Bogordaily.net – Kronologi kematian Zara Qairina tidak sekadar sebuah rangkaian tanggal dan peristiwa. Ia adalah cerita pahit yang menembus nurani banyak orang di Malaysia.
Gadis 13 tahun itu—yang namanya kini menjadi simbol duka dan kemarahan nasional—berawal dari sebuah subuh yang sepi di Sabah, berubah menjadi gelombang tuntutan keadilan di seluruh negeri.
16 Juli 2025, pukul tiga pagi. Zara ditemukan tak sadarkan diri di saluran pembuangan dekat asrama SMKA Tun Datu Mustapha Limauan.
Dari lantai tiga ia jatuh. Rumah Sakit Queen Elizabeth I di Kota Kinabalu menjadi saksi bisu usahanya bertahan. Sehari kemudian, 17 Juli, napasnya terhenti. Ia dimakamkan di Kampung Kalamauh Mesapol, Sipitang.
Di sinilah kronologi kematian Zara Qairina mulai memanas. 18 Juli, Menteri Pendidikan Fadhlina Sidek bicara: kementeriannya akan bekerja sama penuh dengan polisi.
21 Juli, sang ibu, Noraidah Lamat, menuntut penyelidikan yang adil dan transparan. Ia mengenang, pertemuan terakhirnya dengan sang putri terjadi pada 12 Juli, saat gotong royong sekolah.
Gelombang reaksi tak mereda. 28 Juli, Komisaris Polisi Sabah, Jauteh Dikun, meminta publik tenang dan menghindari spekulasi. 30 Juli, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Mustapha Sakmud, membantah segala tuduhan yang menyeret namanya maupun istrinya. Tuduhan itu, katanya, hanya merusak reputasi.
31 Juli, penyelidikan hampir rampung. Berkas sudah sampai di kepolisian pusat. 60 orang sudah dimintai keterangan. Lalu 1 Agustus, sang ibu meminta makam digali kembali untuk otopsi.
Ia ingin kepastian. Ingin kebenaran. 6 Agustus, pengacaranya mengimbau publik menahan diri dari spekulasi liar.
Namun, di balik semua tanggal dan pernyataan resmi, kronologi kematian Zara Qairina adalah kisah tentang seorang anak yang mungkin telah menghadapi ketakutan yang tak seharusnya ditanggung di usianya. Dan kini, seluruh negeri menunggu satu hal: jawaban.***