Bogordaily.net – Tradisi Pacu Jalur, warisan budaya asli dari Kuantan Singingi, Riau, mendadak viral dan jadi sorotan internasional.
Sayangnya, viralnya tradisi ini justru menimbulkan kontroversi setelah warganet dari luar negeri ramai-ramai mengklaim budaya tersebut sebagai milik mereka.
Pemicunya adalah unggahan akun resmi klub sepak bola ternama Paris Saint-Germain (PSG), yang memamerkan para pemainnya menirukan gerakan khas penari di haluan perahu Pacu Jalur.
Gerakan tersebut kini dikenal luas di internet sebagai “aura farming” sebuah istilah yang merujuk pada gerakan ritmis dan penuh semangat khas Pacu Jalur.
Unggahan itu langsung menyedot perhatian warganet global. Tapi yang mengejutkan, banyak dari mereka mengklaim gerakan itu berasal dari negara lain, seperti Vietnam, Thailand, Filipina, hingga Malaysia. Kolom komentar media sosial pun penuh dengan klaim sepihak, seperti:
“It’s trend from Vietnam 🇻🇳,”
“That’s Malaysian culture 🇲🇾,”
“I saw this years ago in the Philippines 🇵🇭.”
Klaim-klaim tersebut jelas menyesatkan. Padahal, jika ditelusuri jejak sejarahnya, Pacu Jalur adalah tradisi khas Kuantan Singingi yang telah hidup sejak abad ke-17, jauh sebelum era media sosial dan tren global saat ini.
Pacu Jalur merupakan perlombaan perahu panjang atau “jalur” yang digelar rutin setiap bulan Agustus dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Perahu-perahu ini dihias megah dan didayung oleh 40–60 orang, diiringi tabuhan musik tradisional dan aksi seorang penari di bagian depan perahu.
Gerakan penari inilah yang kini viral dan banyak ditiru sebagai “aura farming”.
Lebih dari sekadar lomba dayung, Pacu Jalur adalah simbol kerja sama, sportivitas, kekuatan komunitas, dan identitas budaya masyarakat Kuansing.
Setiap gerakan dalam Pacu Jalur menyimpan filosofi tentang gotong royong, kesetiaan, dan semangat juang.
“Pacu Jalur bukan hanya milik Kuansing, tapi juga kebanggaan Indonesia. Dunia boleh tahu dan kagum, tapi jangan sampai warisan ini diklaim sepihak,” tegas seorang tokoh budaya Riau yang ikut mengawal pelestarian Pacu Jalur.
Fenomena viral ini memang membuka peluang luar biasa untuk promosi budaya Indonesia ke kancah global.
Namun, di tengah euforia digital, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk menjaga akar sejarah dan orisinalitas tradisi ini.***