Tuesday, 15 April 2025
HomeBeritaNerimo Ing Pandum Rahasia Tri Budiarto dalam Inovasi Pertanian

Nerimo Ing Pandum Rahasia Tri Budiarto dalam Inovasi Pertanian

Bogordaily.net – Mengawali Langkah dari Keberuntungan Menjalani Takdir
Perjalanan hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, tetapi bagi Tri Budiarto, setiap persimpangan membawa peluang baru. Sejak kecil, ia tak pernah membayangkan berkarier di dunia akademik dan pertanian. Namun, keberanian mengambil peluang, bahkan yang tak direncanakan, justru membawanya ke jalan yang lebih bermakna.

Filosofi Nerimo ing Pandum bukan sekadar keyakinan, tetapi juga cara hidup yang mengajarkannya untuk selalu siap menghadapi perubahan dengan hati terbuka.
Menurut Tri Budiarto, S.KPm., M.Si., hidup adalah tentang menerima apa yang datang dengan ikhlas.

Dalam budaya Jawa, Nerimo ing Pandum berarti menerima dengan lapang dada, tetap berusaha sebaik mungkin tanpa berlebihan dalam ambisi. Prinsip ini membimbingnya melalui perjalanan akademik dan karier yang penuh tantangan.

Lahir di Batang, 16 Oktober 1989, ia kini menetap di Bogor sebagai dosen di Sekolah Vokasi IPB University dan peneliti di Pusat Studi Agraria IPB. Namun, perjalanannya menuju titik ini tidaklah mudah.

Sejak SMA, Tri aktif di Palang Merah Remaja (PMR). Awalnya, ia bercita-cita menjadi tenaga keperawatan di Politeknik Kesehatan. Namun, ajakan teman membawanya mencoba jalur USMI IPB dan memilih Program Studi Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat (SKPM).

Keputusan ini sempat dipertanyakan guru BK-nya karena ia berasal dari jurusan IPA. “Kalau rezeki, ya rezeki,” kenangnya. Benar saja, dari 11 teman yang mendaftar, 8 diterima, dan ia satu-satunya yang mendapat beasiswa penuh.

Dari Akademisi ke Penggerak Inovasi
Setelah lulus S1 pada 2012, Tri langsung diterima sebagai asisten peneliti di Pusat Studi Agraria IPB. Meski sempat dilarang melanjutkan studi karena harus fokus pada riset di Kalimantan Timur, kesempatan beasiswa datang.

Ia pun melanjutkan S2 di Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), IPB University, dengan beasiswa BPP-DN. Tak sampai setahun bekerja, ia kembali ke bangku kuliah magister untuk mendalami ilmu yang lebih aplikatif di masyarakat.

Sebagai seseorang yang awalnya tak berencana menjadi akademisi, perjalanan Tri membuktikan bahwa kesempatan terbaik sering kali datang dalam bentuk yang tak terduga.

Bergabung sebagai asisten peneliti bukan hanya memberinya pengalaman akademik, tetapi juga pemahaman mendalam tentang permasalahan sosial di lapangan. Ketika akhirnya menjadi dosen, ia tidak sekadar mengajar, tetapi juga turun langsung ke masyarakat untuk membawa perubahan nyata melalui inovasi dan pemberdayaan.

Tahun 2021 menjadi titik baliknya saat ia bergabung dengan Sekolah Vokasi IPB University. Awalnya, ia ingin menjadi dosen di program S1, tetapi kesempatan membawanya ke Program Studi Teknologi Produksi dan Pengembangan Masyarakat Pertanian (PPP). Di sinilah ia mulai terlibat dalam berbagai penelitian dan pengabdian masyarakat yang berdampak nyata bagi petani.

Inovasi Teknologi untuk Pemberdayaan Petani
Sebagai akademisi di bidang sosial, Tri tidak hanya fokus pada teknologi pertanian, tetapi juga pada bagaimana inovasi dapat diadopsi oleh petani. Baginya, penyuluhan bukan sekadar memberikan informasi, tetapi membangun kepercayaan dan memahami kebutuhan petani agar inovasi yang diusulkan benar-benar diterapkan di lapangan.

Salah satu inovasi yang dikembangkannya Bersama tim dosen di Departemen SKPM adalah Rumah Sawit, aplikasi berbasis Android dan website yang memberikan informasi kepada petani sawit tentang teknik budidaya yang lebih efisien, harga pasar terkini, serta akses penyuluhan digital.

Aplikasi ini juga memiliki fitur pelaporan bagi pekerja perempuan yang mengalami kekerasan di kebun sawit, memungkinkan mereka melapor secara anonim dan mendapatkan bantuan dari lembaga terkait. Sejak diluncurkan, aplikasi ini telah membantu ratusan petani meningkatkan produktivitas dan melindungi hak pekerja perempuan.

