Bogordaily.net – Hari ini Kamis pagi, 8 Mei 2025 bukan hari biasa, Bupati Bogor Rudy Susmanto memimpin Panen Raya di Leuwisadeng.
Mentari belum terlalu tinggi ketika sawah-sawah di Desa Sibanteng, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, mulai ramai.
Tapi bukan karena tikus sawah. Bukan pula karena burung pipit. Kali ini yang datang: Bupati, Wakil Bupati, Danrem, Danlanud, hingga para kepala dinas.
Semuanya turun ke lumpur. Semua menunduk ke batang padi. Semua sepakat melaksanakan Panen Raya di Leuwisadeng.
Rudy Susmanto, sang Bupati, tak sendiri. Di sisinya berdiri sosok yang akrab dipanggil Jaro Ade— sang Wakil Bupati.
Mereka berjalan pelan di pematang. Memandang ke hamparan hijau menguning.
Sekitar 50 hektare lahan padi siap dipanen. Tapi ini bukan sekadar panen. Ini simbol. Ini pernyataan.
Ini semacam deklarasi diam: bahwa sawah-sawah itu akan tetap sawah. Bahwa petani-petani itu tidak sendiri.
“Saya terharu,” ujar Rudy.
Mungkin karena lumpur di kakinya mengingatkannya bahwa kekuasaan yang benar bukan soal berdiri di podium, tapi soal berjalan di pematang.
Di tengah panen raya di Leuwisadeng itu, Rudy bicara tentang masa depan. Tentang swasembada.
Tentang harga gabah yang dijamin Rp6.500. Tentang irigasi yang harus mengalir tanpa korupsi. Tentang pupuk yang tak boleh sekadar jadi angka subsidi.
“Kita harus lindungi para petani,” tegasnya. Ia tak sedang berkampanye. Ia sedang memungut harapan yang lama jatuh di lumpur sawah.
Leuwisadeng, kata Rudy, punya potensi luar biasa. Bukan hanya lahannya, tapi juga semangat manusianya. Sawahnya luas, dan penataannya rapi.
Tapi semua itu tak cukup. Karena menurutnya, penyuluh di lapangan masih kurang. Dan bukan cuma penyuluh pertanian. Perikanan dan peternakan pun sama.
Padahal, penyuluh adalah ujung tombak. Mereka ini para guru di tanah-tanah basah, guru yang tak berdiri di depan kelas, tapi di bawah matahari.
Makanya, Pemkab Bogor akan menyiapkan generasi baru penyuluh. Bukan cuma lewat rekrutmen. Tapi lewat panggilan. Panggilan untuk kembali ke sawah. Ke kolam. Ke kandang. Di situlah masa depan bangsa ini.
Karena kekuatan sebuah bangsa tidak hanya ditentukan oleh gedung-gedung tinggi atau mobil listrik.
Tapi oleh kemampuan bangsa itu memberi makan dirinya sendiri. Dan panen raya di Leuwisadeng Bogor adalah pengingat.***