Bogordaily.net – Ustadz Evie Effendi atau EE yang dikenal sebagai pendakwah gaul, dilaporkan ke polisi oleh anak kandungnya sendiri, NAT (19) usai adanya kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kasus Ustadz Evie Effendi ini ternyata sudah ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Bandung sejak awal Juli 2025 dan hingga kini masih terus dalam penyelidikan.
Berdasarkan keterangan kuasa hukum, peristiwa terjadi pada Jumat, 4 Juli 2025 usai salat Jumat di rumah keluarga EE di kawasan Pasir Impun, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung.
Saat itu, NAT mendatangi kediaman ayahnya dengan maksud meminta nafkah bulanan sekaligus biaya pendidikan. Namun, suasana pertemuan yang awalnya diharapkan berlangsung damai berubah menjadi tegang.
NAT yang sejak Januari 2025 memilih tinggal bersama ibu kandungnya, justru mendapat tekanan dari EE dan keluarga. Menurut laporan, istri EE atau ibu tiri NAT berinisial DSA sempat meludahi dan menarik jaket korban ketika ia berusaha meninggalkan rumah.
Konflik semakin memanas ketika EE diduga memukul kepala NAT, meludahinya, dan melontarkan kata-kata kasar. Tidak berhenti di situ, beberapa anggota keluarga lain diduga turut terlibat. Paman korban dilaporkan memecahkan helm yang dikenakan NAT hingga menyebabkan luka di kepala dan tangan. Sementara sang nenek disebut ikut memegang tangan NAT sehingga memudahkan aksi kekerasan.
NAT yang babak belur kemudian berhasil keluar dan segera mendapat pertolongan medis untuk visum. Laporan Polisi Kasus ini kemudian dilaporkan secara resmi pada hari yang sama ke Polrestabes Bandung dengan nomor laporan LP/B/M85/VII/2025/SPKT/Polrestabes Bandung. Dalam aduan tersebut, terlapor diduga melanggar Pasal 44 jo Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT serta Pasal 170 KUHP mengenai pengeroyokan.
Kuasa hukum NAT, Zaideni Herdiyasin, menegaskan laporan dibuat bukan hanya untuk mencari keadilan, tetapi juga sebagai upaya melindungi hak-hak anak.
“Kami menilai tindakan ini bukan sekadar masalah keluarga, melainkan dugaan tindak pidana serius yang menimbulkan luka fisik maupun psikis bagi korban,” ujarnya.
Polrestabes Bandung melalui Unit PPA telah menindaklanjuti laporan dengan memanggil NAT dan beberapa saksi pada pertengahan Juli 2025. Sementara itu, pihak terlapor, termasuk EE dan sejumlah anggota keluarganya, juga sudah menjalani pemeriksaan sekitar sepekan setelahnya.
Proses penyelidikan kini berlanjut dengan penerbitan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) kepada pelapor.
Kasatreskrim Polrestabes Bandung, AKBP Abdul Rahman, membenarkan bahwa kasus ini tengah ditangani secara serius. “Laporan sudah diterima dan saat ini proses penyidikan sedang berjalan sesuai prosedur,” katanya.
Bukti berupa hasil visum dan foto kondisi NAT usai peristiwa disebut menjadi indikator awal adanya kekerasan yang tidak bisa dianggap sepele. KPAI pun menegaskan akan mendampingi korban dari sisi psikologis maupun hukum.
NAT yang masih berusia 19 tahun kini disebut mengalami trauma mendalam, baik secara fisik maupun emosional. Ia memilih untuk tinggal bersama sang ibu dan terus menjalani proses hukum dengan dukungan keluarga serta kuasa hukum. Hingga kini, pihak NAT menolak opsi damai karena merasa belum ada itikad baik dari terlapor. ***