Friday, 4 July 2025
HomeNasionalDiskusi Publik LS Vinus, Pengamat Yusfitriadi: Putusan MK Kuat Di Substansi Rumit...

Diskusi Publik LS Vinus, Pengamat Yusfitriadi: Putusan MK Kuat Di Substansi Rumit di Eksekusi!

Bogordaily.net – Lembaga Studi Visi Nusantara Maju (Vinus) menggelar diskusi publik bertajuk “Putusan Mahkamah Konstitusi: Kuat Di Substansi, Rumit Dieksekusi”.

Dalam diskusi tersebut, menghadirkan Narasumber diantaranya, Ray Rangkuti (Lingkar Madani Indonesia), Yusfitriadi (Vinus Indonesia), Jeirry Sumampow (Komite Pemilih Indonesia), Rafih Sri Wulandari (Akademisi) dan Geri Permana (Praktisi Hukum).

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan daerah pada 2029 mendatang. Dengan demikian Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai ‘Pemilu lima kotak’ tidak lagi berlaku.

Selain itu, MK juga mempertimbangkan bahwa hingga saat ini pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 terbit 26 Februari 2020.

Kemudian secara faktual, DPR dan pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua aturan terkait dengan Pemilu.

Putusan MK yang memerintahkan pemisahan antara pemilu nasional dan lokal dinilai membawa implikasi penting terhadap masa jabatan kepala daerah maupun anggota DPRD.

Sejumlah pengamat menilai, penataan ulang masa jabatan menjadi krusial untuk menjaga kepastian hukum dan kesinambungan pemerintahan.

Salah satunya Pengamat Politik dan Kebijakan Publik sekaligus Founder Lembaga Studi (LS) Visi Nusantara Maju (Vinus), Yusfitriadi.

Yusfitriadi menjelaskan bahwa, keputusan untuk memisahkan Pemilu Nasional tersebut dinilai positif, khususnya untuk mempermudah kinerja penyelenggara Pemilu khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Namun, ketika keputusan tersebut dinilai melanggar Undang Undang Dasar 1945, maka perlu adanya tindak lanjut dari DPR RI selaku pemegang amandemen.

“Mungkin bagi kita menggembirakan keputusan MK itu, dalam perspektif substantif, karena banyak hal yang positif,” kata Yusfitriadi, Jum’at 4 Juli 2025.

“Tapi ketika itu melanggar undang-undang, itulah kontraproduktif dengan tugas MK, yang akan berperan menguji undang-undang, agar tidak bertentangan dengan undang-undang dasar 1945,” tambahnya.

Kemudian, kata Yusfitriadi, DPR RI perlu untuk menindaklanjuti selama kurun waktu 7 hari setelah keputusan tersebut dibuat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

“Ya akhirnya kan semuanya. Karena pilihan anak kan dilakukan di daerah-daerah. Kemudian ketika dipisahkan DPRD dengan DPR RI, DPR RI kan seluruh Indonesia. Inilah yang kemudian, harusnya kan keputusan MK itu ditindaklanjuti selama 7 hari, setelah keputusan,” jelasnya.

Selain itu, keputusan yang dinilai menjadi polemik itu masih perlunya adanya gugatan dari berbagai partai politik khususnya di lingkup DPR RI.

“Nah potensi ini enggak? Karena apa? Karena memang polemik Di DPR RI-nya, di partai-partai politiknya juga polemik, di antarpegiatnya juga polemik, pengemasan juga polemik, karena polemiknya tadi itu, ini melanggar undang-undang atau tidak. Tentu tadi perspektifnya berbeda. Tapi semua sepakat tadi itu,” ujarnya.

“Itu ada problem konstitusi, semua sepakat. Cuma melihat dari perspektif positif-negatifnya, putusan MK itu, dalam perspektif clear, melanggar undang-undang, clear,” tuturnya.

Meski demikian, Yusfitriadi menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU)  harus siap dengan berbagai skema atau mekanisme yang disahkan nantinya oleh Pemerintah, terlepas dari adanya keputusan MK terkait pemisahan antara Pemilu Nasional dan Daerah.

“Saya enggak mau memperberat. Tadi yang di awal itu, KPU menyatakan bahwa, keserentakan pemilu di tahun yang sama, itu berat secara teknis. KPU mengatakan itu. Sehingga luar putusan MK, maka pekerjaan KPU jadi ringan,” ungkap Yusfitriadi.(Albin Pandita)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here