Tak hanya itu, ia memiliki lebih dari 50 Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam bentuk buku, poster, video penyuluhan, dan penelitian terkait pengembangan masyarakat. Salah satu buku saku yang ia banggakan adalah panduan pembuatan pestisida nabati dan pupuk kompos yang telah diterapkan di berbagai daerah.

Dengan inovasi-inovasi ini, ia berupaya menciptakan solusi yang bukan hanya berbasis teknologi, tetapi juga mudah diakses dan diterapkan oleh para petani. Selain itu, terdapat beberapa book chapter, baik berskala internasional maupun nasional, yang dapat diakses melalui Google Scholar atau SINTA.

Tantangan dalam Penyuluhan Teknologi Pertanian
Meskipun teknologi pertanian terus berkembang, mengubah pola pikir dan kebiasaan petani bukanlah hal yang mudah. Banyak inovasi berpotensi meningkatkan produktivitas, tetapi tanpa pendekatan yang tepat, teknologi tersebut bisa diabaikan. Tri memahami bahwa keberhasilan penyuluhan bergantung pada bagaimana inovasi diterima dan diadopsi di lapangan.

Mengajak petani mengadopsi teknologi baru bukanlah perkara mudah. Faktor usia, latar belakang pendidikan, dan kebiasaan bertani turun-temurun menjadi tantangan tersendiri. Namun, Tri memiliki pendekatan khusus. Ia selalu memulai dengan need assessment, yaitu menganalisis kebutuhan petani sebelum mencari solusi bersama yang sesuai dengan kondisi lokal mereka.

Petani itu sangat rasional. Mereka akan menerima inovasi jika mudah, murah, tidak rumit, dan menguntungkan,” ujarnya. Salah satu contohnya terjadi pada komunitas petani di Kelompok Wanita Tani (KWT) Mulyaharja. Awalnya, mereka hanya bereksperimen dengan pestisida berbahan daun pepaya.

Setelah melihat hasil panen yang lebih baik, mereka mulai mencari bahan lain yang lebih mudah ditemukan dan menyesuaikan formulasi sesuai kebutuhan. Beberapa kelompok tani juga mulai menerapkan sistem irigasi yang lebih efisien serta memanfaatkan limbah pertanian untuk pupuk organik.

Mengukir Warisan: Inspirasi bagi Generasi Muda
Di tengah kesibukannya sebagai akademisi dan peneliti, Tri tak melupakan perannya sebagai mentor bagi mahasiswa. Ia ingin mengajarkan bahwa kesuksesan bukan hanya tentang pencapaian akademik, tetapi juga bagaimana ilmu dimanfaatkan untuk memberi dampak bagi orang lain.

Dengan semangat ini, ia terus mendorong mahasiswa untuk aktif dalam penelitian, pengabdian, serta membangun koneksi yang dapat membuka lebih banyak peluang di masa depan.

‘Mahasiswa harus mengejar pengalaman dan ilmu (poin) terlebih dahulu, karena uang (koin) akan mengikuti dengan sendirinya,’ katanya. Ia juga menekankan pentingnya membangun jaringan sosial. ‘Kuliah jangan hanya jadi kupu-kupu—kuliah-pulang, kuliah-pulang. Networking itu penting, karena setelah lulus, modal sosial itulah yang akan membuka jalan,’ ujarnya.

Salah satu contoh keberhasilannya adalah seorang mahasiswa yang aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat dan kini bekerja di lembaga riset agraria setelah sering terlibat dalam proyek penyuluhan bersama dosen. Dengan membangun koneksi selama kuliah, ia mendapatkan kesempatan untuk berkarier sesuai dengan keahliannya.

Nerimo ing Pandum: Filosofi Hidup dan Kesuksesan
Ketika ditanya apakah penghargaan merupakan ukuran kesuksesan, Tri hanya tersenyum. ‘Bagi saya, pencapaian terbesar adalah menjadi dosen. Perjalanan dari 2012 hingga 2021 tidaklah mudah. Saya merelakan banyak hal, termasuk berjauhan dari orang tua. Tapi saya yakin, selama kita berbuat baik, kita akan dikelilingi oleh orang-orang baik.’

Kini, dengan berbagai inovasi yang telah ia hasilkan serta rencana studi S3 yang sedang dipersiapkan, Tri Budiarto terus melangkah. Ia membuktikan bahwa inovasi bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang keberanian menghadapi tantangan, belajar dari masyarakat, dan membawa perubahan nyata bagi mereka yang membutuhkan.***

 

Louisa Sagita Utari Sawitri
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here