Monday, 31 March 2025
HomeHiburanRhapsody Senja Prambanan: Pertemuan Indah Musik, Hujan, dan Budaya di Akhir Tahun

Rhapsody Senja Prambanan: Pertemuan Indah Musik, Hujan, dan Budaya di Akhir Tahun

Bogordaily.net – Liburan semester akhir tahun 2024 terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bukan sekadar beristirahat dari kesibukan akademik, tetapi juga menjadi momen untuk kembali ke akar, ke rumah nenek di Jawa. Ada kehangatan tersendiri saat kembali ke kampung halaman, bertemu dengan keluarga besar, menikmati makanan khas buatan nenek, dan merasakan kebahagiaan yang selalu membawa nostalgia. Namun, ada satu hal yang membuat liburan kali ini terasa lebih spesial: keluarga saya sepakat untuk merayakan malam pergantian tahun dengan cara yang lebih unik yaitu di Candi Prambanan, Rhapsody Senja Prambanan!

Awalnya, kami hanya ingin menikmati suasana candi di penghujung tahun, tetapi saat mencari informasi, kami menemukan bahwa di sana akan digelar konser musik Swara Prambanan yang bertepatan dengan malam tahun baru.

Konser ini menjadi daya tarik tersendiri karena menampilkan deretan musisi hebat dari berbagai genre, mulai dari legenda musik Indonesia seperti Vina Panduwinata, penyanyi pop berbakat Raisa, hingga musisi dengan lirik-lirik puitis seperti Nadin Amizah.

Bahkan, grup idola JKT48 yang terkenal dengan lagu-lagu energiknya juga turut meramaikan panggung. Saya dan orang tua memiliki selera musik yang beragam, sehingga ini menjadi kesempatan langka untuk menikmati pertunjukan yang bisa dinikmati bersama.

Setelah berdiskusi dan memastikan jadwalnya cocok, kami segera membeli tiket konser Swara Prambanan. Rasanya begitu antusias membayangkan bagaimana suasana akhir tahun di candi yang sarat sejarah ini, berpadu dengan alunan musik yang menggema di tengah keagungan arsitektur masa lampau.

Hujan Rintik yang Menambah Romansa
Sore hari tanggal 31 Desember 2024, kami berangkat menuju Candi Prambanan. Jalanan menuju lokasi cukup ramai, tanda banyaknya orang yang juga ingin merayakan tahun baru di sana. Sepanjang perjalanan, langit tampak mendung, memberi pertanda bahwa hujan bisa turun kapan saja.

Setibanya di Prambanan, suasana begitu semarak. Banyak pengunjung yang sudah memenuhi area candi, beberapa di antaranya tampak mengenakan pakaian berkain seperti kami. Kami sengaja memilih outfit yang lebih tradisional, saya mengenakan kain batik dengan kebaya modern, sementara orang tua saya juga mengenakan pakaian bercorak budaya.

Rasanya seperti kembali ke masa lalu, namun dengan sentuhan modern di tengah festival musik. Rintik hujan mulai turun saat matahari perlahan tenggelam. Tapi bukannya mengganggu, justru hujan menambah suasana magis di tempat ini.

Udara menjadi lebih sejuk, dan tetesan air yang jatuh membaur dengan cahaya lampu yang menerangi bangunan candi. Beberapa orang membuka payung, sementara yang lain memilih menikmati hujan dengan jas hujan tipis yang dibagikan di lokasi.

Panggung besar berdiri megah dengan latar belakang siluet candi yang terlihat mistis di balik pencahayaan yang dramatis. Konser dimulai dengan penampilan Vina Panduwinata, sang diva yang membawa suasana nostalgia bagi banyak penonton.

Lagu “Burung Camar” bergema di udara, membuat orang-orang bernyanyi bersama dalam irama yang lembut. Saya bisa melihat orang tua saya tersenyum, menikmati alunan lagu yang membawa mereka kembali ke masa muda.

Setelah itu, suasana berubah saat JKT48 tampil dengan lagu-lagu mereka yang ceria. Riuh penonton yang sebagian besar anak muda memenuhi area depan panggung, bernyanyi dan menari mengikuti irama. Meskipun saya bukan penggemar berat mereka, saya bisa merasakan energi yang luar biasa dari para anggota dan penggemarnya.

Lalu, giliran Nadin Amizah yang mengambil alih panggung. Hujan yang masih rintik-rintik semakin menambah kesyahduan saat ia menyanyikan “Bertaut” dan “Sorai”. Liriknya yang puitis, ditambah dengan suaranya yang lembut, membuat saya larut dalam perasaan. Bahkan, beberapa penonton terlihat terhanyut dan menitikkan air mata.

Dan akhirnya, Raisa muncul sebagai salah satu penampil utama malam itu. Lagu-lagunya seperti “Kali Kedua” dan “Serba Salah” membangkitkan suasana yang lebih intim. Saya dan banyak penonton lainnya ikut bernyanyi, menciptakan momen yang begitu hangat di tengah udara malam yang mulai dingin.

Momen Puncak: Pergantian Tahun di Prambanan
Saat jarum jam semakin mendekati tengah malam, suasana semakin memuncak. Semua artis yang tampil kembali ke panggung, menyanyikan lagu terakhir bersama, menciptakan harmoni yang begitu indah.

“10… 9… 8…” Hitungan mundur mulai terdengar di seluruh area konser. Semua orang menatap ke langit, menunggu detik-detik terakhir tahun 2024. “3… 2… 1… Selamat Tahun Baru!”. Langit Prambanan tiba-tiba dipenuhi dengan cahaya kembang api yang menyala terang. Sorak sorai penonton menggema, dan saya bisa merasakan kebahagiaan.

Saya melihat ke arah orang tua saya, yang tersenyum penuh kehangatan. Saat kami berjalan meninggalkan area konser, suasana masih terasa magis.

Cahaya-cahaya lampu yang masih menyala, suara orang-orang yang masih berdiskusi tentang pertunjukan malam itu, dan aroma tanah basah yang khas setelah hujan, semuanya menyatu dalam satu pengalaman yang tak terlupakan.

Tahun baru ini bukan hanya tentang perayaan dan musik, tetapi juga tentang bagaimana kami bisa merayakan budaya, sejarah, dan kebersamaan dalam satu momen yang indah.

Saya merasa beruntung bisa menutup tahun di tempat yang begitu bersejarah, ditemani suara merdu para musisi, rintik hujan yang romantis, dan tentunya, kebersamaan keluarga yang semakin erat.

Jika ada satu hal yang saya pelajari dari malam itu, adalah bahwa cara kita merayakan pergantian tahun bisa memberikan makna yang berbeda bagi setiap orang. Dan bagi saya, Swara Prambanan 2024 telah menjadi kenangan berharga yang akan selalu saya simpan.

Ratih Eka Noviyana, Mahasiswi Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB University

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here