Bogordaily.net – Siapa yang menyangka urusan pajak bisa membuat antrean sepanjang itu?
Di Jawa Barat, sejak Gubernur Kang Dedi Mulyadi—KDM, begitu ia disingkat dengan gaya khas anak muda TikTok—menggelindingkan program pemutihan pajak kendaraan, jumlah warga yang menyerbu Samsat melonjak drastis.
Bahkan, Kepala Bapenda Jabar, Asep Supriatna, sampai harus menambah tenaga dari kalangan mahasiswa magang sejak program pemutihan pajak diberlakukan.
Setiap hari, rata-rata dua ribu orang datang. Bukan hanya untuk membayar pajak tahunan. Tapi juga lima tahunan. Juga balik nama. Juga mutasi. Keluar dan masuk. Seperti orang mudik, tapi arah sebaliknya: ke kantor pajak.
“Saya apresiasi tinggi antusiasme warga,” kata Asep kepada wartawan, Kamis 26 Juni 2025.
Nada suaranya tenang, tapi matanya pasti lelah. Wajar, pelayanan Samsat sekarang bukan cuma Senin sampai Jumat. Sabtu tetap buka. Bahkan Ahad pun lembur.
Yang datang pun bukan sedikit. Sampai 31 Mei lalu, jumlah kendaraan yang sudah “ditebus dosanya” nyaris 3 juta. Tepatnya: 2.962.941 unit. Rinciannya, 2,4 juta lebih motor dan setengah juta mobil.
“Setelah saya dilantik, saya langsung turun ke lapangan,” ujar Asep.
Gaya kerja model begini agaknya memang cocok dengan gaya kepemimpinan KDM yang juga lebih suka duduk lesehan di warung daripada di ruang rapat ber-AC.
KDM seperti ingin mengubah wajah birokrasi yang kusam. Pajak—yang selama ini identik dengan denda, ancaman, dan surat tilang—diubah jadi momen rekonsiliasi. Tak ada kata terlambat. Yang penting, datang dan bayar.
Asep juga tak main-main dalam mengejar perbaikan layanan. Mesin antrean ditambah. Channel pembayaran diperbanyak. Sistem digitalisasi dipercepat. Bahkan tim Samsat “blusukan” ke titik-titik keramaian warga.
Semua ini dilakukan demi satu tujuan: hak rakyat untuk mendapatkan layanan yang mudah dan cepat. Dan, tentu saja, demi kas daerah yang selama ini bocor karena kendaraan yang mati pajak.
Ada yang bilang ini strategi populis. Tapi KDM tak peduli. Yang penting, antrean panjang bukan karena kekacauan. Tapi karena semangat warga membayar pajak tanpa beban.
Toh, negara memang seharusnya begini: hadir dengan cara yang ramah, bukan menakutkan.***