Bogordaily.net – Lembaga Studi (LS) Visi Nusantara Maju (Vinus) kembali melaksanakan diskusi publik “Gerakan untuk Indonesia Adil & Demokratis (GIAD),”.
Dalam diskusi tersebut membahas topik Agustus Kelabu & Wacana Reformasi Jilid II Krisis Demokrasi atau Harapan Baru, yang berlangsung di kantor Visi Nusantara Cibinong Bogor.
Dihadiri, narasumber diantaranya Yusfitriadi (Ketua Visi Nusantara), Ray Rangkuti (Direktur Lima Indonesia), Badiul Hadi (Peneliti Senior Seknas Fitra), dan Jeirry Sumampow (Koordinator Tepi Indonesia).
Founder LS Vinus sekaligus Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Yusfitriadi mengatakan bahwa, tema yang diangkat yakni terkait wacana reformasi jilid 2.
Tema tersebut kata Yus, menjadi pertanyaan apakah ada harapan baru atau justru mempertanyakan terkait kelangsungan demokrasi di negara Indonesia.
Menurut dia, ada tiga hal yang hari ini mendorong titik kombinasi atau ada situasi antiklimaks dari kepercayaan publik kepada pejabat.
Pertama, adalah penuntasan kasus hukum, kasus hukum ini seakan akan banyak sekali yang tidak berujung dan banyak sekali kasus hukum yang memang tidak direspon oleh berbagai aparatur kelembagaan hukum.
“Ditengah juga kemudian kita melihat bagaimana kita dipertontonkan dengan berbagai macam kasus korupsi baik di pusat maupun di daerah,” kata Yusfitriadi, Jum’at 5 September 2025.
Kata dia, hal itu tentu saja memunculkan berbagai macam dorongan kemarahan publik, akan memunculkan berbagai macam dorongan ketidakpercayaan publik.
Bahkan, yang akan mengarah kepada krisis legitimasi terhadap institusi negara baik itu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
“Ini kan sangat amat komprehensif, seperti yang saya katakan, bahwa trigger itu yang kemarin terjadi hanya trigger saja, hanya pintu masuk dari berbagai macam gerakan konsolidasi masyarakat sipil,”jelasnya.
Ia menjelaskan, sudah banyak bertumpuk berbagai macam fenomena yang membuat publik marah tidak percaya pemerintah, hingga antiklimaks dalam mempercayai lembaga negara.
“Sekarang kita sudah mungkin merasakan bagaimana kita amanah sekarang wakil rakyat kita, ada yang ngomong jijik, ada yang ngomong maruk, dan macam2 persepsinya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, ada sebuah indikator bahwa legitimasi pembangunan legislatif itu dipertanyakan sendiri oleh rakyat Indonesia.
Kemudian, banyak kebijakan kebijakan dari lembaga eksekutif yang belum efektif dan justru membebani masyarakat.
“Ketika kita berbicara eksekutif, hari ini misalnya dari awal gagasan Presiden, misalnya efisiensi, hari ini apanya efisiensi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Yus menilai krisis kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintahan sendiri yang memicu adanya berbagai aksi di berbagai daerah, dan perlu adanya kesadaran dari Pemerintah.
“Artinya bagaimana kita percaya terhadap lembaga2 yang sedemikian antar lembaga negara itu saling berhadapan, terus rakyat mau percaya lembaga yang mana kalau begitu kondisinya,” ucap Yus.
Oleh karena itu, kata Yus, perlu adanya kebijakan dari Presiden yang pro terhadap rakyat, dan dapat memberikan kembali kepercayaan rakyat terhadap Pemerintah.
Sehingga wacana adanya fenomena reformasi jilid 2 berubah menjadi fenomena harapan baru bagi masyarakat.
“Presidennya begitu sangat mungkin juga terjadi kedepan berbagai macam fenomena2 kalau kita lihat berhadapan antara lembaga negara,” ungkapnya.(Albin)