Bogordaily.net – Setelah Nabi Ibrahim memutuskan untuk berhijrah meninggalkan Raja Namrud dan kaumnya. Dalam perjalanan hijrah ini, beliau menikah dengan Siti Hajar dan dikaruniai seorang putra, yaitu Nabi Ismail.
Anak ini kelak juga diangkat menjadi nabi. Seiring waktu, Nabi Ismail tumbuh menjadi anak yang cerdas, kuat, dan bertanggung jawab. Ia sering membantu ayahnya dalam berbagai pekerjaan.
Pada suatu malam, Nabi Ibrahim bermimpi bahwa dirinya harus menyembelih Nabi Ismail. Awalnya, beliau bingung dan belum bisa memastikan kebenaran mimpi itu.
Namun, ketika mimpi itu datang berturut-turut selama tiga malam, barulah Nabi Ibrahim yakin bahwa itu adalah perintah dari Allah. Ia pun menyampaikan hal ini kepada putranya.
Nabi Ismail, meski masih muda, menunjukkan sikap luar biasa. Ia berkata kepada ayahnya agar melaksanakan apa yang diperintahkan Allah, dan insya Allah ia akan termasuk orang-orang yang sabar.
Sebuah jawaban yang mencerminkan keimanan dan ketaatan yang luar biasa dari seorang anak kepada Tuhan dan ayahnya.
Sebagai sosok yang sangat taat, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail bersiap menjalankan perintah tersebut. Dengan penuh kesedihan dan air mata, Nabi Ibrahim membawa putranya ke tempat penyembelihan.
Saat berada di Mina, Nabi Ismail bahkan meminta ayahnya untuk mengencangkan ikatannya agar ia tidak bergerak, dan agar bajunya disingkap supaya darahnya tidak mengenai pakaian sang ayah yang bisa membuat ibunya bersedih saat melihatnya.
Ia juga meminta agar ayahnya menyampaikan salam kepadanya jika nanti bertemu ibunya.
Nabi Ibrahim, dengan hati yang sangat berat, menjawab bahwa Ismail adalah sebaik-baiknya penolong dalam melaksanakan perintah Allah. Setelah itu, keduanya menangis.
Nabi Ibrahim kemudian meletakkan pisau tajam di leher anaknya. Namun, keajaiban kembali terjadi. Pisau itu tidak melukai sedikit pun. Bahkan setelah diulang beberapa kali, pisau tersebut tetap tidak bisa memotong leher Nabi Ismail.
Melihat hal ini, Nabi Ismail kembali berkata kepada ayahnya untuk memalingkan wajahnya, karena jika wajahnya terlihat, maka rasa iba sang ayah bisa menghalangi pelaksanaan perintah Allah.
Ia pun tak ingin melihat kilatan pisau yang membuatnya takut. Begitu besar keikhlasan dan ketegaran Nabi Ismail.
Namun lagi-lagi, pisau itu tetap tidak berfungsi. Allah lalu memanggil Nabi Ibrahim dan berfirman bahwa ia telah membenarkan mimpinya.
Allah menyatakan bahwa itu adalah ujian besar dan sebagai bentuk balasan atas ketaatan mereka, Allah menggantikan Nabi Ismail dengan seekor sembelihan yang agung.
Kisah ini menjadi salah satu teladan paling agung dalam sejarah umat manusia. Bagaimana seorang ayah dan anaknya menunjukkan ketundukan total pada perintah Tuhan, meskipun perintah itu begitu berat dan tidak masuk akal secara logika manusia. Tapi ketika iman dan keyakinan sudah memenuhi hati, segalanya menjadi mungkin.
Menurut keterangan dari para mufasir seperti Syekh Jalaluddin Al-Mahalli, sembelihan yang menggantikan Nabi Ismail merupakan sembelihan yang sangat agung.
Disebutkan bahwa kambing tersebut adalah kurban milik Habil yang dahulu pernah diterima Allah dan kemudian diangkat ke surga.***