Bogordaily.net – Panitia pesta gay di puncak Bogor diperiksa Polres Bogor, mereka kini harus siap dengan hukumannya.
Siapa sangka, di balik gemerlap hawa dingin Puncak, ada panas yang membara di satu hotel di kawasan Megamendung. Bukan karena api, tapi karena nafsu.
Bukan karena seminar, tapi karena pesta yang disamarkan. Dan bukan family gathering sungguhan, tapi topeng dari sesuatu yang lebih dalam.
Ada empat orang panitia pesta gay di puncak Bogor yang diperiksa. Mereka kini duduk berhadapan dengan penyidik Satreskrim Polres Bogor. Diperiksa. Dimintai keterangan. Dipecah satu-satu ceritanya.
Mereka bukan tokoh utama. Tapi peran mereka tidak kecil. Mereka yang mengatur, mereka yang mengundang, mereka yang mendesain pesta gay yang dibungkus rapi dengan label “family gathering”.
“Per hari ini, kami memanggil kembali empat orang panitia guna memberikan keterangan tambahan dan pendalaman,” kata AKP Teguh Kumara, Kasat Reskrim Polres Bogor, Selasa siang (24/6/2025).
Sebelumnya, 75 pria yang ikut serta dalam pesta itu sempat diamankan. Tapi mereka dipulangkan.
Bukan karena kasus ditutup, tapi karena hukum tak boleh terburu-buru. Mereka masih bisa dipanggil kapan saja, dan mereka tahu itu.
Polisi Sudah Bergerak, LP Sudah Diterbitkan
Bukan hanya razia. Polisi bukan sedang menertibkan warung remang-remang. Ini soal pasal.
Pasal tentang pornografi. Pasal tentang perbuatan cabul yang difasilitasi. Pasal yang tertulis jelas di Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008.
Ada juga pasal klasik: Pasal 296 KUHP. Pasal tentang menyediakan tempat perbuatan cabul.
“Kami sudah terbitkan laporan polisi. Pasal-pasalnya jelas. Bagi yang memfasilitasi atau mendanai perbuatan cabul, ada ancaman hukumnya,” ujar AKP Teguh.
Tak banyak kata. Tak pakai emosi. Polisi berjalan dengan langkah hukum, bukan moral.
30 Orang Reaktif HIV dan Sifilis
Di balik itu semua, ada fakta yang lebih dalam. Yang lebih mengiris. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor ikut turun tangan. Dari 75 orang peserta pesta, 30 orang reaktif HIV dan sifilis.
Kadinkes Kabupaten Bogor, Fusia Meidiyawaty, menyebut sebagian besar bukan warga Bogor.
Mereka datang dari luar. Dari kota-kota di sekitarnya. “Sebagian kecil berasal dari Bogor. Sisanya akan dirujuk ke puskesmas tempat domisili masing-masing,” ujarnya.
Tak Hanya Soal Moral, Tapi Soal Kesehatan Masyarakat
Di luar vonis sosial, ada vonis biologis. Angka 30 dari 75 bukan angka kecil. Di situ, negara harus hadir. Bukan hanya dengan borgol, tapi juga dengan jarum suntik, edukasi, dan pendampingan.
Pesta itu sudah bubar. Tapi jejaknya masih ada. Di data polisi. Di laboratorium Dinkes. Dan di ruang tunggu penyidikan yang kini dihuni empat panitia.
Dan mungkin, ini bukan pesta terakhir. Tapi setidaknya, kita semua sudah lebih tahu bahwa di balik label “family gathering”, kadang tersembunyi hal yang bahkan keluarga pun tak akan mengerti.***