Bogordaily.net – Pagi di Bogor selalu menyuguhkan pengalaman yang menyegarkan dan menenangkan. Udara segar yang masih dipenuhi sisa embun menyambut setiap langkah, menciptakan suasana yang ideal untuk memulai hari. Dari kamar kos di daerah Malabar, saya memutuskan untuk menjelajahi keindahan pagi dengan jogging. Dengan sepatu lari terpasang dan earphone yang mengalunkan musik lembut, saya melangkah keluar, siap menelusuri kota yang terkenal dengan julukan “Kota Hujan”.
Begitu keluar dari kos, udara pagi yang masih sejuk langsung menyapa wajah saya. Langit masih berwarna jingga samar, tanda matahari baru saja terbit. Jalanan di sekitar Malabar masih lengang, hanya beberapa kendaraan yang melintas, dan beberapa pedagang kaki lima mulai menata dagangan mereka. Aroma kopi dari warung kecil di sudut jalan bercampur dengan harumnya tanah basah setelah hujan semalam. Saya menarik napas dalam-dalam, menikmati ketenangan yang jarang bisa dirasakan saat siang hari ketika kota mulai sibuk.
Saya mulai berlari pelan, mengikuti trotoar yang dipenuhi pepohonan rindang. Suara kicauan burung terdengar di kejauhan, berpadu dengan langkah-langkah ringan di atas aspal yang masih dingin. Sesekali, saya melihat pesepeda yang juga menikmati udara segar pagi ini, beberapa di antaranya saling menyapa dengan senyum ramah. Di persimpangan, saya melewati tukang bubur ayam yang tengah sibuk melayani pelanggan pertama mereka. Harum kaldu ayam yang menggoda membuat perut saya sedikit bergemuruh, tapi saya memutuskan untuk menyelesaikan jogging terlebih dahulu sebelum menikmati sarapan.
Taman Sempur : ruang terbuka untuk berolahraga
Pagi di Taman Sempur selalu punya suasana yang khas. Udara masih segar, matahari baru naik, dan orang-orang sudah mulai beraktivitas. Begitu masuk ke area taman, saya langsung melihat beberapa kelompok yang sedang jogging, ada juga yang sekadar jalan santai sambil ngobrol. Di tengah lintasan, sekelompok ibu-ibu tampak serius mengikuti instruktur senam, gerakannya energik banget. Musik aerobik yang diputar dari speaker kecil bikin suasana semakin semangat. Saya mulai berlari pelan, menikmati ritme pagi yang ramai tapi tetap terasa nyaman.
Di salah satu sudut taman, ada sekumpulan anak muda yang sedang latihan tari tradisional. Saya berhenti sebentar, penasaran dengan gerakan mereka. Salah satu dari mereka menyalakan musik, dan tiba-tiba suasana berubah. Semua mulai menari dengan penuh energi, gerakan mereka kompak dan bertenaga. Beberapa pengunjung taman ikut memperhatikan, ada yang merekam dengan ponsel, mungkin buat konten media sosial. Saya tersenyum melihatnya—Bogor memang penuh anak-anak muda kreatif yang selalu punya cara untuk mengekspresikan diri.
Setelah satu putaran jogging, saya duduk di salah satu bangku taman buat istirahat sebentar. Seorang bapak tua yang duduk di sebelah saya menyapa ramah, “Baru pertama kali jogging di sini?” Saya mengangguk dan bilang kalau saya mahasiswa yang baru beberapa bulan tinggal di Bogor. Obrolan kami mengalir santai, beliau cerita kalau sudah lebih dari sepuluh tahun rutin olahraga di Sempur. “Udara pagi di sini bikin badan enak, kalau udah biasa, sehari nggak olahraga malah kerasa ada yang kurang,” katanya sambil tersenyum.
Di sekitar area taman, beberapa pedagang kaki lima mulai sibuk melayani pembeli. Ada yang jual jus buah, gorengan, sampai bubur ayam. Bau harum bubur yang mengepul dari mangkok bikin perut saya keroncongan. Saya akhirnya jalan ke salah satu pedagang yang jual es kelapa muda. “Es kelapa muda, Mbak? Seger lho buat abis olahraga,” kata penjualnya sambil menyodorkan gelas plastik berisi es kelapa yang masih ada serat-seratnya. Saya langsung menerimanya, meneguk perlahan sambil menikmati suasana. Rasanya manis alami dan segar, pas banget setelah jogging.
Sebelum pulang, saya berjalan ke area dinding mural yang ada di taman. Warna-warnanya mencolok, dengan gambar yang mencerminkan budaya Bogor. Salah satu mural yang menarik perhatian saya bertuliskan, “Jaga Sempur, Jaga Kota Kita.” Sebuah pengingat sederhana tapi berarti banget. Saya mengambil beberapa foto sebelum akhirnya beranjak pergi. Pagi ini di Taman Sempur benar-benar menyenangkan, dan saya yakin bakal sering balik ke sini lagi.
