Monday, 31 March 2025
HomeTravellingSejenak Pulang, Sejenak Bertualang: Menyusuri Rindu di Curug Goa Lumut Endah

Sejenak Pulang, Sejenak Bertualang: Menyusuri Rindu di Curug Goa Lumut Endah

Bogordaily.net – Pertengahan tahun selalu membawa rindu yang menggebu. Setelah berbulan-bulan berkutat dengan tugas, praktikum, dan hiruk-pikuk kehidupan rantau, akhirnya ada waktu untuk pulang. Bukan hanya kembali ke rumah, tapi juga kembali ke kehangatan keluarga dan tawa teman-teman lama yang semakin jarang bersua.

Liburan semester bukan sekadar jeda, melainkan kesempatan untuk melebur kembali dalam kebersamaan yang sempat tergerus kesibukan. Grup WhatsApp yang biasanya sepi tiba-tiba penuh notifikasi, berisi rencana-rencana spontan yang nyaris tak pernah benar-benar matang, hingga akhirnya satu keputusan diambil: kami akan menjelajahi salah satu surga tersembunyi di Gunung Salak, Curug Goa Lumut Endah.

Langit masih gelap ketika perjalanan kami dimulai. Pukul enam pagi, udara Bogor yang dingin menyentuh kulit, membawa serta aroma tanah basah sisa hujan semalam. Aku berdiri di depan kosan, mataku masih berat oleh kantuk, tetapi hatiku penuh semangat. Hari ini, akhirnya, kami akan bertualang bersama lagi.

Dua motor melaju pelan mendekat, lampunya menembus kabut tipis pagi itu. Tiga temanku datang menjemput, wajah mereka sedikit lelah setelah menerjang jalanan Cikarang-Bogor, tetapi tetap ceria. Sementara itu, rombongan lain yang berjumlah delapan orang, masih bersiap-siap untuk menyusul. Salah satu dari mereka baru saja selesai bekerja, tetapi rasa lelah seolah bukan penghalang bagi kami untuk menikmati liburan yang sudah direncanakan ini.

Bersama tiga temanku, aku memulai perjalanan ini dengan santai. Angin pagi yang sejuk menyapu wajah, membawa aroma embun dan dedaunan basah. Jalanan kota perlahan berganti menjadi pemandangan khas pedesaan, dengan sawah yang masih berselimut kabut tipis dan warung-warung yang baru saja membuka pintunya.

Awalnya, aku sempat khawatir akan terjebak kemacetan di Jalan Raya Dramaga. Namun, pagi ini semesta seperti merestui perjalanan kami: Dramaga lancar jaya! Tak ingin terburu-buru, kami menepi di pinggir jalan, berhenti sejenak untuk menikmati bubur ayam hangat dan teh tawar yang mengepul di udara pagi. Rasanya sederhana, tetapi momen seperti inilah yang membuat perjalanan terasa lebih berarti.

Semakin lama, motor yang kami tumpangi bergerak semakin menanjak. Jalanan mulai berliku, menandakan bahwa kami telah memasuki kawasan Gunung Salak. Udara yang tadi sejuk kini terasa semakin menusuk, membawa aroma khas pepohonan basah dan tanah yang lembap. Kabut tipis masih menggantung di beberapa sudut, tetapi sinar matahari pagi mulai menembus celah-celah dedaunan, menciptakan pemandangan yang begitu menenangkan. Tak ingin melewatkan momen ini begitu saja, kami beberapa kali menepi, sekadar mengabadikan keindahan pagi di Gunung Salak.

Kami tiba di pintu masuk utama pukul 10 pagi, disambut oleh deretan pilihan curug yang menggoda untuk dijelajahi. Namun, tanpa ragu, kami tetap pada rencana awal: Curug Goa Lumut Endah. Aku dan ketiga temanku melangkah masuk ke area curug, menghirup udara segar yang dipenuhi aroma pepohonan basah, sementara sesekali mengecek ponsel, memastikan komunikasi tetap lancar dengan rombongan yang masih dalam perjalanan.

Kami menyempatkan diri berfoto sebelum berganti pakaian, mengabadikan momen dengan latar Curug Goa Lumut Endah yang begitu elok. Airnya hari ini luar biasa jernih, hingga bebatuan di dasar terlihat jelas dari permukaan. Setelah puas berfoto, kami berganti pakaian dan mencari tempat aman untuk menaruh tas. Tidak terburu-buru, kami duduk santai, menikmati suasana sambil bersenda gurau dan mengunyah camilan. Perlahan, kami mencoba mencelupkan kaki ke dalam air, seketika rasa dinginnya menyengat, seperti mencelupkan kaki ke dalam es!

Setelah dua jam menunggu sambil bermain air, akhirnya rombongan kedua tiba. Begitu melihat mereka, aku langsung bertanya kenapa butuh waktu selama itu. Ternyata, mereka sempat nyasar di jalan! Pantas saja terasa begitu lama, seharusnya mereka bisa menikmati keindahan curug ini lebih awal. Tapi tak apa, yang penting sekarang kami sudah berkumpul lengkap, siap melanjutkan petualangan bersama.

Begitu tiba, rombongan kedua langsung mengajak kami memasak mi rebus dengan kompor portabel—mungkin perut mereka sudah keroncongan setelah perjalanan panjang. Tanpa menunda lagi, beberapa orang mulai sibuk menyiapkan mi, sementara yang lain tak bisa menahan godaan untuk langsung bermain di dekat air terjun. Aroma kuah mi yang hangat bercampur dengan udara sejuk pegunungan, menambah kenyamanan di tengah kebersamaan ini.

Aku dan teman-teman bercengkerama, tertawa lepas, dan mengabadikan momen dengan berfoto, semua terasa lebih hangat dengan semangkuk mi panas di tangan. Pemandangan air terjun yang menakjubkan semakin menyempurnakan suasana, membuat segala lelah perjalanan terasa terbayar. Di atas pohon, monyet-monyet bergelayutan lincah, sesekali turun mendekat, seolah ingin ikut bergabung—atau mungkin hanya mengincar makanan kami.

Setelah puas bermain air hingga tubuh mulai kedinginan dan tangan mengerut, kami pun membersihkan diri dan berganti pakaian. Begitu pakaian telah berganti, kami kembali mengabadikan momen dengan berfoto di dekat curug, seolah enggan berpisah dari keindahan tempat ini. Namun, waktu terus berjalan, langit perlahan berubah jingga, pertanda hari mulai sore. Kami bersiap untuk pulang, meninggalkan curug dengan kenangan yang tak terlupakan. Kali ini, aku ikut bersama teman-temanku ke Cikarang, karena urusanku di Kota Hujan telah usai.

Langit sudah benar-benar gelap saat kami tiba di Cikarang, menandakan perjalanan panjang kami akhirnya hampir usai. Satu per satu teman-teman berpamitan, hingga yang tersisa hanya tiga orang yang sejak pagi menjemputku di kosan. Sebelum benar-benar pulang, kami menyempatkan diri mengisi perut di warung sate pinggir jalan, menikmati sate ayam hangat dengan nasi putih yang terasa semakin nikmat setelah seharian beraktivitas. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, dan ponselku mulai dipenuhi panggilan dari orang tuaku yang cemas menanyakan keberadaanku. Setelah kenyang dan sedikit beristirahat, akhirnya kami pun berpisah, kembali ke rumah masing-masing dengan kenangan perjalanan yang tak terlupakan.***

 

Asyri Abghi Rahmah, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here