Bogordaily.net – Pendidikan merupakan langkah utama untuk membangun masyaakat yang cerdas, berdaya saing, dan mampu berkontribusi terhadap kemajuan bangsa. Sistem Pendidikan yang baik harus setidaknya memiliki elemen yang dapat memberikan peluang yang adil bagi seluruh masyarakat disertai denga akses yang merata.
Kebijakan terkait pendidikan harus dirancang dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti pemberian kesempatan yang merata, kualitas pembelajaran, hingga kesiapan yang matang pada infrastruktur dan tenaga pendidik.
Dilantiknya Prof. Abdul Mu’ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah pada Oktober 2024 lalu membawakan kebijakan baru untuk sistem Pendidikan di Indonesia. Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kini berubah menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Berubahnya sistem ini membawa sejumlah perubahan signifikan yang turut memunculkan berbagai reaksi dari masyarakat. Beberapa pihak menyambut baik kebijakan baru ini karena dinilai mampu untuk menciptakan sistem baru yang lebih transparan dan adil sehingga calon siswa memiliki kesempatan yang lebih merata.
Namun, di sisi lain muncul keresahan mengenai dampak buruk yang terjadi terkait pengurangan kuota pada jalur domisili yang sebelumnya disebut jalur zonasi.
Keresahan terhadap Sistem SPMB
Jalur Domisili mempertimbangkan jarak antara tempat tinggal siswa dengan sekolah sebagai faktor utama penerimaan. Kuota jalur domisili pada jenjang SMP menurun dari 50% menjadi 40%, sementara pada jenjang SMA menurun dari 50% menjadi 30%.
Hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan karena calon siswa yang memenuhi kategori pada jalur domisili memiliki sedikit kesempatan untuk diterima di jalur ini, terlebih maraknya praktik kecurangan memanipulasi alamat menjadi domisili fiktif semakin merugikan calon siswa yang benar-benar berdomisili di dekat sekolah.
Persaingan di jalur lain pun akan semakin ketat, terutama pada jalur prestasi akademik dan non-akademik yang lebih banyak diisi oleh siswa yang berasal dari keluarga yang mampu.
Hal ini juga dibersamai dengan kemungkinan adanya peningkatan siswa yang ingin masuk sekolah swasta karena pertimbangan jarak sekolah apabila tidak diterima di sekolah domisilinya, Namun, keresahan lainnya akan muncul bagi siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu karena biaya yang dikeluarkan untuk bersekolah di sekolah swasta tidaklah kecil, hal tersebut dapat menyebabkan tekanan pada psikologis siswa.
Apabila siswa terpaksa harus bersekolah di sekolah yang bukan dari daerah domisilinya maka mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk transportasi disertai dengan waktu tempuh yang lebih lama.
Apabila semakin banyak siswa yang harus melakukan perjalanan jauh maka potensi kepadatan lalu lintas akan semakin tinggi, terutama di pagi dan siang hari yang dapat berdampak negative terhadap mobilitas masyarakat secara keseluruhan. Ini menjadikan sistem domisili tidak lagi efektif untuk diterapkan.
Solusi terhadap kebijakan baru SPMB
Pengurangan kuota pada jalur domisili akan efektif apabila kualitas pendidikan yang ada telah merata, karena dengan begitu orang-orang tidak akan berlomba-lomba untuk masuk ke sekolah favorit tertentu.
Peningkatan kapasitas sekolah negeri juga merupakan langkah yang efektif, pemerintah perlu membangun sekolah-sekolah baru ataupun meningkatkan kapasitas sekolah yang sudah ada sehingga dapat menampung lebih banyak siswa.
Penguatan pada jalur afirmasi pun perlu dilakukan agar siswa dari keluarga yang kurang mampu dapat tetap memiliki kesempatan yang sama.
Selain itu pemerintah juga dapat bekerja sama dengan sekolah swasta untuk memberikan subsidi apabila sekolah negeri yang ada di domisili siswa tidak dapat lagi menampung lebih banyak siswa, dengan begitu siswa yang memiliki kekurangan tetap bisa bersekolah di sekolah yang layak dan memiliki Pendidikan yang berkualitas.
Tidak hanya dari sisi pemerintah saja, namun kelayakan siswa juga perlu ditingkatkan, apabila tidak bisa mengikuti jalur domisili maka para siswa perlu selangkah lebih maju mempersiapkan diri untuk menguatkan potensi mereka di bidang akademik ataupun non akademik agar lebih aman ketika harus bersaing di jalur akademik dan jalur non akademik.
Hal tersebut harus selalu diiringi oleh dukungan orang tua dan guru untuk selalu memberikan motivasi kepada siswa untuk melakukan dan memperjuangkan yang terbaik bagi pendidikannya.
Evaluasi Tetap Perlu Dilakukan
Sebagaimana mestinya, evaluasi terhadap sistem SPMB ini tetap harus dilakukan guna menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan masyarakat serta mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dalam pelasanaannya. Evaluasi dapat dilakukan secara berkala melalui survei, kajian akademik, serta diskusi dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk sekolah, orang tua siswa, dan juga siswa itu sendiri.
Evaluasi ini harus mencakup efektivitas sistem SPMB dalam meningkatkan pemerataan pendidikan, mengidentifikasi kendala yang muncul, serta menyesuaikan kebijakan berdasarkan data yang ada. Apabila proses evaluasi berjalan dengan baik dan memiliki transparansi serta basis bukti yang kuat, maka kebijakan SPBM dapat terus disempurnakan agar lebih adil dan efektif untuk jangka panjang.***
Kayla Qathrunnada Khairunnisa
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB