Bogordaily.net – Dalam era digital atau zaman netizen maha benar, selebriti dan influencer memiliki pengaruh besar yang tidak hanya terbatas pada karya mereka, tetapi juga pada opini mereka tentang isu sosial. Posisi ini bagaikan pedang bermata dua—salah langkah sedikit bisa menimbulkan kontroversi. Salah satu contoh yang menarik perhatian adalah Taylor Swift.
Sebagai artis dengan lebih dari 282 juta pengikut di Instagram, ia memiliki jangkauan global yang masif. Namun, ketika dunia tengah ramai membahas konflik Israel-Palestina, Taylor Swift memilih untuk tetap diam. Keputusan ini membuatnya dijuluki “Silent Queen” oleh publik, yang mempertanyakan mengapa ia tidak menggunakan pengaruhnya untuk bersuara.
Padahal, tidak menjadi rahasia lagi bahwa Taylor Swift vokal terhadap isu lain seperti feminisme, LGBTQ, politik AS, dsb. Dengan demikian, bukan kah akan menjadi wajar jika publik memintanya untuk speak up juga mengenai isu Israel-Palestina ini?
Taylor ini seperti teman yang selalu paling vokal pas bahas kesetaraan gender, tapi giliran berbicara isu Palestina malah tiba-tiba jadi penonton aja. Kok ya bisa?
Ramai orang-orang membicarakan isu Israel-Palestina tersebut, bahkan sampai sekarang tiada henti-hentinya baik media maupun pengguna di media sosial menyuarakan pihak yang mereka bela.
Menurut data dari Armed Conflict Location and Event Data Project, antara 7 Oktober hingga 24 November 2023, terdapat setidaknya 7.283 protes pro-Palestina dan 845 protes pro-Israel di seluruh dunia. Data ini menunjukkan mayoritas keberpihakan dunia terhadap Palestina. Namun, Taylor Swift masih saja belum bersuara, tentunya ini yang menjadi masalah sehingga sebagian penggemarnya atau Swifties merasa kecewa dan menyebutnya sebagai ”Silent Queen”.
Memang bisa jadi Taylor Swift tidak bersuara karena adanya tekanan dari industri musik yang erat kaitannya dengan kepentingan bisnis maupun politik dan memilih fokus untuk berkecimpung pada dunia musik saja. Selain itu, tidak semua selebriti memiliki pemahaman mendalam tentang konflik geopolitik. Ada kemungkinan Taylor Swift merasa bahwa jika ia berbicara tanpa pemahaman yang cukup, pernyataannya malah bisa menjadi kontraproduktif atau dipandang sebagai performatif belaka.
Namun, seorang selebriti dengan influence sebesar Taylor Swift seharusnya berani memutuskan pilihannya: jadi Pop Queen atau Silent Queen?
Jika Taylor Swift bersuara alias memilih menjadi Pop Queen, ia mungkin kehilangan sebagian penggemar yang tidak sepakat. Namun, jika ia tetap diam atau menjadi Silent Queen, asumsi bahwa ia berpihak pada Israel dapat semakin kuat, yang justru berpotensi merusak citranya lebih besar atau bahkan ia dapat disebut sebagai Tone Deaf, yaitu istilah yang banyak digunakan untuk menyebut orang yang cenderung tak acuh terhadap isu sekitar.
Dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut, diamnya Taylor Swift semakin sulit dibenarkan di mata publik. Bahkan, banyak selebriti lain yang sudah menyuarakan keberpihakannya terhadap Palestina, seperti Gigi Hadid dan Bella Hadid. Suara keduanya yang cukup vokal membuat diamnya Taylor Swift menjadi mencolok.
Perlu diingat bahwa dalam bermedia sosial sekarang, diam dianggap sebagai salah satu cara berpolitik. Diam terhadap penindasan berarti keberpihakan atas penindasan tersebut.
Publik sudah beramai-ramai mendeklarasikan cancel culture terhadap beberapa selebriti maupun influencer yang kemungkinan berpihak kepada Israel. Mereka berbondong-bondong menyebarkan informasi di media sosial mereka. Informasi tersebut berisi siapa-siapa saja seleberiti atau influencer yang berpihak kepada Israel dan Taylor Swift termasuk dalam barisan tersebut.
Lalu, solusi apa yang sebenarnya dapat ditawarkan kepada Taylor Swift? Seperti yang sudah banyak dibahas, Taylor Swift sebenarnya tidak harus banyak membahas keberpihakannya akan Palestina atau Israel. Namun, setidaknya para penggemarnya sudah tahu akan kepeduliannya terhadap isu sosial mengenai siapa yang ia bela.
Selain itu, Taylor Swift juga dapat menyuarakan kepeduliannya atau keberpihakannya terhadap kemanusiaan saja. Strategi ini telah diambil oleh beberapa selebriti yang ingin menunjukkan empati tanpa harus terlibat dalam perdebatan politik.
Tapi, apakah keputusannya ini akan berdampak pada citranya di masa depan? Itu masih jadi misteri yang hanya waktu (dan album barunya) yang bisa menjawab. Yang jelas, album baru pasti ada. Tapi apakah isinya cuma soal mantan lagi, atau akhirnya dia bakal angkat suara soal konflik dunia? Mari kita tunggu, Swifties.***
Nur Anisah Fadia Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB