Bogordaily.net – Lahir di Pati pada 22 Desember 1990, Dimas Ardi Prasetya tumbuh dalam lingkungan yang dikenal sebagai kota pensiunan.
Ia menempuh pendidikan di SMP Negeri 1 Pati, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 3 Pati sebelum akhirnya diterima di program S1 Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB University, pada tahun 2009.
Sejak kecil, Dimas memiliki ketertarikan pada sastra dan seni lukis. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan sekolah, mulai dari OSIS hingga olimpiade.
Meskipun akhirnya memilih dunia teknik dan lingkungan, ia tetap mengenang kecintaannya pada bidang tersebut.
“Masa lalu bukan untuk dilupakan, tetapi untuk dikenang,” ujarnya dalam sebuah wawancara.
Kisahnya bisa disebut sebagai “tersesat di jalan yang benar.” Awalnya, ia bercita-cita menjadi guru Matematika dan sempat ingin masuk program D3 Teknik dan Manajemen Lingkungan.
Namun, takdir membawanya ke S1 Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. Walau pilihan itu tidak sesuai dengan ekspektasinya, ia tetap berusaha maksimal, bahkan langsung melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 setelah lulus S1.
Namun, perjalanannya di dunia akademik tidak selalu berjalan mulus. Di awal kuliah, Dimas sempat meremehkan studinya dan pernah memperoleh IP 1,89.
Ia menghadapi dilema besar: menyerah atau bangkit. Dengan dorongan dari ayahnya yang menginginkannya lulus tepat waktu, ia pun berjuang keras hingga akhirnya bisa menyelesaikan studi S1 dalam waktu kurang dari empat tahun dengan IPK yang memuaskan.
Perjalanan hidupnya semakin menarik ketika sebelum menyelesaikan studi S2, ia sudah menjadi dosen di program studi Teknik dan Manajemen Lingkungan IPB University.
Tak disangka, mimpinya untuk menjadi pengajar justru terwujud di bidang yang tidak ia duga sebelumnya.
Selain itu, ia juga mengajar di beberapa program studi lain, termasuk Perkebunan dan Industri Benih, serta sebagai dosen K3 di program Supervisor Jaminan Mutu Pangan.
Tantangan pertamanya sebagai dosen muncul ketika ia harus mengajar mahasiswa yang hanya tiga tahun lebih muda darinya.
Ia harus menemukan cara mengajar yang tepat agar dapat diterima oleh mahasiswanya. Dimas teringat pesan gurunya.
“Niatkan mengajar sebagai ibadah. Jika hanya mencari uang, kampus bukan tempatnya. Kampus adalah tempat untuk bersedekah ilmu.”
Sejak saat itu, ia menanamkan niat bahwa mengajar adalah bagian dari ibadah dan berbagi ilmu kepada generasi muda.
Selain berkarier di dunia akademik, Dimas juga aktif sebagai praktisi. Sejak semester 7 S1, ia mulai bekerja sebagai guru bimbingan belajar, mengajar Matematika, Fisika, dan Kimia untuk siswa SD, SMP, hingga SMA.
Ia juga terlibat sebagai konsultan di berbagai proyek, memberikan pengalaman langsung dalam dunia kerja.
Kariernya sebagai konsultan semakin berkembang, hingga ia pernah bekerja di beberapa kementerian, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Saat ini, ia masih menjabat di sekitar empat posisi konsultan, membuktikan kemampuannya dalam berbagai aspek teknik lingkungan.
Setelah menjadi dosen, Dimas juga bergabung dengan Kementerian Investasi BKPM sebagai tenaga ahli utama teknik lingkungan selama tiga tahun.
Latar belakangnya di bidang teknik sipil dan lingkungan menantangnya untuk memahami investasi, penanaman modal, serta aspek perizinan yang berkaitan dengan dunia usaha.
Meskipun perjalanannya di dunia praktisi penuh tantangan, Dimas selalu membagikan pengalaman berharga ini kepada mahasiswanya.
Baginya, ilmu yang diperoleh dari pengalaman lapangan adalah bekal penting bagi mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja.
Di tengah kesibukan sebagai dosen, konsultan, dan asesor, Dimas selalu memastikan keseimbangan dalam hidupnya.
Ia percaya bahwa manajemen waktu yang baik adalah kunci untuk menjaga produktivitas dan keseimbangan antara pekerjaan, istirahat, serta ibadah.
“Selama ibadah tetap terjaga, semuanya akan tetap terkendali,” ungkapnya.
Sebagai akademisi dan praktisi, Dimas menekankan pentingnya kemampuan analisis bagi mahasiswa.
Menurutnya, berpikir kritis dan logis menjadi kunci dalam bidang teknik lingkungan, terutama dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara keterampilan teknis (hard skill) dan keterampilan interpersonal (soft skill).
“Hard skill bisa dipelajari di bangku kuliah, tapi soft skill harus diasah melalui interaksi sosial, organisasi, dan pengalaman di luar akademik,” katanya.
Dimas berharap dunia pendidikan terus berkembang dan tidak hanya terpaku pada satu disiplin ilmu.
Ia percaya bahwa pendekatan lintas disiplin sangat diperlukan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di dunia nyata.
“Ilmu terus berkembang. Kita tidak bisa menyelesaikan masalah hanya dengan satu ilmu. Kita harus terus belajar,” pesannya.
Perjalanan hidup Dimas Ardi Prasetya menunjukkan bahwa jalan hidup tak selalu sesuai dengan rencana awal, tetapi bukan berarti itu adalah jalan yang salah.
Dengan tekad, usaha, dan keyakinan, setiap tantangan bisa menjadi batu loncatan menuju sesuatu yang lebih besar.
Dari seorang pecinta seni dan sastra yang ingin menjadi guru Matematika hingga akhirnya menjadi dosen dan praktisi di bidang teknik lingkungan, Dimas membuktikan bahwa kesuksesan bisa datang dari arah yang tak terduga.
Karena pada akhirnya, bukan hanya bagaimana kita memulai, tetapi bagaimana kita terus melangkah dan berkembang. ***
Vinda Ramadhani, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB