Bogordaily.net — Penunjukan Sahat Sihombing sebagai Direktur Utama PT Indofarma Tbk dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 25 Juni 2025 dinilai sebagai titik balik penting dalam upaya perbaikan tata kelola BUMN Farmasi. Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya (FSP BUMN IRA) menyebut penunjukan ini sebagai pergeseran dari pendekatan politis menuju profesionalisme berbasis rekam jejak.
“Ini momentum yang baik. Kami mengapresiasi langkah Danantara sebagai pemegang saham mayoritas Indofarma yang menunjuk figur profesional dan berintegritas,” ujar Ridwan Kamil, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya.
Ridwan menambahkan, perubahan serupa juga dituntut dilakukan di dua perusahaan farmasi negara lainnya, yakni PT Bio Farma (Persero) sebagai induk holding, dan PT Kimia Farma Tbk yang dalam waktu dekat juga akan menggelar RUPS.
“Jangan ulangi kesalahan yang sama. Pemerintah sudah berencana mengucurkan dana besar untuk membenahi BUMN farmasi. Tapi kalau direksinya tetap diisi orang-orang yang tak kompeten, itu sama saja dengan membakar uang rakyat,” tegas Ridwan.
Holding Gemuk, Kinerja Kurus
Salah satu sorotan tajam federasi pekerja adalah komposisi direksi di PT Bio Farma (Persero) yang dinilai terlalu gemuk dan boros. Saat ini, holding farmasi itu memiliki delapan direktur, sebuah struktur yang dianggap tidak sebanding dengan kinerja perusahaan yang terus memburuk sejak holding dibentuk pada 2020.
“Delapan direksi dalam satu perusahaan, meski sebagai induk, tetap terlalu banyak dan memboroskan anggaran. Harus segera dilakukan restrukturisasi, cukup maksimal lima orang agar lebih fokus dan efisien,” tegas Ridwan.
Sejak menjadi induk holding BUMN Farmasi, Bio Farma dinilai gagal menunjukkan perbaikan berarti baik secara operasional maupun finansial. Beberapa anak usahanya justru terlibat skandal besar, termasuk kasus korupsi alat kesehatan di Indofarma dan kegagalan transformasi di Kimia Farma.
Awas Dana Jumbo Mubazir
Desakan reformasi juga diarahkan ke PT Kimia Farma Tbk yang terlilit utang lebih dari Rp12 triliun, dengan beban bunga yang mencapai Rp600 miliar per tahun. Federasi pekerja menilai kondisi ini sudah sangat genting dan hanya bisa diselamatkan lewat restrukturisasi manajemen total.
“RUPS Kimia Farma nanti harus menjadi ajang evaluasi menyeluruh. Seluruh direksi harus diuji kapabilitas dan rekam jejaknya. Kalau tidak ada terobosan, kita hanya akan menyaksikan kematian pelan-pelan Kimia Farma,” ujar Ridwan.
Federasi juga mengingatkan pemerintah dan pemegang saham agar kucuran dana penyelamatan tak jatuh ke tangan manajemen yang tak punya integritas dan kompetensi. Dalam situasi krisis, mereka menilai bahwa pengangkatan direksi tak bisa lagi didasarkan pada lobi politik, apalagi asal loyal.
Penunjukan Sahat Sihombing di Indofarma telah membuka jalan perubahan. Namun, perubahan sejati hanya akan terjadi jika holding Bio Farma dan Kimia Farma juga berani berbenah. Di tengah sorotan publik dan derasnya dana negara yang mengalir, pertaruhan terbesar adalah memastikan profesionalisme dan akuntabilitas benar-benar menjadi fondasi baru BUMN Farmasi. ***