Saturday, 19 April 2025
HomeBeritaLedakan Ekosistem Pelari di Perkotaan yang Melahirkan Subkultur Baru dalam Dunia lari,...

Ledakan Ekosistem Pelari di Perkotaan yang Melahirkan Subkultur Baru dalam Dunia lari, Mengapa?

Bogordaily.net – Jumlah pelari di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bertebarannya event lari serta semakin banyaknya influencer yang berkontribusi dalam mempopulerkan olahraga ini menjadi konkrit bahwa lari bukan hanya sekadar aktivitas fisik yang klise. Lari kini menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban. Banyak orang yang menjadikan lari sebagai hobi dan gaya hidup baru, bahkan membentuk perkumpulan yang bersifat komunal.

Dalam gambaran besar saat ini perkumpulan lari yang bersifat komunal terbagi menjadi dua kelompok besar, kita bisa melihat perbedaan preferensi mereka dalam hal
berpakaian. Pertama, sebuah komunitas yang memadukan pakaian daily wear seperti kaos band dengan celana, sepatu sport wear, dan aksesoris lainnya. Lalu, ada juga kelompok yang lebih memilih pakaian sport casual pada umumnya, tanpa mempermasalahkan aspek estetika.

Kedua komunitas ini, meskipun memiliki gaya yang berbeda, memiliki pandangan yang menganggap lari bukan hanya olahraga fisik, tetapi sarana rekreasi dan juga cara
mengekspresikan diri.

Olahraga yang menjadi bagian dari gaya hidup
Salah satu contoh yang menarik adalah kegiatan berlari yang diorganisir oleh USS Running Club dengan nama “Run In Cotton”. Kegiatan ini bukan hanya bertujuan untuk berolahraga saja, tetapi juga sebagai sarana rekreasi untuk mengurangi stres akibat dunia kerja yang penuh tekanan.

Dalam pengemasan kontennya di media sosial, mereka
menunjukkan sisi kreatifitas dengan foto-foto eksperimental, desain visual yang mengikuti tren. Ini membuktikan bahwa berlari sudah menjadi lebih dari sekadar kegiatan fisik.

Aktivitas ini juga menjadi salah satu sarana untuk meredakan ketegangan kehidupan.
Selain itu, berlari menjadi aktivitas yang membawa spirit yang sama antar anggotanya. Banyak orang yang tergabung dalam Running Club merasakan manfaat tambahan berupa rasa saling mendukung dan koneksi dengan sesama anggota komunitas. Hal ini seringkali berlanjut ke interaksi sosial yang lebih luas, seperti acara sosial atau bahkan project yang bahkan tidak linear dengan kegiatan lari.

Mengapa Ekosistem Pelari Meledak di Perkotaan?
Ada beberapa alasan mengapa ekosistem pelari semakin berkembang di perkotaan. Pertama, pembangunan infrastruktur pedestrian yang masif di kota-kota besar memberikan kenyamanan bagi pelari, pejalan kaki, dan pesepeda. Bahkan, DKI Jakarta sudah memiliki sekitar 300 kilometer area pedestrian yang terintegrasi dengan transportasi umum, membuat aktivitas berlari semakin nyaman dan aman. Fasilitas ini sangat membantu para pelari, yang sebelumnya terhambat oleh kondisi jalan yang tidak ramah bagi pejalan kaki atau pelari.

Kedua, berlari adalah olahraga yang sangat praktis. Dibandingkan dengan olahraga lain seperti bersepeda, berlari tidak memerlukan banyak perlengkapan. Cukup dengan sepatu olahraga dan pakaian yang nyaman, kita bisa langsung mulai berlari kapan saja dan di mana saja.

Tren ini hampir mirip dengan tren bersepeda yang muncul pasca-pandemi COVID-19. Saat itu, masyarakat yang sudah lama terkungkung di rumah mencari alternatif kegiatan fisik yang menyegarkan dan bisa dilakukan dengan mudah. Inilah yang mendorong orang-orang kembali berolahraga, dan lari menjadi pilihan yang sangat tepat.

