Bogordaily.net – Tidak ada yang tahu siapa nama anak itu. Tapi hampir tiap malam, dia selalu ada. Di SPBU Pertamina, sebelah Bogor City Center.
Berdiri dengan tenang. Membawa karung kecil. Menyapa satu per satu pengunjung—yang ke Indomaret, Alfamart, atau yang sedang isi bensin.
Bukan sekadar anak jalanan biasa. Tidak compang-camping. Tidak kotor. Bahkan, bajunya sering ganti.
Itu juga yang bikin warga resah. “Keliatan bersih dan bajunya sering ganti. Tapi tiap malam selalu ada di sana minta-minta. Sepertinya memang disuruh,” kata warga.
Ia menolak disebut namanya. Wajar. Siapa tahu ini bukan perkara sederhana.
Ini seperti adegan yang diputar ulang setiap malam. Anak itu datang, berjalan pelan, lalu berhenti di depan orang-orang.
Tidak berkata-kata panjang. Kadang hanya pandangan mata. Tangannya bergerak pelan. Mengharap belas kasihan.
Lalu ada pertanyaan: anak sekecil itu, siapa yang menyuruh?
Bogor memang bukan Jakarta. Tapi pengemis anak juga bukan cerita baru di kota hujan ini.
Yang jadi baru: penampilan anak ini. Terlalu bersih untuk tidur di trotoar. Terlalu teratur untuk hidup di jalanan.
Warga gelisah. Takut ada eksploitasi. Takut ada tangan dewasa yang bersembunyi di balik karung kecil itu. Mengatur, memantau, mungkin juga menghitung hasil setiap malam.
Apa Dinas Sosial tahu? Entahlah. Sampai tulisan ini dibuat, belum ada langkah nyata dari mereka atau mungkin belum tahu.
Padahal, kalau mau, cukup satu tim turun malam hari. Datangi anak itu. Tanyai dengan sabar. Lacak ke mana dia pulang. Cari siapa yang menjemput.
Itu saja dulu.
Karena kalau anak-anak mulai kehilangan masa kecilnya—dipaksa mengemis saat teman-temannya belajar atau tidur pulas—maka yang kita hadapi bukan sekadar kemiskinan. Tapi juga kejahatan. Diam-diam. Di tengah kota.
Dan itu tidak boleh dibiarkan. Dan kini aksinya viral di media sosial.***