Bogordaily.net – Di balik keindahan Gunung Rinjani yang menjulang setinggi 3.726 meter di Pulau Lombok, tersimpan sebuah legenda kuno tentang sosok gaib yang dipercaya menjaga kesucian gunung ini Dewi Anjani.
Bagi masyarakat Sasak, Dewi Anjani bukan sekadar tokoh mitos, melainkan simbol spiritual yang hidup dalam budaya dan hati mereka.
Konon, Dewi Anjani dulunya adalah seorang putri kerajaan yang dikenal akan kecantikannya yang menawan dan kelembutan hatinya.
Meski hidup dalam kemewahan istana, jiwanya terpaut pada alam. Ia lebih sering berada di hutan, berbincang dengan pepohonan dan bermain di aliran sungai, seolah alam adalah rumah sejatinya.
Suatu hari, di tengah keheningan hutan, ia menemukan mata air suci yang menurut cerita hanya muncul untuk mereka yang berhati murni.
Dengan rasa penasaran dan kekaguman, ia meminum air itu dan sejak saat itu, takdirnya berubah. Dewi Anjani kehilangan bentuk manusianya dan menjelma menjadi sosok gaib yang memiliki kekuatan spiritual luar biasa.
Para dewa kemudian mengangkatnya sebagai penjaga Gunung Rinjani. Ia diberi tugas menjaga keharmonisan alam, melindungi sumber mata air, dan memastikan manusia tidak melanggar batas kesucian gunung tersebut.
Danau Segara Anak, yang berada di kawah Rinjani, dipercaya sebagai tempat bersemayamnya sang dewi hingga kini.
Nama Dewi Anjani pun melekat kuat dalam budaya Lombok. Banyak yang percaya bahwa nama “Rinjani” berasal dari nama aslinya Rara Anjani, yang secara linguistik kemudian berubah menjadi “Renjani”, lalu “Rinjani”.
Bukti keberadaan namanya bisa ditemukan pada Desa Anjani di Lombok Timur serta Gedung Dewi Anjani di Mataram.
Setiap tahun, masyarakat Sasak melaksanakan ritual Mulang Pekelem sebagai bentuk penghormatan dan persembahan kepada Dewi Anjani.
Dalam upacara ini, ayam hitam dan emas kecil dipersembahkan ke Danau Segara Anak, sebagai simbol syukur dan permohonan restu agar alam tetap seimbang.
Bagi masyarakat setempat, Dewi Anjani bukan hanya legenda, melainkan bagian dari realitas spiritual yang hidup berdampingan dengan kehidupan sehari-hari.
Kabut yang menyelimuti puncak, keheningan hutan, dan bisikan angin dipercaya sebagai pertanda kehadiran sang penjaga gunung. Ia menjadi lambang kesucian, ketenangan, dan pengingat agar manusia selalu hidup dalam harmoni dengan alam.
Legenda ini mengajarkan bahwa kekuatan bukan berasal dari kekuasaan, tapi dari cinta dan keterikatan pada alam.
Ia adalah suara sunyi Rinjani, penjaga abadi yang setia menunggu di balik kabut. Dan setiap langkah menuju puncak Rinjani, sejatinya adalah perjalanan memasuki wilayah sakral yang dijaga oleh hati seorang dewi.***