Bogordaily.net – Dalam kurun waktu beberapa minggu terakhir, berbagai platform media sosial di Indonesia dipenuhi oleh gelombang tagar #IndonesiaGelap yang menjadi simbol kuat dari perlawanan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dipandang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat kecil.
Gerakan ini tidak semata-mata terbatas pada dunia maya, melainkan juga terejawantahkan dalam bentuk aksi-aksi demonstrasi secara langsung di berbagai kota besar di seluruh Indonesia, menandakan bahwa kesadaran kritis generasi muda terhadap arah dan isi kebijakan negara semakin meningkat dan tidak dapat diabaikan begitu saja.
Gerakan yang kini menjadi perhatian publik ini berakar dari kebijakan yang sangat kontroversial yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, khususnya terkait pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang bertujuan memberikan makanan gratis di sekolah, namun ironisnya dibiayai dengan memotong anggaran negara dalam jumlah yang sangat signifikan, yakni sebesar Rp306,69 triliun dari APBN 2025.
Dampak dari pemotongan anggaran tersebut terasa langsung pada sektor-sektor vital yang sangat memengaruhi kehidupan rakyat sehari-hari, seperti bidang pendidikan, layanan kesehatan, serta subsidi energi.
Tak heran jika tagar #IndonesiaGelap menjadi ruang pelampiasan dan wadah ekspresi kekecewaan, bahkan kemarahan publik yang merasa hak-haknya terancam dan tidak mendapat perhatian layak dari pemerintah.
Namun demikian, gerakan ini tidak hanya bertumpu pada isu pemangkasan anggaran saja, melainkan juga turut menyoroti isu yang jauh lebih serius, yakni revisi terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dinilai berpotensi mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil.
Salah satu poin krusial yang dipermasalahkan adalah adanya ketentuan yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil di kementerian atau lembaga negara, yang memunculkan kekhawatiran akan potensi kembalinya praktik dwifungsi ABRI yang pernah mendominasi era Orde Baru dan menjadi ancaman serius bagi sistem demokrasi yang selama ini dijaga dengan susah payah.
Dalam hal ini, kalangan akademisi dan mahasiswa secara tegas menyatakan bahwa prinsip demokrasi dan supremasi sipil harus dijaga agar tidak tergerus oleh kekuasaan yang cenderung otoriter.
Fenomena gerakan #IndonesiaGelap sejatinya menegaskan bahwa mahasiswa Indonesia, sebagaimana dalam sejarah panjang perjalanan bangsa ini, masih tetap memainkan peran sentral sebagai agen perubahan sosial dan penjaga moral bangsa.
Melalui pemanfaatan media sosial sebagai alat mobilisasi massa yang efektif, mahasiswa mampu menggalang dukungan lintas generasi dan menyuarakan aspirasi rakyat dengan cara yang cepat, masif, dan terorganisir.
Akan tetapi, perjuangan ini tidaklah mudah, karena mereka juga harus siap menghadapi berbagai bentuk tantangan seperti upaya represi, pembungkaman kritik, serta stigmatisasi yang datang dari pihak-pihak yang merasa terusik oleh gerakan mereka.
Sudah seharusnya pemerintah tidak menanggapi gerakan ini secara reaktif dan represif, tetapi menjadikannya sebagai cermin reflektif untuk mengevaluasi kebijakan serta pola komunikasi publik yang selama ini digunakan.
Dialog yang terbuka, jujur, dan inklusif antara pemerintah dan kelompok masyarakat sipil, terutama generasi muda, harus diprioritaskan agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan.
Partisipasi aktif publik dan ruang kritik yang sehat adalah pilar utama dalam membangun demokrasi yang kokoh dan berkeadilan.
Sebagai penutup, gerakan #IndonesiaGelap hadir sebagai pengingat penting bagi seluruh elemen bangsa bahwa demokrasi sejatinya bukanlah sebuah tujuan akhir yang statis, melainkan merupakan proses dinamis yang terus berkembang melalui keterlibatan aktif warga negara.
Mahasiswa, dengan idealismenya yang tinggi dan keberaniannya dalam menyuarakan kebenaran, telah membunyikan lonceng peringatan bahwa ada ketimpangan yang harus segera diperbaiki.
Kini, saatnya bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk membuka telinga dan hati, agar Indonesia benar-benar berjalan menuju masa depan yang lebih terang, adil, dan demokratis.***
Muhammad Zaki Mubarok
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media,Sekolah Vokasi IPB