Thursday, 24 April 2025
HomeBeritaJutaan Pihak Menjadi Korban Kasus Kebocoran Data, Apa Langkah yang Perlu Diperhatikan?

Jutaan Pihak Menjadi Korban Kasus Kebocoran Data, Apa Langkah yang Perlu Diperhatikan?

Bogordaily.net – Sejak memasuki abad ke-20, internet telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Manusia dapat saling terhubung dengan individu lain serta mengakses berbagai informasi berkat kehadiran internet. Selain keuntungan kehadiran teknologi internet juga berpotensi terjadinya kebocoran data.

Tak hanya berhenti di situ, internet akan selalu berkembang sampai waktu yang tak dapat diprediksi.

Hingga saat ini, internet telah bertransformasi menjadi jejaring sosial media. Berbagai platform hadir agar hubungan antar individu dapat tetap terjaga tanpa harus bertemu secara langsung.

Dampak positif dapat dirasakan jutaan manusia berkat kehadiran internet, disusul dengan jumlah angka manusia yang menjadi korban penyalahgunaan internet oleh berbagai oknum.

Kasus pada platform digital telah menyeret jutaan pihak untuk menjadi korban maupun pelaku. Penipuan, penyebaran disinformasi, peretasan akun hingga kebocoran data kerap terjadi dan merugikan banyak pihak.

Kasus Kebocoran Data Pada Instansi Pemerintah
Salah satu kasus yang hingga saat ini masih sering terjadi ialah kebocoran data. Pada beberapa tahun terakhir, masyarakat Indonesia telah menyaksikan banyaknya serangkaian kasus kebocoran data pengguna platform digital.

September 2024 lalu diduga sebanyak enam juta nomor pokok wajib pajak (NPWP) bocor dan diperjualbelikan dengan harga senilai Rp150 juta.

Data yang dijual termasuk nomor induk kependudukan (NIK), nomor telfon seluler, dan surat elektronik. Dari enam juta data tersebut, mantan presiden Indonesia, Joko Widodo, turut menjadi korban peretasan data.

Tak hanya itu, beberapa tokoh penting negara mendapat imbas atas kelemahan perlindungan data.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti, buka suara atas kasus yang terjadi, “Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, data log access dalam enam tahun terakhir menunjukkan tidak ada indikasi yang mengarah pada kebocoran data langsung dari sistem informasi DJP.”

Kasus kebocoran data yang merugikan jutaan orang tersebut bukanlah kasus terbesar yang terjadi. Beberapa kasus lain bahkan menyangkut belasan juta orang sebagai korban.

Kasus ini merupakan krisis yang harus segera ditangani karena belasan juta orang bukanlah jumlah yang sedikit.

Jika satu kasus mengorbankan jutaan orang, lantas berapa ratus juta orang yang telah terseret akibat banyaknya kasus kebocoran data.

Instansi pemerintah kerap menjadi korban atas peretasan dan kebocoran data. Namun, hal serupa pun terjadi pada beberapa platform e-commerce. Jutaan data pengguna pada berbagai platform tersebar dan diperjualbelikan secara ilegal dalam pasar gelap.

Kemudahan berbelanja secara daring berubah menjadi mimpi buruk para pengguna yang rugi atas penjualan data pribadinya. Berbagai data pribadi seperti nomor telfon, alamat, surat elektronik tersebar di pasar gelap karena perbuatan berbagai oknum.

Berbelanja Online Tak Lagi Menyenangkan Akibat Minimnya Perlindungan Data Pengguna
Pada tahun 2020, sebanyak 91 juta data pengguna Tokopedia mengalami kebocoran dan diperjualbelikan.

Data tersebut mencakup nama, tanggal lahir, jenis kelamin, akun, hingga kata sandi yang telah dienkripsi. Pada tahun 2019, Tokopedia menyatakan terdapat 91 juta akun aktif di platformnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh penggunanya menjadi korban atas peretasan data.

Kasus serupa terjadi pada tahun yang sama, hampir sebanyak 13 juta pengguna Bukalapak menjadi korban peretasan dan kebocoran data. Data tersebut diperjualbelikan di forum pasar gelap yang sama dengan oknum peretasan data Tokopedia.

Dikutip melalui CNN Indonesia, data yang dijual tertanggal pada tahun 2017. Akun lain juga menjual sebanyak 12 juta data pengguna Bukalapak, beberapa pihak yang menjadi korban bahkan pendiri Bukalapak, Fajrin Rasyid hingga Ahmad Zaky.

Faktor dan Strategi Efektif dalam Penjagaan Data Pribadi
Kebocoran data dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor, baik dari pengembang platform maupun pengguna. Pada sisi pengembang platform, kebocoran data dapat terjadi akibat serangan siber atau kelemahan sistem keamanan.

Sementara pada sisi pengguna, kebocoran data dapat disebabkan oleh kelemahan kata sandi, kurangnya kepedulian atas informasi pribadi, atau menjadi korban phishing.

Data pribadi yang bocor dapat disalahgunakan untuk tujuan negatif, seperti pencurian identitas bahkan penipuan. Selain itu, reputasi pengguna dapat tercemar sehingga menimbulkan kerugian secara finansial.

Berdasarkan banyaknya kasus kebocoran data yang terjadi dalam waktu satu tahun, penanganan kasus masih belum dijalankan secara maksimal. Diperlukan kerja sama antara pengguna, pengembang platform, serta pemerintah.

Pengguna harus lebih berhati-hati dalam pemanfaatan platform digital, pengembang platform harus meningkatkan sistem keamanannya, serta pemerintah harus membuat regulasi yang lebih ketat atas perlindungan data pribadi.

UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menuliskan sembilan hak konsumen, hak kelima bertuliskan, “Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.”

Tak dijelaskan secara eksplisit, namun perlindungan data konsumen yang dimaksud termasuk data pribadi pengguna yang terdaftar dalam e-commerce.

Pemerintah sebagai instansi yang berwenang dapat melakukan upaya penindakan terhadap pelaku kebocoran data dengan memberi sanksi pidana sesuai UU yang tertulis.

Sanksi tersebut diharapkan memberi efek jera bagi para pelaku kebocoran data. Korban akan mendapat kejelasan dan kepastian hukum untuk melaporkan permasalahannya. Regulasi dan pengawasan yang ketat meminimalisir penyebaran informasi ilegal dan penyalahgunaan platform digital.

Pengembang platform digital memegang tanggung jawab besar atas keamanan privasi pengguna. Sistem keamanan perlu ditingkatkan untuk melindungi data pribadi dari ancaman peretasan.

Fitur-fitur keamanan perlu dikembangkan agar pengguna mendapat kontrol yang lebih besar atas data yang diserahkan pada platform digital. Transparansi oleh pengembang platform dapat meningkatkan kepercayaan penggunanya. Pengguna juga memiliki peran krusial atas penjagaan keamanan data pribadinya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya meningkatkan kesadaran mengenai resiko penyalahgunaan platform digital, membatasi interaksi dengan orang yang tak dikenal, membuat kata sandi yang tak mudah diretas, serta melaporkan konten negatif yang ditemukan. Kesadaran pengguna yang tinggi meningkatkan kewaspadaan pengguna terhadap potensi ancaman.***

Fitria Rahma Cahyani, Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here