Bogordaily.net – Pagi itu, embun masih menggantung di dedaunan ketika aku dan teman-temanku, bersiap untuk petualangan ke dua destinasi alam, yang sudah lama ingin di kunjungi. Yaitu Suanan Ibu dan Kawah Putih di Ciwidey, Bandung.
Ya.. Bandung, kota yang selalu menyimpan rindu dalam setiap sudutnya. Dibalut sejuknya udara pegunungan, hamparan kebun teh yang hijau, serta gemerlap kota yang tak pernah kehilangan pesonanya.
Udara sejuk menyapa saat mobil kami mulai melaju meninggalkan hiruk-pikuk kota, perlahan memasuki kawasan perbukitan yang dikelilingi perkebunan teh.
Di sepanjang perjalanan, pemandangan begitu memanjakan mata. Hamparan kebun teh hijau membentang luas, berpadu dengan bukit-bukit yang berlapis kabut tipis.
Jalan berliku di antara pepohonan tinggi menciptakan suasana yang damai. Sesekali kami membuka jendela mobil, membiarkan udara pegunungan yang segar mengalir masuk, membawa aroma tanah basah yang khas.
Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya kami tiba di Suanan Ibu. Begitu keluar dari mobil, aku langsung disambut oleh rimbunnya pepohonan tinggi yang menjulang ke langit.
Udara di sini terasa lebih dingin, menusuk kulit namun menyegarkan. Di dekat pintu masuk, beberapa angkot berwarna oranye terparkir rapi, menunggu wisatawan yang ingin menjelajahi kawasan ini lebih dalam.
Kami berjalan menyusuri jalur setapak yang dipenuhi pepohonan. Aroma khas kayu dan dedaunan basah memenuhi udara. Di tengah perjalanan, kami menemukan sebuah papan kayu bertuliskan larangan menyalakan api dan merokok.
Aku tersenyum, menyadari betapa pentingnya menjaga kelestarian tempat seindah ini. Di dekat pintu masuk juga terdapat ayunan yang terbuat dari kayu yang bisa pengunjung mainkan.
Aku kemudian mendaki untuk mencapai ke puncak sunan ibu, perjalannya tidak terlalu sulit, namun saja kita harus berhati-hati karna pada saat itu baru saja terjadi hujan, jadi agak sedikit licin.
Sesampainya di puncak Sunan Ibu, kita benar benar di manjakan dengan keindahan alam yang begitu luar biasa, kita bisa melihat keindahan matahari terbit yang begitu luar biasa indahnya, banyak spot spot foto yang sangat memukau.
Setelah puas menikmati ketenangan Suanan Ibu, kami melanjutkan perjalanan ke Kawah Putih. Tak lama kemudian, kami tiba di pintu masuk Kawah Putih dan langsung disuguhi pemandangan yang begitu menakjubkan.
Begitu aku melangkah mendekat, hamparan danau dengan air berwarna biru kehijauan terbentang di depan mata. Warna airnya begitu kontras dengan bebatuan putih di sekitarnya.
Kabut tipis yang berarak di atas permukaan air menambah keeksotisan tempat ini. Bau belerang cukup menyengat, namun tak sampai mengganggu.
Kami berjalan di atas jembatan kayu yang menjorok ke tengah kawah, menikmati setiap detik di tempat ini. Suara angin berdesir lembut, menyapu pepohonan kering di tepi kawah.
Aku berhenti sejenak, menutup mata, dan menarik napas dalam-dalam—merasakan kedamaian yang jarang kutemukan di tengah kesibukan kota.
Saat matahari semakin tinggi, kami memutuskan untuk kembali. Namun, di perjalanan turun, kami tak bisa menahan godaan untuk berhenti sejenak di sebuah kebun teh yang terbentang luas.
Langit biru dengan gumpalan awan putih menjadi latar sempurna untuk menikmati keindahan alam ini.
Perjalanan ini bukan sekadar liburan biasa. Ada sesuatu yang berbeda saat berada di tengah alam—sebuah ketenangan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Aku tersenyum, menyadari bahwa sesekali, kita memang perlu melarikan diri dari rutinitas dan membiarkan diri tenggelam dalam keindahan alam yang masih asri.
Suanan Ibu dan Kawah Putih bukan hanya sekadar destinasi wisata. Mereka adalah tempat di mana aku menemukan kembali ketenangan, tempat di mana aku bisa mendengar suara alam berbicara, dan tempat di mana aku belajar untuk kembali mensyukuri keindahan dunia yang sering kali terabaikan.***
Sella Syahfillah Aishwasam, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media