Bogordaily.net – Banjir yang terjadi belakangan ini, telah melanda beberapa titik di daerah Jakarta dan sekitarnya. Kejadian ini mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit, mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Banyak masyarakat yang kehilangan harta benda dan mengalami kerusakan tempat tinggal. Banjir telah menjadi momok bagi masyarakat sejak dulu, dan hingga kini belum juga terselesaikan secara efektif. Bahkan, kondisi banjir justru semakin memburuk dari tahun ke tahun.
Lantas, siapa yang harus disalahkan dalam situasi ini?.
Apakah ini sepenuhnya kesalahan pemerintah, Ataukah masyarakat juga turut berkontribusi dalam memperparah keadaan.
Pertanyaan ini kerap muncul setiap kali bencana banjir terjadi. Namun, sebelum menjawabnya, kita perlu melihat berbagai faktor yang menyebabkan banjir.
Salah satu contoh kasus terjadi di Puncak, Cisarua.
Di daerah ini, banjir telah menyebabkan korban jiwa. Seorang kepala keluarga meninggal dunia setelah menyelamatkan istrinya dari derasnya air bah. Kejadian ini tentu sangat memilukan dan menunjukkan betapa berbahayanya banjir.
Akibat dari banjir tersebut, jalur Puncak-Cisarua terputus sehingga menghambat aktivitas masyarakat.
Tidak hanya itu, di daerah Bojongkulur, perumahan Villa Nusa Indah yang berada di Kecamatan Gunung Putri juga mengalami banjir besar. Air mencapai ketinggian hingga atap rumah, membuat akses warga terputus sepenuhnya.
Banyak warga yang terjebak dan harus menunggu bantuan untuk dievakuasi. Situasi ini semakin memprihatinkan karena bantuan sering kali terlambat datang.
Di Bojongkoneng, bencana lain terjadi. Longsor menyebabkan pergeseran tanah yang berbahaya bagi pemukiman warga. Kejadian ini merupakan dampak dari cuaca ekstrem yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Hujan deras yang terus mengguyur menyebabkan tanah menjadi labil dan rentan terhadap longsor.
Selain di daerah Puncak, banjir juga melanda berbagai titik di Jakarta. Dari Kelapa Gading hingga Bekasi, banyak kawasan yang terendam air. Di Jatirasa-Jatiasih, banjir bahkan mencapai ketinggian yang mengkhawatirkan.
Salah satu kawasan yang terdampak cukup parah adalah perumahan Arthera Hill. Banyak warga yang menyesalkan kondisi ini. Mereka merasa tertipu oleh janji developer yang menyatakan bahwa perumahan tersebut bebas banjir. Sayangnya, kenyataan berkata lain.
Perumahan ini dibangun di atas lahan persawahan yang sebenarnya berfungsi sebagai daerah resapan air. Akibatnya, saat hujan turun dengan intensitas tinggi, air tidak bisa terserap dengan baik, sehingga banjir tidak dapat dihindari.
Masyarakat sering kali merasa dirugikan oleh developer perumahan, terutama mereka yang telah tinggal lama di daerah tersebut. Banyak dari mereka yang kecewa karena developer tidak menepati janji mengenai ketahanan banjir.
Tak hanya Jakarta, Kota Bandung pun mengalami hal serupa. Kecamatan Bojongsoang dan Dayeuhkolot menjadi wilayah yang terdampak cukup parah.
Sekitar 35 rumah dengan total penghuni mencapai 7.298 orang mengalami banjir akibat luapan Sungai Citarum.
Ditambah lagi kerusakan tanggul di Sungai Cikapundung Kolot memperparah keadaan. Air yang seharusnya mengalir ke jalur yang semestinya justru meluap ke pemukiman warga.
Hal ini diperburuk oleh curah hujan yang tinggi sehingga air terus naik hingga mencapai ketinggian antara 10 hingga 120 cm.
Sehingga, sebanyak 58 kepala keluarga atau sekitar 183 warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Mereka harus meninggalkan rumah mereka karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk tetap bertahan.
