Wednesday, 18 June 2025
HomeOpiniGara-Gara Abidzar Film Adaptasi “A Business Proposal” Di Boikot Para Penggemar Drama...

Gara-Gara Abidzar Film Adaptasi “A Business Proposal” Di Boikot Para Penggemar Drama Korea?

Bogordaily.net – Belakangan ini, dunia hiburan Indonesia sedang ramai dibicarakan di media sosial terutama oleh para penggemar drama korea karena film adaptasi yang berjudul “A Business Proposal”. Alih-alih membuat penggemar drama korea excited, film ini justru menuai kontroversi sampai ada seruan boikot dari para penggemar drama korea. Kenapa bisa sampai seperti itu? Dan apa yang sebenarnya terjadi?

Adaptasi Film yang Malah Jadi Masalah
Adaptasi film atau drama dari luar negeri sebenarnya bukan hal baru di industri hiburan Indonesia. Banyak sekali film Hollywood, Jepang, ataupun Korea yang dibuat ulang atau di-remake dengan sentuhan lokal agar lebih relevan dengan kehidupan Masyarakat Indonesia. A Business Proposal adalah salah satu drama korea yang sangat populer, jadi wajar saja kalau ekspektasi para penggemar drama korea sangat tinggi terhadap adaptasi Film yang dilakukan oleh Falcon Pictures ini.

Tapi sayangnya, sebelum film ini rilis, komentar salah satu aktor yang bernama Abidzar Al-Ghifari soal perannya ini justru membuat panas suasana. Abidzar berkata bahwa ia tidak sama sekali menonton versi asli drama korea-nya, karena ingin membuat karakter sendiri.

Sekilas mungkin hal ini terdengar wajar, namun sebenarnya hal tersebut terdengar seperti tidak menghargai sumber aslinya. Karena bagaimanapun, jika ingin me-remake sebuah film atau drama seharusnya para aktor tetap mengikuti alur atau karakter cerita aslinya, bukan malah mengubah karakter atau bahkan membuat karakter sendiri yang tidak sesuai dengan versi aslinya. Tidak hanya itu, pernyataan Abidzar yang terkesan meremehkan penggemar budaya Korea makin memperkeruh keadaan.

Ditambah lagi ia membuat story Instagram yang menyindir para penggemar drama korea dan membawa isu rasisme dengan caption “Pengen nge-jelasin tapi pasti tetep bakal ga suka, emang dari dasar nya udah ga setuju mau di jelasin kek apaan tau sepertinya akan tetap begitu. Rasisme di Indonesia ternyata masih ada.” Padahal permasalahan ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan isu rasisme. Banyak penggemar drama korea yang merasa kalau Abidzar tidak profesional sebagai aktor dan kurang paham tentang pentingnya menjaga hubungan baik dengan audiens. Hal ini menjadi bukti bahwa setiap kata yang keluar dari mulut aktor bisa berdampak besar.

Reaksi Fans dan Seruan Boikot
Dampak dari kontroversi tersebut sangatlah besar. Para penggemar drama korea, terutama yang sangat menyukai versi aslinya, langsung menyerukan boikot. Di media sosial, tagar boikot film “A Business Proposal” ini sempat trending. Banyak sekali audiens yang merasa kecewa dan tidak tertarik lagi untuk menonton Film tersebut karena pernyataan aktor utamanya yang kurang menghargai karya asli.
Untuk industri perfilman, reaksi seperti ini jelas sangat bahaya. Seruan boikot sangat berdampak ke jumlah penonton dan bahkan reputasi rumah produksi yang membuat film ini.

Bayangkan saja, jika sejak awal film ini sudah dicap negatif oleh audiens, bagaimana nasibnya ketika rilis nanti? Apakah masih ada yang mau menonton?
Dari kejadian ini, kita bisa melihat kalau adaptasi atau remake film itu bukan hanya sekedar mengganti bahasa dan lokasi syuting aja, atau bahkan mengubah versi aslinya. Ada unsur budaya, karakter, dan emosi yang harus tetap dijaga supaya film tersebut tidak kehilangan karakter aslinya. Jika tidak dilakukan dengan baik, yang ada malah akan membuat marah para fans setia dari karya asli Film atau Drama tersebut.

Apa Pelajaran yang Bisa Diambil?
Dari kejadian ini, ada beberapa hal yang bisa jadi pelajaran untuk industri hiburan di Indonesia. Yang pertama, adaptasi film atau drama dari luar negeri bukan hanya soal mengganti latar dan Bahasa saja, tetapi juga soal menghormati karya asli. Bagaimanapun, film yang diadaptasi itu sudah punya penggemarnya sendiri dan ekspektasi mereka pasti tinggi. Jika ingin membuat versi baru, setidaknya harus ada usaha untuk tetap menunjukkan rasa hormat ke versi aslinya. Sudah seharusnya aktor dan tim produksi menonton dan memahami cerita aslinya terlebih dahulu, dan bukan hanya sekadar untuk referensi saja, tetapi juga sebagai bentuk apresiasi.

Yang kedua, sebagai aktor yang menjadi sorotan publik, penting sekali untuk mereka lebih peka dalam berbicara. Sekarang ini di era digital, satu komentar saja bisa langsung viral dalam hitungan jam. Apa yang dikatakan seorang public figure, terutama terkait proyek yang sudah ditunggu-tunggu banyak orang, harus benar-benar dipertimbangkan. Pernyataan yang terkesan meremehkan bisa sangat berdampak besar.

Kasus ini menjadi bukti kalau adaptasi film itu bukan sekedar mengubah latar cerita saja, tetapi juga soal menghormati karya aslinya. Kontroversi yang terjadi juga menunjukkan pentingnya komunikasi yang baik antara aktor, rumah produksi, dan para penonton. Jika tidak berhati-hati, adaptasi yang awalnya diharapkan bisa sukses malah menjadi masalah besar.

Sebagai penonton, kita juga punya hak untuk mengkritik film yang kita tonton. Tetapi, di sisi lain, kita juga harus tetap bijak dalam memberikan komentar. Semoga ke depannya, industri film di Indonesia dan para Aktor Indonesia bisa lebih baik dalam menciptakan hiburan, tanpa harus ada drama seperti ini.***

Siti Rizka Aulia
Mahasiswi Sekolah Vokasi IPB

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here