ke Puncak. Beberapa lama kami berdiri di pertigaan itu, di depan sebuah minimarket yang juga ramai oleh pengunjung, menerka-menerka harus pergi ke arah mana lagi setelah ini.

Setelah sudah cukup yakin, Ibu mengarahkan kami untuk jalan sedikit ke arah atas hingga sampai di sebuah pertigaan lainnya yang ada di antara ruko-ruko. Di sebelah rumah makan Padang, kami belok ke sebuah gang.

Dari situ, aku lihat perjalanan sudah mulai menanjak medannya. Sejujurnya, sudah pertengahan perjalanan, rasanya cukup lelah. Apalagi masing-masing dari kami membawa tas yang lumayan berat dan harus berjalan. Terutama adikku yang membawa tas carrier besar. Pasti pundaknya sudah meronta-ronta karena pegal.

Kami berjalan menyusuri perkampungan, melewati rumah-rumah, sekolah dasar, dan ada juga sawah-sawah. Berjalan tanpa tahu sejauh apa perjalanannya dan kapan akan sampainya, membuat kami cukup lelah. Beberapa kali kami beristirahat di pinggir jalan, meneguk air minum yang kami bawa. Untungnya, kami menikmatinya, dengan bercanda tawa selama perjalanan.

“Masih jauh kah, Bu?”, tanya Adik.

“Hahaha Ibu juga gak tau. Istirahat aja dulu kalau capek”, jawab Ibu.

“Hiii masa cowok lemah”, ledek Kakakku.

“Ga lemah. Orang tanya doang, masih jauh atau enggak. Ayo kita cepet-cepetan sampe yuk”, Adikku yang tidak terima diremehkan, akhirnya mempercepat langkahnya. Sedangkan Kakakku yang pada dasarnya suka mendaki gunung itu pun tak mau kalah. Akhirnya mereka berjalan lebih cepat, meninggalkan aku dan Ibu, hingga sudah tak terlihat oleh kami. Aku dan Ibu hanya tertawa melihat mereka berdua.

Berbagai pemandangan sudah kami lewati, mulai dari villa dengan kolam renang, rumah di tengah sawah yang luas, hingga jalanan menanjak hampir 90 derajat yang mengagumkannya bisa dilewati oleh kendaraan warga yang biasa melewatinya. Berkali-kali berhenti untuk istirahat, melepas tas-tas besar itu sebentar, dan meregangkan badan yang rasanya ingin sekali direbahkan. Sampailah kami di pintu masuk .

Sudah ada banyak orang di sana, baik yang baru ingin masuk, ataupun yang ingin pulang. Selagi Ibu dan Kakakku mengurus tiket masuk, aku dan Adik beristirahat di sebuah area yang terdapat banyak tempat duduk, tempatnya orang-orang bersinggah sebelum masuk ke dalam area perkemahan.

Tak lupa, sembari menunggu, kami mengisi daya baterai handphone kami yang sudah habis saat perjalanan, takut-takut di dalam area perkemahan nanti akan sulit menemukan tempat untuk mengisi daya.

Saat handphone ku menyala, aku langsung membuka aplikasi Google Maps. Aku penasaran, berapa jarak yang sudah kami tempuh untuk sampai ke sini, hingga menghabiskan waktu satu jam lebih. Ketika melihat tulisan “3,2 km” di layar, aku menganga. Pantas saja rasanya jauh tidak sampai-sampai.

Ibu dan Kakakku akhirnya bergabung dengan aku dan Adikku. Kami tidak langsung masuk ke area perkemahan. Masih nyaman dengan sofa yang kami duduki di sana. Kata Ibu, “istirahat dulu ajah di sini ya”. Kami semua setuju. Bagaimana tidak? Untuk masuk ke area perkemahannya pun kami masih butuh jalan sekitar kurang lebih satu kilo lagi. Sebenarnya di sana ada yang menyewakan mobil untuk sampai ke area perkemahan. Namun kami lebih memilih untuk berjalan saja lagi. Toh, tanggung sekali.

Setelah Ashar, kami memutuskan untuk kembali berjalan ke dalam. Ada beberapa rombongan lain yang ikut berjalan, di depan maupun di belakang kami. Kanan dan kiri dipenuhi dengan pemandangan pohon-pohon yang tinggi dan rindang, mendukung udara sejuk selama perjalanan. Kali ini langkahku sama dengan Kakakku.

Kami mengabadikan foto dan video bersama. Namun tiba-tiba saja, Kakakku mendapatkan notifikasi obrolan grup yang mengatakan bahwa ternyata akan ada kelas kuliah online yang harus dia hadiri melalui Google Meet. Akhirnya, Kakakku harus berjalan sambil mendengarkan kuliah online melalui handphonenya. Jujur itu adalah hal yang lucu.

Setelah cukup lama perjalanan kami tempuh, yang tentunya menghadirkan rasa lelah, akhirnya semua itu terbayarkan setelah melihat pemandangan di atas sini. Semakin sore, semakin sejuk dan dingin pula udaranya. Kami pun langsung mendirikan tenda kami di antara tenda-tenda lain yang sudah berdiri duluan. Setelah tenda siap, kami akhirnya menikmati pemandangan di sekitar.

Rasanya lega, bersyukur, dan senang. Akhirnya rasa lelah yang kami alami seharian terbayar juga dengan indahnya pemandangan di sini. Sungguh nikmat Tuhan yang tidak akan kami lupakan. Walau lelah telah berjalan hingga 3,2 km dengan barang bawaan yang super berat, namun kami anggap itu bayaran yang setara dengan yang kami dapat di atas sini.

“Anggap aja kita abis naik gunung”, celetuk Ibu saat kami memandangi pemandangan sekitar. Ya betul, anggap saja habis naik gunung. Perjuangannya bukan main.***

Vinda Ramadhani,                                                                                            Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here