Kebun Raya Bogor: Keindahan Alam yang Menawan
Setelah puas menikmati suasana pagi di Taman Sempur, saya melanjutkan perjalanan ke Kebun Raya Bogor. Jalanan masih cukup lengang, hanya sesekali terlihat kendaraan yang melintas. Saya berjalan santai di trotoar, menikmati udara pagi yang masih sejuk. Beberapa pedagang kaki lima mulai membuka lapak di pinggir jalan, ada yang menjual kue-kue basah, ada juga yang menawarkan kopi panas. Aroma kopi yang menyeruak membuat saya tergoda, tapi saya memutuskan untuk lanjut dulu—nanti saja cari yang lebih santai di dalam kebun.
Begitu melewati gerbang Kebun Raya, suasana langsung berubah. Pepohonan tinggi menjulang di kanan dan kiri, memberikan keteduhan yang jarang saya temukan di tengah kota. Udara di sini terasa lebih segar, dengan aroma tanah yang lembap bercampur dengan dedaunan hijau. Burung-burung berkicau riuh, seakan menyambut para pengunjung yang datang. Saya menarik napas dalam-dalam, menikmati ketenangan yang langsung menyelimuti. Ini salah satu alasan kenapa saya selalu suka tempat-tempat hijau seperti ini—rasanya tenang banget, jauh dari kebisingan kota.
Saat berjalan di salah satu jalur setapak, saya melihat seorang pria dengan kamera besar sedang fokus memotret sesuatu di atas pohon. Saya penasaran dan mendekat untuk melihat lebih jelas. Rupanya, dia sedang mengabadikan seekor burung kecil berwarna cerah yang bertengger di dahan. “Kalau pagi, burung-burungnya lebih aktif,” katanya tanpa melepas pandangan dari kamera. Saya mengangguk dan bertanya apakah dia sering memotret di sini. “Sering banget! Tempat ini surga buat fotografer, banyak objek menarik, dari burung, pohon, sampai serangga kecil yang unik,” jawabnya antusias. Saya jadi berpikir, sepertinya asyik juga kalau lain kali saya bawa kamera dan coba cari objek menarik di sini.
Saya melanjutkan perjalanan ke area kolam teratai. Airnya tenang, dengan daun-daun teratai yang mengapung di permukaan, beberapa di antaranya sudah mulai berbunga. Warna merah muda bunga teratai kontras dengan hijaunya daun, menciptakan pemandangan yang cantik. Di tepi kolam, seorang ibu dan anaknya sedang melemparkan makanan ke ikan-ikan yang berenang di bawah. “Lihat, ikannya besar-besar ya, Bu!” seru si anak dengan mata berbinar. Ibunya hanya tersenyum, menikmati momen sederhana itu bersama anaknya. Saya ikut terpesona melihat ikan-ikan koi berwarna-warni bergerak lincah di dalam air.
Saat berjalan lebih jauh, saya sampai di area yang menghadap langsung ke Istana Bogor. Dari balik pagar besi, saya bisa melihat bangunan megah itu berdiri dengan anggun, dikelilingi taman hijau yang luas. Beberapa rusa tampak sedang merumput dengan santai, sesekali mengangkat kepala seolah memperhatikan pengunjung yang mengamati mereka dari kejauhan. Saya tersenyum sendiri melihat rusa-rusa ini selalu jadi salah satu hal paling menarik setiap kali datang ke Kebun Raya.
Tak jauh dari situ, ada sekelompok mahasiswa yang sedang duduk di bawah pohon, tampak asyik berdiskusi sambil membuka buku dan laptop. Salah satu dari mereka, seorang perempuan berkacamata, tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arah saya. “Mbak, boleh fotoin kami nggak?” tanyanya dengan senyum ramah. Saya mengangguk dan mengambil ponselnya. “Oke, satu… dua… tiga!” Setelah beberapa kali jepretan, mereka melihat hasilnya dan langsung tertawa puas. “Makasih ya, Mbak!,” kata salah satu dari mereka. Saya tersenyum dan mengangguk.
Setelah cukup lama berjalan kaki, saya iseng menyewa skuter listrik yang tersedia di dekat pintu masuk. Lumayan, biar nggak capek keliling Kebun Raya yang luas banget ini. Begitu skuter mulai melaju pelan, angin sejuk langsung terasa di wajah. Rasanya seru juga menyusuri jalan setapak yang dikelilingi pepohonan tinggi, sambil sesekali melihat pengunjung lain yang juga menikmati pagi di sini.