Dengan demikian, berlari memenuhi kebutuhan gaya hidup yang serba cepat dan
praktis di perkotaan. Aktivitas ini dapat dilakukan di waktu luang yang terbatas, bahkan di sela-sela kesibukan harian. Ini membuat lari menjadi olahraga yang ideal bagi banyak orang yang memiliki jadwal padat namun tetap ingin menjaga kesehatan tubuh.

Dampak terhadap Industri Kreatif
Ledakan ekosistem pelari ini membawa dampak besar pada industri kreatif, yang
menggabungkan elemen olahraga, teknologi, seni, dan inovasi. Salah satu dampaknya adalah semakin banyaknya event lari yang bermunculan, seperti half marathon, fun run, dan event lari lainnya. Salah satu yang paling terkenal adalah ‘Pocari Sweat Run’, yang diikuti oleh lebih dari 42.000 pelari dari seluruh Indonesia, baik secara langsung maupun online.

Ini menunjukkan bahwa berlari kini bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal komunitas dan gaya hidup yang mendunia. Event-event seperti ini tidak hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga perayaan kebersamaan dan gaya hidup sehat. Di sisi lain, perkembangan ekosistem ini juga melahirkan inovasi baru dalam dunia fotografi olahraga.

Salah satunya adalah aplikasi FOTOYU, sebuah platform yang memungkinkan pengguna, khususnya para pelari dan pesepeda, untuk membeli dan menjual foto-foto yang mereka ambil.

Setiap hari, ribuan transaksi jual beli foto terjadi di aplikasi ini, memberikan peluang bagi para fotografer untuk mengembangkan bisnis mereka dalam bidang sport photography.

Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem pelari turut memengaruhi sektor industri kreatif dan membuka peluang baru di dunia digital.

Selain itu, adanya brand-brand olahraga yang semakin meluncurkan produk-produk khusus untuk para pelari turut memperkaya pasar. Inovasi dalam desain sepatu, pakaian, dan aksesori lari yang semakin nyaman dan stylish menjadi daya tarik tersendiri.

Tidak hanya itu, teknologi wearable seperti smartwatch dan aplikasi pelacakan aktivitas juga semakin canggih, yang memungkinkan pelari untuk memantau dan meningkatkan performa mereka. Semua ini membuka ruang baru bagi industri kreatif untuk terus berkembang, menawarkan berbagai solusi bagi para pelari dan pecinta olahraga.

Penghujung
Tren berlari yang berkembang pesat di Indonesia bukan hanya sekadar fenomena yang muncul dalam waktu singkat. Lari telah menjadi bagian dari gaya hidup urban, bahkan
identitas sosial bagi banyak orang.

Dengan adanya infrastruktur yang mendukung, preferensi masyarakat yang lebih menyukai aktivitas praktis, serta dampaknya terhadap industri kreatif, kita dapat melihat bahwa ekosistem pelari ini berpotensi berkembang lebih jauh lagi.

Berlari bukan lagi hanya soal fisik, tetapi juga tentang bagaimana seseorang mengekspresikan diri, berinteraksi dalam komunitas, dan mencari cara untuk menjaga keseimbangan hidup di tengah kesibukan kota.

Dengan semua elemen ini, berlari bukan sekadar olahraga, tetapi telah menjadi bagian dari kebudayaan dan ekosistem kreatif yang saling terhubung. Ke depannya, kita bisa melihat lebih banyak inovasi yang akan terus memperkaya pengalaman berlari, menciptakan peluang baru bagi para pelari, serta memperluas dampaknya terhadap masyarakat urban secara keseluruhan.***

Oleh: Andika Rizki Hadiana Putra Mahasiswa Komunikasi Digital & Media Sekolah Vokasi IPB

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here