Bogordaily.net – Video siswa SMA Garut viral. Hanya 23 detik. Tapi cukup untuk membuat satu kecamatan gaduh.
Cukup untuk membuat nama SMA di Garut jadi perbincangan nasional. Dan cukup untuk mempermalukan satu generasi.
Dua anak SMA. Di masjid. Terekam kamera. Dan sekarang viral.
Tempatnya di Pasirwangi, Garut. Tepatnya di sebuah masjid kecil di Kampung Kawung Luwuk. Hari Selasa pagi, 29 April 2025.
Warga curiga. Warga mengintip. Warga merekam. Lalu warga menggertak. Lalu video itu tersebar. Hanya 23 detik. Tapi cukup untuk membuat satu bangsa geleng-geleng kepala.
“Audzubillah… Innalillahi…” terdengar dalam video. Disusul umpatan khas Sunda. Suara marah. Suara kecewa. Suara malu.
Laki-lakinya dari Andir. Perempuannya dari Narongtong. Dua nama kampung yang sebelumnya tak dikenal publik. Sekarang? Seluruh Indonesia tahu.
TikTok? Meledak. Twitter? Ramai. Sekarang disebut X. Tapi tetap tempat orang marah-marah.
Komentarnya keras. Bahkan kasar. “Pantesan Curug Cimanganten gempa,” tulis seseorang. Entah bercanda, entah serius.
Polisi bergerak cepat. Kapolsek Pasirwangi mengonfirmasi. Kasus diserahkan ke Unit PPA Polres Garut. Identitas pelaku ditutup. Umurnya masih di bawah 18. Tapi aibnya sudah terbuka seluas-luasnya.
Kepala Desa Padamulya buru-buru klarifikasi: “Mereka bukan warga kami.”
Video 23 detik itu lebih dari sekadar viral. Ia adalah potret buram dari zaman yang tak punya pagar.
Masjid bukan lagi tempat sakral. Kamera lebih cepat dari nasehat. Internet lebih kejam dari orang tua.
Apa yang harus disalahkan? Masjid yang terbuka? Anak yang tak diawasi? Atau kita semua yang menonton tapi tak pernah membimbing?
SMA Garut viral. Tapi bukan karena prestasi. Melainkan tragedi sunyi yang kita biarkan terjadi.
Dan semua itu, hanya butuh 23 detik.***