Lantas, mengapa banjir terus terjadi dari tahun ke tahun ? Faktor utama yang menyebabkan banjir adalah kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. Sampah yang dibuang ke sungai atau saluran air menyumbat aliran air, sehingga ketika hujan turun, air tidak bisa mengalir dengan lancar.
Selain itu, banyak kawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan air justru dijadikan pemukiman. Pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan menjadi salah satu penyebab utama banjir.
Pembukaan lahan secara sembarangan tanpa izin juga menjadi penyebab utama banjir. Hutan dan lahan hijau yang berfungsi sebagai daerah resapan air terus berkurang.
Padahal, daerah ini sangat penting untuk menyerap air hujan agar tidak langsung mengalir ke pemukiman warga.
Jika kita melihat lebih jauh, masalah banjir ini bukanlah sepenuhnya kesalahan pemerintah.
Pemerintah memang memiliki peran besar dalam mengatur tata kota dan pengelolaan lingkungan, tetapi masyarakat juga memiliki tanggung jawab yang sama besarnya.
Banjir bukanlah sesuatu yang bisa kita hindari sepenuhnya, tetapi bisa kita hadapi dengan berbagai solusi.
Salah satu solusinya adalah menjaga kebersihan lingkungan. Masyarakat harus lebih sadar untuk tidak membuang sampah sembarangan, terutama ke sungai dan saluran air.
Juga pembangunan lahan harus dilakukan dengan izin dan perencanaan yang jelas. Tidak boleh ada lagi pembangunan di daerah resapan air tanpa mempertimbangkan dampak lingkungannya.
Perbaikan saluran air juga menjadi langkah penting yang harus dilakukan.
Pemerintah harus memastikan bahwa seluruh drainase berfungsi dengan baik agar air dapat mengalir tanpa hambatan.
Untuk mengatasi banjir, diperlukan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus menerapkan kebijakan yang tegas terkait pengelolaan lingkungan dan tata ruang kota.
Di sisi lain, masyarakat harus lebih disiplin dalam menjaga lingkungan. Jika kedua pihak bekerja sama, maka dampak banjir dapat diminimalisir.
Dalam menghadapi banjir, langkah responsif dan antisipatif sangat diperlukan. Langkah responsif bersifat jangka pendek, yaitu bagaimana cara memastikan keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Masyarakat yang terdampak harus mendapatkan tempat tinggal sementara yang layak dan aman. Mereka juga harus memiliki akses terhadap kebutuhan pokok seperti makanan dan air bersih.
Pemerintah harus bergerak cepat dalam menyalurkan bantuan kepada korban banjir. Jangan sampai ada warga yang terlantar tanpa bantuan hanya karena proses birokrasi yang lambat.
Di sisi lain, langkah antisipatif bersifat jangka panjang. Salah satunya adalah dengan memperbaiki sistem drainase secara menyeluruh.
Kebijakan terkait tata ruang kota harus lebih diperketat. Tidak boleh ada pembangunan yang mengorbankan lingkungan demi kepentingan bisnis semata.
Masyarakat juga perlu lebih aktif dalam kegiatan sosial yang berhubungan dengan lingkungan. Misalnya, mengikuti program penghijauan dan normalisasi sungai.
Peran lembaga sosial kemanusiaan juga sangat penting dalam menghadapi banjir. Mereka bisa membantu dalam distribusi bantuan dan penyediaan fasilitas darurat bagi korban banjir.
Kesimpulannya, banjir adalah masalah yang kompleks dan memerlukan solusi yang menyeluruh. Tidak bisa hanya menyalahkan satu pihak, karena ini adalah tanggung jawab bersama.
Pemerintah harus lebih tegas dalam menegakkan kebijakan lingkungan, sementara masyarakat harus lebih sadar akan dampak dari tindakan mereka.
Dengan kerja sama yang baik, kita bisa mengurangi risiko banjir dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi generasi mendatang.
Gusti Kayleen Nicole
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media
Sekolah Vokasi IPB