Di salah satu jalur yang agak sepi, saya melewati pasangan muda yang juga naik skuter. Mereka tampak asyik bercanda, sesekali saling balapan kecil. Saya tertawa sendiri melihatnya, lalu tanpa sadar jadi ikut mempercepat laju skuter. Bukan buat balapan sih, cuma biar lebih terasa adrenalinnya.
Saat hampir sampai di area dekat kolam teratai, saya melambatkan laju skuter dan berhenti sebentar. Ada beberapa orang yang duduk di pinggir kolam, menikmati pemandangan air yang tenang dengan bunga teratai yang mengapung di atasnya. Saya juga ikut duduk sebentar, menarik napas dalam-dalam. Suasananya damai banget.
Tiba-tiba, seorang anak kecil yang juga naik skuter berhenti di sebelah saya. “Kak, kakak juga baru belajar naik ini ya?” tanyanya polos. Saya tertawa kecil, “Enggak sih, tapi emang masih agak kagok juga.” Dia mengangguk paham, lalu bilang, “Aku tadi hampir nabrak batu, untung nggak jatuh.” Saya hanya tersenyum sambil mengacungkan jempol. “Hebat dong kalau bisa jaga keseimbangan,” balasku.
Setelah merasa cukup istirahat, saya kembali melanjutkan perjalanan. Meliuk-liuk di jalur setapak dengan skuter listrik memang pengalaman yang seru. Nggak cuma bikin eksplorasi jadi lebih cepat, tapi juga nambah kesan menyenangkan di Kebun Raya. Rasanya belum puas, tapi hari makin siang, jadi saya pun memutuskan untuk mengembalikan skuter dan beranjak pulang.
Sebelum pulang, saya memutuskan untuk duduk sebentar di bawah pohon besar, menikmati suasana sekitar. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membuat dedaunan bergoyang perlahan. Saya menutup mata sebentar, meresapi ketenangan yang jarang bisa saya temukan di tempat lain. Kebun Raya Bogor benar-benar tempat yang sempurna untuk melarikan diri sejenak dari kesibukan. Saya tahu, saya pasti akan kembali ke sini lagi.
Momen Berharga dalam Kesederhanaan
Saya menyempatkan diri duduk sejenak di bangku taman, menikmati sepoi angin sambil mengamati pengunjung lain yang juga menikmati keindahan alam. Ada keluarga yang piknik, anak-anak bermain, serta pasangan muda yang mengambil foto-foto romantis. Momenmomen sederhana ini sangat berarti; mereka mengingatkan saya akan pentingnya menghargai keindahan alam sekitar.
Setelah merasa cukup berkeliling dan meresapi keindahan pagi itu, saya memutuskan untuk kembali ke kos. Perjalanan pulang terasa lebih ringan; mungkin karena energi positif yang saya dapatkan dari aktivitas pagi ini. Udara segar dan pemandangan hijau membuat rutinitas sederhana ini terasa begitu bermakna.
Saat berjalan pulang melewati jalan-jalan kecil di sekitar Kebun Raya, saya melihat warung bubur ayam yang mulai buka, dengan beberapa pelanggan sudah duduk di bangku kayu sederhana. Aroma kaldu ayam yang hangat langsung menggoda perut yang mulai keroncongan. Saya akhirnya memutuskan untuk berhenti sebentar dan duduk di salah satu bangku kosong.
Seorang bapak paruh baya dengan gerobak dorongnya tampak sibuk meracik pesanan. “Pakai sambal, Kak?” tanyanya ramah ketika menyajikan semangkuk bubur dengan topping melimpah. Saya mengangguk, lalu mengambil sendok dan mulai menikmati sarapan sederhana ini. Rasanya enak, dengan tekstur bubur yang lembut berpadu dengan gurihnya kacang dan ayam suwir.
Di sebelah saya, ada dua orang ibu-ibu yang asyik mengobrol sambil menikmati sarapan mereka. “Pagi-pagi makan bubur emang paling pas ya, Bu,” salah satu dari mereka berkomentar, disambut anggukan setuju dari temannya. Saya hanya tersenyum, menikmati suasana pagi yang santai.
Sambil menghabiskan bubur, saya melihat jalanan mulai lebih ramai. Orang-orang berangkat kerja, pedagang kaki lima semakin banyak yang buka, dan suasana kota mulai hidup kembali. Rasanya puas bisa menikmati pagi dengan tenang sebelum kembali ke aktivitas harian.
Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih kepada penjual, saya kembali melanjutkan perjalanan pulang. Perut kenyang, hati senang, dan pagi ini terasa lebih spesial dari biasanya.***
Cikita Sinaga
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB