Monday, 21 April 2025
HomeBeritaSDM Kreatif VS Teknologi AI: Apakah AI Sudah Mulai Mengambil Alih Dunia...

SDM Kreatif VS Teknologi AI: Apakah AI Sudah Mulai Mengambil Alih Dunia Creative?

Bogordaily.net – Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan masif, telah menciptakan mesin yang dapat meniru kecerdasan manusia. Konsep AI sebenarnya sudah mulai dikembangkan sebelum tahun 1956, dengan berbagai tokoh yang ikut berkontribusi. Namun, baru-baru ini karena kecanggihannya yang semakin mengagumkan membuat AI menjadi perhatian publik dan penggunaan teknologi ini juga tidak luput dari kehidupan manusia. AI terus berkembang dan mengalami kemajuan pesat, dengan machine learning dan deep learning menjadi fokus utamanya. Tidak hanya menyentuh sektor industri atau bisnis, kini AI juga mulai masuk ke wilayah kreatif. Lalu, apakah SDM kreatif masih punya tempat di era yang semakin didominasi oleh mesin kecerdasan buatan? Ataukah kreativitas manusia akan tergantikan oleh algoritma dan data?

Dua Kekuatan yang Berbeda
SDM kreatif adalah individu yang mampu menciptakan gagasan, karya, dan solusi yang unik melalui perpaduan antara nalar, rasa, dan pengalaman hidup. Sementara itu, AI adalah teknologi yang mampu belajar dan meniru pola, menghasilkan karya berdasarkan data besar yang dianalisis secara sistematis. Keduanya memiliki kelebihan. AI unggul dalam kecepatan dan efisiensi, sementara manusia unggul dalam nilai, makna, dan kedalaman emosi yang terkandung dalam karyanya.

AI Telah Memasuki Ranah Kreatif
Dalam beberapa waktu terakhir, dunia kreatif dikejutkan oleh kehadiran AI yang mampu menghasilkan karya dalam waktu singkat dan dengan hasil karya yang memuaskan. Salah satu contohnya adalah tools AI pembuat logo yang kini tersedia bebas di internet.

Hanya dengan mengetikkan kata kunci, kita bisa mendapatkan berbagai macam variasi desain logo dalam hitungan detik. Praktis? Tentu. Namun hal ini memunculkan kekhawatiran besar bagi desainer grafis terutama mereka yang selama ini mengandalkan proses berpikir dan eksplorasi visual secara mendalam.

Kasus lain yang ramai dibicarakan adalah munculnya karya-karya AI yang meniru gaya khas Studio Ghibli. Karya-karya ini memang terlihat mengagumkan dan banyak sekali orang-orang dari berbagai kalangan mencoba convert foto mereka menjadi style ghibli hanya dengan mengetik promt yang sesuai.

Bahkan tak banyak orang yang membuka jasa mengubah foto menjadi style ghibli dengan GPT AI di online shop. Namun bagi Hayao Miyazaki, pendiri Studio Ghibli, hal tersebut adalah bentuk kemunduran.

Dalam salah satu wawancara, ia menyebut karya AI sebagai “penghinaan terhadap kehidupan” karena tidak memiliki nilai emosional dan kedalaman makna seperti yang dimiliki karya manusia.

Di Indonesia, kontroversi penggunaan AI juga muncul ketika sebuah animasi yang digunakan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital ternyata dibuat dengan bantuan AI.

Komunitas kreatif mempertanyakan mengapa kementerian tidak melibatkan para animator lokal yang memiliki kompetensi tinggi. Bagi mereka, penggunaan AI tanpa mempertimbangkan partisipasi SDM kreatif lokal bisa dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap potensi dalam negeri.

Kolaborasi, Bukan Kompetisi
Daripada melihat AI sebagai ancaman, akan lebih bijak jika kita melihatnya sebagai alat bantu. AI bisa digunakan untuk mempercepat proses teknis, mengeksplorasi ide awal, atau menghasilkan referensi visual.

Namun, arah dan makna dari sebuah karya tetap harus ditentukan oleh manusia. Kolaborasi antara SDM kreatif dan AI justru bisa membuka kemungkinan baru dalam dunia seni, desain, dan media.

Tantangan dan Peluang di Era AI
Tantangan terbesar saat ini adalah menjaga orisinalitas dan nilai karya manusia. Ketika semua orang bisa membuat “karya” lewat prompt AI, maka SDM kreatif harus mampu menunjukkan kualitas yang tak bisa diduplikasi; nilai, kedalaman, dan kejujuran. Di sisi lain, AI juga membuka peluang besar.

Dengan bantuan AI, kreator bisa lebih fokus pada ide dan pesan, sementara proses teknis bisa dipercepat. Bahkan, profesi baru bisa muncul dari integrasi AI dan kreativitas, seperti AI prompt designer, kurator hasil AI, atau creative AI supervisor.

Kesimpulan
Teknologi AI memang luar biasa, namun manusia tetap memegang kunci utama dalam dunia kreatif. Kreativitas sejati lahir dari pengalaman hidup, empati, dan nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bisa direplikasi oleh mesin. SDM kreatif tidak akan hilang, selama ia mau terus belajar, beradaptasi, dan berkolaborasi dengan teknologi.

Masa depan bukan tentang memilih antara manusia atau mesin, melainkan bagaimana keduanya bisa berjalan bersama untuk menciptakan karya yang lebih bermakna. Pendidikan pun harus ikut berkembang. Anak-anak muda perlu diajarkan untuk berpikir kritis, berani beda, dan tahu cara memakai teknologi dengan bijak.***

Fauzia Ayu Kamila, Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here