Monday, 23 June 2025
HomeBeritaSengketa Lahan TNI-Warga di Jawa Barat: Kegagalan Verifikasi Notaris Picu Konflik Berkepanjangan

Sengketa Lahan TNI-Warga di Jawa Barat: Kegagalan Verifikasi Notaris Picu Konflik Berkepanjangan

Bogordaily,net – Konflik lahan antara Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) dengan masyarakat di beberapa wilayah Jawa Barat kembali mencuat. Kasus sengketa lahan di kawasan Peta 76 Bandung, Landasan Udara Atang Sendjaja Bogor, Ujung Genteng Sukabumi, dan Sukani Majalengka menjadi sorotan utama karena belum menemukan penyelesaian yang tuntas meski sudah berlangsung puluhan tahun.

Permasalahan ini tidak hanya menimbulkan ketegangan sosial, tetapi juga mengungkap kelemahan dalam proses penemuan hukum oleh notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam verifikasi legalitas tanah sebelum pengalihan hak dilakukan.

Kegagalan Verifikasi Notaris Picu Konflik Berkepanjangan
Menurut data terbaru dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Barat, sejumlah notaris didapati lalai dalam melakukan verifikasi status lahan militer sebelum menerbitkan akta jual beli. Hal ini bertentangan dengan Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) yang menuntut itikad baik dan kehati-hatian dalam menjalankan tugas.

Konflik tersebar di empat wilayah utama di Jawa Barat:
• Peta 76, Kota Bandung
• Landasan Udara Atang Sendjaja, Kabupaten Bogor
• Tanah TNI AU di Ujunggenteng, Kabupaten Sukabumi
• Landasan Udara Sukani, Kabupaten Majalengka
Kasus di Peta 76 Bandung, misalnya, menunjukkan bahwa akta pengalihan hak yang diterbitkan tidak mencantumkan status lahan sebagai aset militer. Akibatnya, warga yang mengklaim kepemilikan lahan tersebut menghadapi penolakan dari pihak TNI, memicu konflik berkepanjangan selama lebih dari lima dekade.

Kronologi dan Dinamika Konflik
Konflik bermula dari klaim sepihak TNI AU atas lahan yang selama ini ditempati dan dikelola warga secara turun-temurun. Warga, yang sebagian besar adalah petani dan nelayan, mengaku memiliki sertifikat asli dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), namun lahan mereka dipasang patok dan diakui sebagai milik TNI AU.

Di Ujung Genteng, Sukabumi, warga bahkan sempat mengadu ke Komnas HAM karena merasa diintimidasi dan mengalami kekerasan fisik oleh aparat TNI AU. Mereka menuntut perlindungan hukum dan pengakuan atas hak kepemilikan tanah yang sudah mereka tempati selama puluhan tahun.

Salah satu kasus terbaru yang mencerminkan permasalahan ini adalah perkara nomor 145/Pdt.G/2025/PN Ckr, di mana lima warga menggugat PT Delta Mas terkait sengketa lahan bekas lokasi industri. Dalam persidangan, ditemukan bahwa akta hibah yang digunakan tidak memverifikasi status Hak Guna Bangunan (HGB) dan mengabaikan ketentuan pendaftaran tanah sesuai PP No. 24 Tahun 1997.

Majelis Pengawas Notaris telah menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada notaris yang bersangkutan, menandakan adanya pelanggaran kode etik dan prosedur hukum.

Hambatan dalam Penemuan Hukum
Beberapa kendala utama yang menghambat penemuan hukum efektif oleh notaris antara lain:
• Dualisme Bukti Kepemilikan: Kesulitan membedakan antara sertifikat resmi dan bukti historis kepemilikan militer.
• Tekanan Eksternal: Sekitar 34% notaris di wilayah konflik mengaku mengalami intimidasi dari pihak-pihak yang bersengketa.
• Fragmentasi Regulasi: Tidak adanya protokol baku terkait verifikasi lahan militer dalam peraturan pertanahan yang berlaku.

Upaya Penyelesaian
Para ahli hukum dan praktisi notariat merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk mengatasi permasalahan ini:
1. Verifikasi Terintegrasi: Kolaborasi antara SIMTANAS-BPN dan database aset militer untuk memetakan lahan rawan konflik secara akurat.
2. Akta Bersyarat: Pencantuman klausul dalam akta yang mengharuskan konfirmasi status non-militer dari Kodam setempat sebelum pengalihan hak berlaku.
3. Mediasi Trilateral: Peran notaris sebagai fasilitator dialog antara TNI, warga, dan pihak terkait dengan pendekatan restorative justice.
4. Sanksi Tegas: Penerapan sanksi administratif maksimal sesuai UUJN bagi notaris yang lalai dalam verifikasi.

Konflik lahan TNI-warga di Jawa Barat Sengketa tanah antara TNI AU dan warga di Jawa Barat merupakan masalah agraria yang kompleks dan telah berlangsung hampir setengah abad. Penyelesaiannya membutuhkan keterlibatan aktif seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, BPN, TNI, hingga masyarakat sipil. Tanpa solusi regulatif dan koordinasi yang kuat, konflik ini berpotensi menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.***

Muhammad Alfaridzi
Muhammad Fadlan Rizkiawan
Mahasiswa Universitas Pancasila Magister Kenotariatan

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here