Thursday, 17 April 2025
HomeBeritaMengapa Konten Viral lebih Menarik Perhatian Dibandingkan Berita yang Penting?

Mengapa Konten Viral lebih Menarik Perhatian Dibandingkan Berita yang Penting?

Bogordaily.net – Fenomena konten viral merupakan konten yang memikat perhatian khalayak dan menyebar dengan cepat di media sosial, baik itu berupa foto, video, berita dan trend yang sedang populer. Fenomena ini sudah menjadi konsumsi bagi para pengguna media sosial. Dibalik melesatnya konten viral yang membuat khalayak sangat terpaku, menjadi sangat kontras jika dibandingkan dengan berita-berita penting.

Ketika suatu konten viral yang berisi informasi yang mungkin tidak sesuai dengan berita yang aslinya ini bisa terjadi dikarenakan saat ini perilaku pengguna lebih menyukai dan mementingkan sensasi dari konten viral tersebut dibandingkan berita yang sebenarnya. Dan ini tentu sangat relevan dengan melesatnya teknologi dan internet yang membuat konten viral tersebut menyebar sangat cepat.

Hal ini menjadi keadaan terbalik jika berbicara mengenai berita-berita penting, yang mana substansi pada berita tersebut merupakan berita yang benar. Berita yang penting cenderung isinya perlu dibaca secara mendalam untuk dipahami oleh khalayak, dan tidak semua audiens membaca secara teliti sedangkan konten viral yang mana mungkin beberapa isinya singkat, ramai dibicarakan, dan orang-orang langsung mempercayai konten tersebut.

Didukung juga dengan isi informasi tersebut mengandung hiburan, isu para influencer, atau sebagainya. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis fakfak-faktor yang menyebabkan perbedaan antara konten viral yang lebih memikat khalayak dibandingkan berita-berita yang sebenarnya lebih penting dan benar.

Psikologi Audiens dan Pola Konsumsi Digital
Menurut databoks katadata pada tahun 2024, frekuensi penggunaan masyarakat di Indonesia rata-rata menghabiskan waktu dalam menggunakan media sosial sebanyak 3 jam 14 menit per hari dan 81% mengakses setiap hari. Hal ini yang menjadikan konten viral sangat begitu cepat menyebar. Konten viral juga dapat memicu emosi para khalayak, entah yang viral merupakan konten yang mengandung hal lucu, kesedihan, mengejutkan dan sebagainya.

Sedangkan untuk berita-berita penting yang cenderung lebih serius dan butuh pemikiran yang mendalam. Ini terbukti dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Berger dan Milkman (2012) dalam jurnal “What Makes Online Content Viral?” menemukan bahwa konten yang membangkitkan emosi kuat, baik positif maupun negatif, lebih cenderung menjadi viral dibandingkan konten netral.

Di era digital, pola konsumsi informasi telah berubah secara drastis. Audiens kini lebih menyukai konten yang singkat, cepat dikonsumsi, dan mudah dipahami. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah informasi yang tersedia serta cara kerja platform digital yang mendorong keterlibatan pengguna dalam waktu singkat.

Sebagai contoh berita tentang kesehatan mental remaja akibat kecanduan media sosial yang didukung oleh data dan fakta sering kalah populer dibandingkan dengan perdebatan permasalahan yang dialami influencer terkenal. Ini bukan berarti berita penting tidak memiliki nilai, tetapi cara penyajiannya yang lebih serius membuatnya kurang menarik algoritma yang mengutamakan engagement tinggi.

Ketika satu orang membagikan konten yang menarik, lingkaran sosialnya cenderung ikut melihat dan membagikan ulang, menciptakan efek bola salju yang mempercepat penyebaran informasi

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi preferensi ini adalah menurunnya rentang perhatian (attention span). Sebuah studi dari Microsoft (2015) menunjukkan bahwa rentang perhatian manusia telah berkurang menjadi sekitar delapan detik, lebih pendek dibandingkan dua dekade sebelumnya.

Hal ini membuat orang cenderung lebih memilih konten yang dapat dikonsumsi dalam hitungan detik atau menit, seperti video TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts, dibandingkan artikel panjang atau berita mendalam. Hal ini didukung juga dengan adanya algoritma yang mendorong keterlibatan tinggi pada konten yang menghibur.

Peran Media Sosial dan Algoritma dalam Menentukan Popularitas Konten
Media sosial mainstream seperti TikTok, Instagram, dan X itu lebih memprioritaskan engagement yang tinggi. Contohnya Tiktok, algoritma Tiktok ditekankan pada viralitas, sehingga video dari pengguna mana pun berpotensi menjadi viral tanpa melihat jumlah pengikut.

Waktu menonton pun juga menjadi sinyal utama dalam algoritma TikTok. Jika pengguna menonton video hingga selesai atau berulang-ulang, TikTok akan memprioritaskan video yang serupa. Algoritma media sosial dirancang untuk mempertahankan perhatian pengguna selama mungkin di platform tersebut.

Dilihat dari bagaimana cara bekerja Algoritma diatas ini menjadikan bahwa video yang lebih menarik perhatian khalayak, seperti mendapatkan engagement yang tinggi ini yang menjadikan lebih banyak dikonsumsi dibandingkan berita-berita penting lainnya.

Konten-konten viral lebih mudah dibagikan karena formatnya yang menarik, seperti videonya yang pendek, meme, dan sebagainya. Konten tersebut juga yang makin banyak dilihat oleh khalayak, atau bahkan diikuti oleh mereka. Berbanding terbalik dengan berita penting yang memerlukan konteks yang lebih mendalam dan kurang menarik bagi khalayak.

Dampak dari fenomena ini bisa bersifat positif maupun negatif. Di satu sisi, konten viral dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu tertentu jika dikemas dengan baik. Namun, di sisi lain, berita penting seringkali terabaikan, dan yang lebih mengkhawatirkan, hoaks atau misinformasi dapat menyebar lebih cepat daripada informasi yang akurat.

Untuk mengatasi tantangan ini, media dan jurnalis perlu beradaptasi dengan tren digital tanpa mengorbankan kualitas informasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengemas berita dalam format yang lebih menarik, seperti video pendek, infografis, atau storytelling interaktif, sehingga lebih mudah dicerna oleh audiens digital.

Pada akhirnya, keseimbangan antara hiburan dan informasi sangat diperlukan. Media harus lebih inovatif dalam menyajikan berita agar tetap relevan di era digital, sementara masyarakat juga perlu lebih bijak dalam memilih informasi yang mereka konsumsi. Dengan demikian, berita penting tidak akan tenggelam di tengah arus konten viral yang terus berkembang pesat.***

Lintang Asya Arita Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here