Bogordaily.net – Ini adalah Kebijakan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) terbaru, PR Sekolah dihapus.
PR sekolah yang biasanya dibawa ke rumah dihapus. Semua tugas sekolah harus diselesaikan di sekolah tidak ada lagi yang dibawa ke rumah.
Kabar yang membuat anak sekolah pasti senang mungkin juga ada yang ingin kembali jadi anak sekolahan. Setidaknya, jadi anak sekolah di Jawa Barat.
Gubernurnya, Kang Dedi Mulyadi, memutuskan sesuatu yang tidak biasa.
PR — pekerjaan rumah — dihapus.
Iya, PR sekolah. Yang selama ini selalu dibawa pulang, dikerjakan malam-malam, kadang ditemani air mata dan bentakan orang tua. Sekarang, tidak ada lagi.
“Cukup dikerjakan di sekolah,” kata Kang Dedi. Lugas.
Kebijakan ini akan mulai berlaku tahun ajaran baru nanti: 2025/2026.
Anak-anak sekolah di Jawa Barat akan belajar seperti biasa di kelas. Tapi begitu bel pulang berbunyi, mereka benar-benar bebas.
Tidak perlu lagi membuka buku di rumah. Tidak perlu lagi mengerjakan soal matematika sambil mengantuk. Tidak ada lagi drama minta jawaban di grup WhatsApp.
Sebagai gantinya?
Di rumah, anak-anak diminta melakukan hal yang lebih manusiawi.
Membaca buku. Membantu orang tua. Cuci piring. Belajar masak. Belajar nyapu. Mungkin juga belajar nyanyi. Atau les gitar. Atau ikut les bahasa Inggris, matematika, atau bahkan fisika.
Aktivitas yang membuat mereka tumbuh bukan hanya sebagai murid, tapi juga sebagai manusia.
Kang Dedi Mulyadi (KDM) menyebutnya anak “Pancawaluya”. Anak-anak yang sehat, kuat, cerdas, sopan, dan punya masa depan.
Pasti ada yang tidak setuju. Guru, mungkin. Orang tua yang khawatir nilai anaknya turun. Atau pengamat pendidikan yang bilang ini populis.
Tapi Kang Dedi tenang saja.
“Pro dan kontra itu biasa. Yang penting tujuan kita jelas,” ujarnya.
Ia memang lebih suka menjelaskan arah pikirannya: bahwa hidup anak-anak bukan hanya soal nilai dan ranking.
Jam masuk sekolah juga dimajukan: pukul 06.30 pagi. Dan anak-anak tidak boleh keluar rumah lewat pukul 9 malam — kecuali sangat perlu, dan dengan izin orang tua.
Tentu saja ini bukan cuma soal disiplin. Ini soal membangun ekosistem anak. Bahwa sekolah bukan satu-satunya tempat belajar. Bahwa rumah dan lingkungan juga punya peran.
Kebijakan Kang Dedi ini, bukan soal PR. Tapi soal keberanian. Berani mengubah yang sudah puluhan tahun dianggap “normal”.
Kebijakan PR sekolah dihapus ini pasti bikin pelajar senang meski mereka kini harus berangkat lebih pagi ke sekolah.***