Sunday, 10 August 2025
HomePolitikMahfud MD Bongkar Perang Dingin Kejagung vs Polri

Mahfud MD Bongkar Perang Dingin Kejagung vs Polri

Bogordaily.net – Ia tidak lagi di lingkar kekuasaan. Tapi Mahfud MD tetap menyimpan peta konflik di balik tembok tinggi lembaga negara. Dan kali ini, ia membuka satu tabir yang selama ini hanya dibicarakan dalam bisik-bisik: perang dingin Kejagung vs Polri.

Mahfud, mantan Menko Polhukam, tak berbicara dengan nada tinggi. Tapi ucapannya seperti peluru pelan: mengena, menusuk, dan tak bisa diabaikan.

Dalam pernyataannya di kanal Forum Keadilan TV, Mahfud menegaskan bahwa keretakan antara Kejaksaan Agung dan Polri bukanlah gosip belaka. Bukan pula ketegangan biasa antar-lembaga. Tapi sesuatu yang sistemik—yang bahkan membuat Kapolri dan Jaksa Agung enggan duduk dalam satu forum kecuali… upacara.

“Kalau ngundang rapat, itu nggak bisa. Harus dipanggil beda waktu. Yang satu datang, yang satu langsung mundur,” ujar Mahfud dengan gaya khasnya—santai, tapi menyengat.

DNA Ketidakharmonisan: Tak Bisa Duduk Bersama
Mahfud tak hanya bercerita, ia menganalisis. Baginya, perang dingin Kejagung vs Polri berakar dari sesuatu yang lebih dalam: perbedaan cara pandang dalam menangani kasus hukum. Satu ingin cepat dan tuntas, yang satu mungkin lebih hati-hati dan prosedural. Atau… justru terlalu banyak pertimbangan?

“Itu sudah DNA dua lembaga itu. Melihat persoalan dengan kacamata berbeda,” kata Mahfud.

Maka jangan heran, kata dia, jika dalam rapat resmi pun sering kali tidak bisa mempertemukan keduanya. Harus diatur dulu: siapa hadir, siapa absen. Tim protokoler bahkan harus memastikan siapa yang datang duluan, agar yang lain tidak batal hadir.

Lobi “Huruf vs Angka”: Sambo dan Sinyal kepada Hakim
Lalu Mahfud masuk ke satu bagian paling sensitif: kasus Ferdy Sambo.

Ia blak-blakan: ada lobi. Ada negosiasi. Bahkan istilah “angka” dan “huruf” pun ikut dimainkan. Sebuah sandi yang menentukan hidup atau matinya seorang terdakwa.

“Ada upaya supaya Sambo tidak dihukum dengan huruf. Tapi dengan angka saja,” ungkap Mahfud.

Apa arti istilah itu?

Huruf: hukuman mati atau seumur hidup. Tak ada remisi. Tak ada pengurangan.

Angka: hukuman di bawah 20 tahun. Bisa remisi. Bisa cepat bebas.

Mahfud tahu semua itu. Dan sebagai Menko Polhukam saat itu, ia tidak tinggal diam. Ia mengirim sinyal kepada hakim, bahwa jangan takut. Jangan gentar. Jangan ikut arus lobi.

Dan hasilnya? Kita tahu. Vonis Sambo: Lebih berat dari tuntutan jaksa.

Di Balik Diamnya Negara, Ada Letupan yang Tertahan
Cerita Mahfud MD ini bukan sekadar nostalgia pejabat lama. Tapi alarm keras bahwa ketidakharmonisan antar-lembaga hukum bisa berdampak langsung pada keadilan.

Ia tidak menyebut siapa melobi siapa. Tapi publik paham, bahwa jika mantan Menko sekelas Mahfud sudah bicara, maka ada sesuatu yang benar-benar serius.

Mungkin beginilah wajah hukum di Indonesia: yang keras di permukaan, tapi rawan retak di dalam.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here