Bogordaily.net – Amata Fami tak serta-merta lahir dari ruang perkuliahan. Sebelum menjadi dosen, ia lebih dulu berkecimpung di industri kreatif sebagai praktisi di agensi periklanan. Latar akademiknya berasal dari dua institusi desain ternama, yakni: Institut Teknologi Nasional (S1 Desain Komunikasi Visual) dan Institut Teknologi Bandung (S2 Desain).
Cita-citanya sejak kecil adalah menjadi guru. Keinginan itu, kemudian dipadukan dengan ketertarikan yang mendalam terhadap desain digital dan pengalaman pengguna (UX), mendorongnya untuk mengabdi sebagai dosen. Program Studi Teknologi Rekayasa Perangkat Lunak (TPL) Sekolah Vokasi IPB University menjadi tempat ia mewujudkan dua dunia, akademik dan industri dalam satu kesempatan.
Amata melihat peluang besar untuk mengintegrasikan pengalamannya di industri kreatif ke dalam sistem pendidikan vokasi. Ia ingin mahasiswa tak hanya menguasai perangkat lunak secara teknis, akan tetapi juga mempunyai empati desain dan kemampuan berpikir kritis layaknya pelaku industri.
Menurutnya, metode kuliah konvensional tak lagi cukup. Mahasiswa, khususnya di Program Studi Teknologi Rekayasa Perangkat Lunak, harus siap dengan tantangan nyata. Maka dari itu, ia menerapkan pendekatan Project-Based Learning (PjBL) dan experiential learning, yang menekankan praktik dan problem solving secara langsung.
Metode ini juga dilengkapi dengan pendekatan design thinking, untuk menumbuhkan kepekaan mahasiswa terhadap kebutuhan pengguna. Mahasiswa tak hanya belajar teori, tetapi diminta untuk merancang project, menghadapi klien, dan menyelesaikan tantangan layaknya pelaku industri.
Dalam mata kuliah Proyek Pengalaman Pengguna, Amata mengembangkan tiga keterampilan pembelajaran utama:
1. Self-Learning Path, memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi materi sesuai minat dan kecepatan belajar masing-masing;
2. Strategi Rekognisi, yakni menjadikan partisipasi lomba sebagai bagian dari proses belajar; dan
3. Proyek Kolaborasi, yang melibatkan klien di dunia nyata..
Tidak membutuhkan waktu yang lama, hasil pembelajaran inovatif ini mulai membuahkan hasil. Mahasiswa TPL berhasil meraih puluhan penghargaan di berbagai kompetisi nasional, mulai dari desain poster, UI/UX hingga business plan dan videografi. Bagi Amata, pencapaian ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan buah dari sistem belajar yang mendorong kreativitas, kolaborasi, dan keberanian mahasiswa untuk tampil di depan umum.
Ia meyakini bahwa kemenangan bisa dirancang, bukan sekadar faktor keberuntungan. Kompetisi dapat dijadikan ajang untuk melatih komunikasi, manajemen waktu, problem solving, hingga membangun mental yang tahan di bawah tekanan. Semua itu, menurutnya, adalah kompetensi yang penting di dunia kerja.
Meski hasilnya bagus, bukan berarti prosesnya tanpa kendala atau hambatan. Salah satu tantangan terbesar bagi Amata adalah menghilangkan keraguan yang ada di dalam banyak diri mahasiswa. Banyak mahasiswa yang merasa tidak cukup berbakat, atau bahkan merasa kompetisi tersebut bukan ditujukan untuk mereka.
Amata berusaha keras membangun kepercayaan diri itu. Ia yakin bahwa banyak mahasiswa yang sebenarnya mempunyai potensi begitu besar, hanya saja mereka belum menemukan pijakan yang kokoh untuk tumbuh. Amata menyesuaikan pendekatan mengajarnya agar adaptif, sehingga mahasiswa merasa dihargai, bukan dinilai berdasarkan angka semata.
Dari sekian banyak kenangan, satu yang tak pernah Amata lupakan adalah ketika mahasiswa angkatan 59 mengadakan sharing session dengan angkatan 60. Dalam sesi itu, mahasiswa angkatan 59 menceritakan perjalanan mereka mengikuti lomba, mulai dari merancang konsep, sempat berada di bawah tekanan, hingga akhirnya meraih kemenangan.
Bagi Amata Fami, momen itu menyentuh bukan karena semangat berbagi yang ditujukan bagi para mahasiswa, tetapi juga karena ia melihat perubahan mahasiswa angkatan 59 yang awalnya ragu, lalu menjadi individu yang inspiratif. Ia bahkan baru mengetahui bahwa sebagian dari mereka menerima hadiah kompetisi hingga puluhan juta rupiah. Sebuah bukti keberhasilan yang menurutnya tidak hanya akademik, namun juga material.
Amata menyimpan harapan besar bagi mahasiswa IPB University, terutama yang tertarik pada UI/UX dan dunia digital kreatif. Ia ingin mereka terus mengeksplorasi diri, menambah wawasan, membangun portofolio, dan tentu, berani mencoba. Menurutnya, mahasiswa IPB University memiliki talenta yang besar, hanya saja sering kali kurang percaya diri.
Amata Fami, juga berharap agar program studi di IPB University terus memperbarui kurikulumnya agar tetap relevan dengan kebutuhan industri. Dunia digital bergerak dengan cepat, dan pendidikan harus bisa mengikuti kecepatannya. Ia ingin melihat lebih banyak mahasiswa IPB University sukses, bukan hanya di tingkat lokal, tetapi juga nasional dan global.
Bagi Amata Fami, menjadi dosen bukan sekadar profesi, tetapi sebuah bentuk tanggung jawab untuk menyalakan keyakinan dalam diri mahasiswa. Ia percaya, di balik setiap keberhasilan, tentu ada bimbingan yang konsisten, kepercayaan diri yang dibangun, dan ruang yang aman untuk mereka tumbuh. Karena sejatinya, pendidikan bukan hanya soal menyampaikan materi, tetapi soal memberdayakan manusia untuk menunjukkan potensi terbaiknya.
Fairuz Zain
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah IPB University