Bogordaily.net – Diera digital, cara manusia berkomunikasi terus mengalami evolusi seiring perkembangan teknologi. Sebelumnya, komunikasi di dunia maya mayoritas masih mengandalkan teks, baik melalui pesan singkat, email, maupun artikel. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, format komunikasi dalam bentuk video semakin mendominasi dengan salah satu platform yang paling berpengaruh dalam perubahan ini adalah TikTok, aplikasi berbagi video pendek yang telah mengubah cara masyarakat, khususnya Generasi Z (Gen Z) dalam mengekspresikan diri, menyampaikan informasi, dan berinteraksi secara digital.
TikTok pertama kali diperkenalkan oleh perusahaan teknologi asal Tiongkok, ByteDance, pada tahun 2016. Sejak saat itu, aplikasi ini berkembang pesat hingga memiliki ratusan juta pengguna di seluruh dunia. Bahkan, TikTok telah mencatat jumlah unduhan tertinggi, melampaui aplikasi media sosial besar lainnya seperti Facebook dan Instagram.
Data dari Sensor Tower Company menunjukkan bahwa pada tahun 2022, TikTok menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh secara global. Indonesia bahkan menjadi salah satu negara dengan jumlah pengguna terbesar, menunjukkan betapa kuatnya daya tarik platform satu ini bagi masyarakat, khususnya di kalangan anak muda.
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, menjadi kelompok utama pengguna terbesar TikTok. Generasi ini tumbuh di era teknologi yang serba cepat dan terbiasa dengan konten yang bersifat visual serta interaktif.
Berbeda hal seperti generasi-generasi sebelumnya yang lebih banyak berkomunikasi melalui tulisan atau percakapan langsung, Gen Z lebih nyaman berkomunikasi dengan mengekspresikan diri dalam bentuk video pendek yang dipadukan dengan musik, filter, dan efek kreatif lainnya.
Hal ini mencerminkan pergeseran preferensi komunikasi dari teks ke audiovisual sehingga informasi dapat disampaikan dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami.
TikTok tak hanya mengubah cara komunikasi, tetapi juga menciptakan bentuk interaksi sosial yang baru. Di platform ini, komunikasi tidak lagi sebatas kata-kata, tetapi juga melibatkan ekspresi wajah, bahasa tubuh, serta elemen-elemen visual lainnya.
Video-video TikTok sering kali mengandalkan tren yang memungkinkan pengguna untuk terlibat dalam interaksi global tanpa harus menggunakan bahasa yang sama. Oleh karnanya, dengan demikian, TikTok telah membentuk ekosistem komunikasi yang lebih inklusif dan universal, di mana pesan dapat disampaikan melalui gerakan dan ekspresi.
Selain sebagai alat komunikasi, TikTok juga telah menjadi media utama dalam penyebaran informasi. Saat ini, banyak pengguna yang lebih memilih mendapatkan berita, tips edukasi, atau rekomendasi produk melalui video pendek daripada membaca artikel panjang.
Konten yang dikemas secara menarik, kreatif dan informatif di TikTok memungkinkan informasi lebih cepat menyebar serta mudah dipahami oleh audiens. Bahkan, berbagai kampanye sosial, mulai dari isu lingkungan hingga advokasi hak asasi manusia, banyak mendapat perhatian besar melalui TikTok karena sifatnya yang mudah viral dan mampu menjangkau audiens dengan luas dalam waktu singkat.
Seiring berkembangnya TikTok, jenis konten yang tersedia juga semakin beragam. Saat ini, tidak hanya konten hiburan seperti menari dan menyanyi yang mendominasi, tetapi juga konten edukatif dan inspiratif.
Informasi dari Sensor Tower menunjukkan bahwa konten edukasi dan berbagi informasi menjadi kategori terbesar kedua yang diminati para kreator TikTok. Ini mencakup tutorial, tips kesehatan, life hacks hingga storytelling. Tak heran platform ini kian popular dan menjadi favorit banyak orang dalam beberapa waktu terakhir.
Namun, pergeseran komunikasi ini juga membawa tantangan tersendiri. Salah satu kekhawatiran utama adalah semakin menurunnya minat membaca teks panjang di kalangan Gen Z.
Kebiasaan mengonsumsi informasi dalam bentuk video pendek dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis dan pemahaman mendalam terhadap suatu topik. Psikolog dan ahli media, Sherry Turkle, menyatakan bahwa interaksi digital yang terlalu cepat dan dangkal dapat mempengaruhi hubungan interpersonal, di mana seseorang lebih banyak berkomunikasi melalui layar daripada secara langsung. Hal ini berpotensi mengurangi kualitas komunikasi tatap muka yang lebih kaya akan emosi dan empati.
Selain tantangan dalam komunikasi, TikTok juga membawa perubahan besar dalam dunia bisnis dan pemasaran. Dengan adanya fitur baru seperti TikTok Shop, pengguna dapat membeli produk langsung dari video yang mereka tonton, menciptakan pengalaman berbelanja yang lebih interaktif dan impulsif.
Banyak merek kini lebih memilih bekerja sama dengan influencer TikTok daripada menggunakan iklan konvensional karena efektivitas konten berbasis video dalam menarik perhatian konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa TikTok tidak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tetapi juga cara kita berbelanja dan membuat keputusan ekonomi.
Tak hanya dalam ranah bisnis, TikTok juga berperan besar dalam penyebaran budaya dan tren global. Banyak lagu, tantangan tarian, hingga gaya berpakaian yang berasal dari satu negara kemudian menjadi populer di berbagai belahan dunia berkat TikTok.
Platform ini telah mempercepat pertukaran budaya, memperkenalkan audiens global terhadap elemen-elemen budaya yang sebelumnya hanya dikenal secara lokal. Fenomena ini menunjukkan bahwa media sosial, khususnya TikTok, telah menjadi alat utama dalam membentuk tren budaya modern dan menghubungkan masyarakat dari berbagai latar belakang.
Meskipun memiliki tantangan, TikTok tetap menjadi simbol perubahan dalam cara Gen Z berkomunikasi. Dengan kreativitas tanpa batas dan teknologi yang terus kian berkembang, TikTok telah tumbuh lebih besar dari sekadar platform hiburan menjadi alat komunikasi yang mencerminkan dinamika sosial di era digital. Pergeseran dari teks ke video dalam komunikasi digital menunjukkan bahwa masa depan akan semakin bergantung pada format visual dan interaktif.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Marshall McLuhan, “media adalah pesan”—dan TikTok telah membuktikan bahwa cara kita berkomunikasi tidak hanya ditentukan oleh apa yang kita sampaikan, tetapi juga oleh bagaimana kita menyampaikannya. Dengan memahami fenomena ini, kita dapat lebih siap menghadapi era digital yang terus berkembang dan memanfaatkan teknologi dengan lebih bijak.***
Tania Putri Awinda