Bogordaily.net – Sebuah video yang memperlihatkan seorang transgender tengah ceramah di hadapan sejumlah jamaah wanita mendadak menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Sosok dalam video itu diketahui adalah Shuniyya Ruhama, seorang transgender asal Kendal, Jawa Tengah, yang juga dikenal sebagai pembatik dan aktivis kebudayaan.
Video berdurasi singkat tersebut memperlihatkan Shuniyya menyampaikan ceramah dengan gaya khas seorang dai, lengkap dengan busana muslimah dan latar acara yang tampak dihadiri sejumlah jamaah perempuan. Kejadian ini sontak memicu reaksi keras dari warganet.
Sejumlah komentar yang bernada sinis dan kritis membanjiri unggahan video tersebut di berbagai platform. Banyak yang mempertanyakan kelayakan seorang transgender menyampaikan dakwah, terlebih kepada jamaah wanita.
“Terbukti, asalkan pintar bicara bisa jadi pendakwah. Hati-hati untuk kita semua dalam memilih guru. Penting membekali diri dan anak-anak kita dengan ilmu agama,” tulis akun @dew***.
“Astagfirullah, seharusnya dia perbaiki penyakitnya dulu, kacau,” sahut @bar***.
“Jamaahnya aja yang aneh, kok dijadiin ustadz,” timpal @her***.
Meski banyak cibiran, tidak sedikit pula warganet yang memilih bersikap netral atau menyoroti sisi lain dari kehidupan Shuniyya.
Siapa Sebenarnya Shuniyya Ruhama?
Nama Shuniyya Ruhama bukan sosok asing di kalangan komunitas seni dan budaya. Ia dikenal sebagai seorang pembatik yang berkontribusi dalam mengembangkan motif batik khas Kendal. Dalam kesehariannya, ia juga aktif mengikuti berbagai kegiatan sosial dan keagamaan.
Shuniyya adalah lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Ia juga pernah menjadi pembicara dalam beberapa seminar keagamaan dan kebudayaan, termasuk acara yang diselenggarakan oleh organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU).
Pada tahun 2020, namanya sempat menjadi kontroversi karena disebut-sebut didukung NU untuk menjadi pendakwah.
Bahkan muncul tudingan tak berdasar yang mengaitkannya dengan PKI. Namun, kabar tersebut telah dibantah dan dinyatakan sebagai informasi keliru.
Meski demikian, memang diakui bahwa Shuniyya kerap hadir dalam berbagai kegiatan NU, baik sebagai peserta maupun pembicara dalam forum-forum syiar atau diskusi keislaman.
Kehadiran sosok seperti Shuniyya dalam ruang dakwah membuka diskusi baru soal batasan peran sosial dalam konteks agama dan identitas gender.
Di satu sisi, sebagian masyarakat menilai agama adalah wilayah yang sakral dan seharusnya diisi oleh sosok-sosok yang memenuhi kriteria syar’i.***