Bogordaily.net – Indonesia turun salju 2026 apakah benar? Pertanyaan itu mulai muncul ketika video berdurasi 7 menit tiba-tiba meledak di YouTube.
Judulnya mencolok, narasinya dramatis, visualnya menipu. Tapi yang lebih mengejutkan: banyak yang percaya.
Video itu menyebut bahwa suhu ekstrem dari Antartika akan terbawa angin, menyapu lintas benua, dan menjatuhkan salju di atas tanah tropis seperti Indonesia.
Disertai gambar-gambar yang sangat meyakinkan—hasil manipulasi kecerdasan buatan (AI)—video ini mengklaim: Indonesia akan turun salju pada tahun 2026.
Ada yang mencoba membayangkan Monas berselimut putih. Atau motor-motor di jalanan Sudirman melintasi salju seperti di Zurich. Tapi tak masuk akal. Logika menolak. Data juga tak mendukung.
Lalu cek ke BMKG. Jawabannya jelas: tidak benar. Bahkan sangat tidak masuk akal. Indonesia adalah negara tropis. Bukan hanya di garis Khatulistiwa, tapi juga berada di zona iklim yang nyaris mustahil untuk bersalju.
“BMKG tidak pernah mengeluarkan prediksi bahwa Indonesia akan turun salju pada tahun 2026,” ujar Prof. Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG.
Yang justru lebih masuk akal—dan lebih menyedihkan—adalah ini: tahun 2026 diprediksi sebagai tahun terakhir salju eksis di Indonesia. Bukan datang. Tapi hilang.
Salju itu memang ada di Indonesia. Tapi hanya di satu tempat: Puncak Cartenz, Jayawijaya, Papua.
Tingginya lebih dari 4.800 meter di atas permukaan laut. Di sanalah salju abadi bertahan sejak zaman es. Tapi sekarang, kata “abadi” itu mulai goyah.
BMKG bersama PT Freeport Indonesia sudah memantau penyusutannya selama bertahun-tahun.
Mereka pasang alat: pipa-pipa penanda ketebalan es. Hasilnya: salju di sana makin tipis, makin rapuh, makin tidak “abadi”.
Puncaknya (bukan hanya secara harfiah), tahun 2026 diprediksi sebagai tahun “punahnya” salju Indonesia. Itulah data ilmiah yang sahih. Bukan rekaan visual di kanal YouTube yang mengandalkan klik dan sensasi.
Pertanyaannya kembali menggaung: Indonesia turun salju 2026 apakah benar?
Jawaban BMKG: tidak. Jawaban klimatologi: salah besar.
Justru yang terjadi adalah kebalikannya: salju Indonesia hilang karena bumi makin panas.
Perubahan iklim bukan lagi wacana akademik. Ia sudah mencairkan es di Jayawijaya. Dan kita hanya bisa menonton, sambil membuka tautan video hoaks.
Dwikorita bahkan menyebut salah satu penyebabnya adalah pembukaan hutan di Papua. Deforestasi menyebabkan emisi karbon melonjak. Hutan yang dibuka, menyumbang panas yang makin tak tertahankan.
“Kalau hutannya sudah mulai terbuka, karbon dioksida akan meningkat, dan itu akan meningkatkan suhu permukaan,” katanya.
Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Himalaya pun sama. Salju di Nepal, Bhutan, dan India terus menyusut.
Dunia sedang memanas. Tapi kita justru sibuk menonton video editan AI yang bikin kita percaya: Jakarta akan bersalju. Konyol. Tapi nyata.
Maka jangan heran kalau tahun 2026 nanti, banyak yang mencari salju dan menemukan lumpur.***