Saturday, 2 August 2025
HomeOpiniKetika TKA Digunakan Secara Bijak, Hasilnya Bisa Mendorong Perubahan

Ketika TKA Digunakan Secara Bijak, Hasilnya Bisa Mendorong Perubahan

Bogordaily.net – Sistem pendidikan Indonesia membutuhkan instrumen yang objektif untuk menilai capaian akademik siswa. Tes Kemampuan Akademik (TKA) hadir menjawab kebutuhan ini.

Secara yuridis, filosofis, historis, dan sosiologis, keberadaan TKA penting karena memberikan standar evaluasi yang adil bagi semua siswa tanpa memandang asal sekolah.

TKA bukan sekadar alat ukur, melainkan bagian dari upaya untuk membangun kepercayaan terhadap sistem evaluasi capaian belajar yang selama ini terasa timpang antar-sekolah.

Selama ini, seleksi masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi banyak bergantung pada rapor. Padahal, nilai rapor kerap tidak bisa dibandingkan secara objektif antar-sekolah. Nilai 90 di satu sekolah bisa berbeda makna dengan nilai serupa di sekolah lain.

Ketidakseragaman ini menyulitkan perguruan tinggi maupun sekolah lanjutan dalam melakukan seleksi. TKA hadir untuk menutup celah tersebut.

Dengan instrumen nasional yang terstandar, hasil TKA memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kemampuan siswa. Ia berfungsi sebagai instrumen pengendali mutu yang memacu perbaikan berkelanjutan di satuan pendidikan.

Data Kementerian Pendidikan menunjukkan adanya disparitas capaian akademik antarwilayah dengan deviasi nilai hingga 20 poin. Dengan adanya TKA, kesenjangan ini dapat ditekan. Siswa di Papua dan Aceh memiliki tolok ukur yang sama dengan siswa di Jakarta atau Bandung. Artinya, potensi terbaik dari seluruh pelosok negeri dapat terlihat tanpa tereduksi oleh keterbatasan standar lokal.

TKA sebagai Ruang Kolaborasi dan Kepemilikan Bersama

Pendidikan adalah tanggung jawab kolektif antara pemerintah pusat, daerah, dan stakeholder lainnya. Karena itu, keberlanjutan dan partisipasi lintas sektor dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua merupakan keharusan.

Aspek positif lain dari kebijakan TKA adalah pendekatan kolaboratifnya. Untuk tingkat SMA/SMK, soal disusun oleh kementerian. Namun, di tingkat SD dan SMP, pemerintah pusat berbagi tanggung jawab dengan pemerintah daerah.

Ini bukan sekadar teknis pembuatan soal, tetapi upaya meningkatkan kapasitas daerah dalam menyelenggarakan evaluasi pendidikan yang bermutu.

Kolaborasi ini penting karena menumbuhkan rasa kepemilikan bersama. Selama ini, dominasi pusat dalam berbagai kebijakan pendidikan sering menimbulkan jarak dengan daerah.

Dengan dilibatkan sejak awal, pemerintah daerah tidak hanya menjadi pelaksana, tetapi juga bagian dari perancang kebijakan. Pada saat yang sama, pusat mendapatkan masukan berharga dari perspektif lokal sehingga instrumen TKA lebih inklusif dan kontekstual.

Hasilnya, kebijakan tidak lagi terasa sebagai perintah sepihak, melainkan sebagai karya bersama. TKA dengan demikian menjadi instrumen yang memperkuat desentralisasi pendidikan sekaligus menjaga standar nasional.

Data Badan Pusat Statistik (2023) mencatat bahwa angka partisipasi murni (APM) SMA/SMK nasional berada di angka 60,2%. Namun, di beberapa daerah tertinggal, angka ini masih di bawah 50%. Dengan adanya TKA, potensi siswa dari daerah 3T tetap dapat teridentifikasi.

Siswa yang unggul secara akademik memiliki peluang lebih besar untuk bersaing, meski berasal dari sekolah dengan keterbatasan sarana.
Kolaborasi lintas sektor ini menjadikan TKA lebih dari sekadar tes. Ia adalah simbol bahwa mutu pendidikan hanya bisa dicapai bila semua pihak bekerja bersama.

TKA sebagai Katalis Perubahan Budaya Belajar

Selain sebagai instrumen evaluasi, TKA memiliki peran strategis dalam mengubah budaya belajar. Selama ini, sebagian besar siswa terbiasa dengan model ujian berbasis hafalan. Data Kemendikbudristek tahun 2023 menunjukkan 67% siswa SMA/SMK masih mengandalkan hafalan, sementara hanya 33% yang terbiasa dengan soal berbasis penalaran.

Format TKA yang mengedepankan literasi, numerasi, dan penalaran logis mendorong perubahan pola belajar. Siswa tidak hanya mengejar nilai rapor, tetapi juga dituntut memahami konsep dan berpikir kritis. Bagi sekolah, hasil TKA bisa menjadi cermin integritas. Jika nilai ujian sekolah sejalan dengan TKA, maka kualitas evaluasi internalnya sehat. Namun, jika terjadi kesenjangan besar, itu menjadi alarm untuk memperbaiki metode pembelajaran.

Lebih dari sekadar alat seleksi, TKA berpotensi menjadi katalis peningkatan mutu ujian sekolah. Guru tetap berperan utama dalam menentukan kelulusan, karena TKA tidak bersifat wajib. Namun, data TKA memperkuat peran guru dengan memberikan perspektif yang lebih objektif.

Tentu saja, berbagai kekhawatiran publik perlu diperhatikan. Salah satunya adalah potensi TKA dianggap sebagai “Ujian Nasional” gaya baru. Karena itu, komunikasi publik yang jelas sangat penting. Penegasan bahwa TKA tidak menentukan kelulusan harus terus disampaikan.

Kekhawatiran lain adalah ketimpangan akses. Murid dengan fasilitas lengkap lebih siap menghadapi TKA dibandingkan mereka yang terbatas. Untuk itu, pemerintah harus menyiapkan dukungan memadai, seperti bank soal gratis, bimbingan teknis bagi guru, dan pemerataan infrastruktur digital.

Dengan demikian, TKA benar-benar berfungsi sebagai instrumen keadilan, bukan sumber ketimpangan baru.
Selama empat tahun terakhir, sistem pendidikan kita sudah mengenal dua instrumen evaluasi: Asesmen Nasional yang mengukur kinerja sistem, serta penilaian guru untuk capaian individu. TKA hadir untuk melengkapi keduanya, menjembatani skala makro dan mikro.

Penutup

Ketika digunakan secara bijak, TKA dapat menjadi lebih dari sekadar alat seleksi. Ia berfungsi sebagai cermin evaluasi pendidikan nasional, membuka ruang kolaborasi lintas sektor, sekaligus katalis perubahan budaya belajar di sekolah.

Dengan standar nasional yang objektif, TKA mampu mengungkap potensi siswa dari berbagai pelosok negeri. Dengan kolaborasi pusat dan daerah, ia memperkuat rasa kepemilikan bersama terhadap kebijakan pendidikan.

Dengan desain soal yang mendorong penalaran, ia memicu pergeseran paradigma belajar menuju generasi yang kritis dan adaptif.

Jika dilaksanakan dengan komunikasi publik yang jernih, dukungan infrastruktur yang merata, serta keberlanjutan program strategis, TKA dapat menjadi instrumen penting dalam mencetak generasi unggul. ***

Penulis: Thoriq Anshorullah, Pengamat Ekonomi dan Pendidikan Mahasiswa Jabodetabek Raya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here