Friday, 24 October 2025
HomeOpiniFreddy Budiman dan Ammar Zoni: Dua Wajah Korban dari Konspirasi Perang Terhadap...

Freddy Budiman dan Ammar Zoni: Dua Wajah Korban dari Konspirasi Perang Terhadap Narkotika

Oleh: Bambang Yulistyo Tedjo, Pendiri Yayasan AKSI Keadilan Indonesia serta Inisiator Forum Akar Rumput Indonesia (FARI)

Perang terhadap narkotika di negeri ini sudah lama kehilangan arah. Ia bukan lagi soal menyelamatkan manusia dari jeratan zat, melainkan menjaga kepentingan dari jaringan kekuasaan yang tersembunyi di balik jargon moral dan hukum. Dua nama — Freddy Budiman dan Ammar Zoni — menjadi contoh nyata bagaimana sistem ini lebih gemar menghancurkan korban ketimbang mengurai akar masalahnya.

Freddy Budiman, yang dieksekusi pada 29 Juli 2016, bukan sekadar “pengedar.” Ia adalah saksi kunci dari keterlibatan oknum berseragam dalam bisnis narkotika berskala besar. Dalam kesaksiannya kepada Haris Azhar, saat itu Koordinator KontraS, Freddy mengungkap adanya kolusi antara aparat, militer, dan lembaga hukum dalam melanggengkan peredaran narkoba di Indonesia. Namun bukannya ditindaklanjuti, pengakuan itu justru berujung pada pembungkaman. Freddy dihukum mati, sementara mereka yang disebutnya tetap aman di balik pangkat dan seragam. Eksekusi itu lebih menyerupai penyegelan rahasia negara daripada penegakan keadilan.

Kasus Ammar Zoni memperlihatkan wajah lain dari tragedi yang sama. Seorang pesohor muda yang juga seorang pecandu, beberapa kali berurusan dengan hukum hanya karena kepemilikan untuk pemakaian pribadi. Padahal, hukum seharusnya membedakan antara pengedar dan pengguna, antara kriminal dan pasien. Indikasi adanya penjebakan serta pemerasan oleh aparat justru menguat. Sebelum persoalannya di Rutan Salemba terungkap, Ammar dipindahkan secara tiba-tiba ke Nusakambangan — langkah yang terkesan bukan administratif, melainkan strategis: memutus rantai informasi, mengaburkan fakta.

Dua kisah ini memperlihatkan pola yang sama: ketika seseorang menyentuh sisi gelap dari sistem, ia segera dijadikan kambing hitam. Freddy dibungkam dengan peluru, Ammar dikunci dalam stigma. Keduanya adalah korban dari perang yang sejatinya lebih melindungi para pengatur jaringan daripada menyelamatkan manusia yang terjebak di dalamnya.

Sudah saatnya kita bertanya: untuk siapa sebenarnya perang ini dijalankan? Jika korban terus bertambah, tapi akar persoalan tak pernah disentuh, maka jelas — yang diperangi bukan narkotika, melainkan manusia yang terjebak di dalam lingkarannya.

Perang terhadap narkotika harus diakhiri. Yang dibutuhkan bukan peluru, melainkan pemulihan. Bukan stigma, melainkan keadilan. Dan selama konspirasi ini dibiarkan, setiap Freddy dan setiap Ammar berikutnya hanya tinggal menunggu giliran.***

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here