Wednesday, 22 October 2025
HomeBeritaStop Bullying! Pola Asuh dan Kematangan Emosional Jadi Kunci Perlindungan Mental

Stop Bullying! Pola Asuh dan Kematangan Emosional Jadi Kunci Perlindungan Mental

Bogordaily.net – Fenomena perundungan (bullying) masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan mental masyarakat, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Bullying tidak hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi juga verbal, seksual, bahkan cyberbullying yang kini marak melalui komentar kebencian (hate comment) di media sosial.

Sikap perundungan tidak dapat dianggap sepele. Apapun yang dirasakan korban sebagai penindasan, terlepas dari alasan “candaan” atau “iseng” dari pelaku, tetap dikategorikan sebagai bullying. Kasus ini marak ditemukan di berbagai lingkungan, mulai dari sekolah, masyarakat, hingga platform digital.

Dampak perundungan dalam jangka pendek, korban dapat mengalami gejala psikosomatis seperti pusing berkepanjangan, migrain, gangguan makan, hingga insomnia.

Dalam jangka panjang, korban berisiko mengalami stres dan depresi berat yang tidak bisa berfikir dengan positif, hilangnya harga diri, hingga kasus tragis bunuh diri, seperti yang diduga dialami oleh Timothy Anugerah akibat perundungan teman-teman kampusnya.

Siti Mayasari Kholkiyah, Koordinator Konseling Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami, menegaskan pentingnya kemampuan asertif bagi calon korban perundungan.

“Kami berharap calon korban yang merasa lemah memiliki sifat asertif, yaitu kemampuan berkomunikasi dengan jujur dan tegas tanpa menyakiti orang lain. Dengan begitu, korban bisa berkata ‘tidak’ dan membela diri dengan tenang dan positif, tanpa emosi,” ujarnya.

Menurutnya, reaksi emosional justru memberi kepuasan pada pelaku dan membuat mereka mengulangi tindakannya. Dengan sikap asertif, korban dapat memutus rantai penindasan sekaligus melindungi kesehatannya secara mental.

“Di era sekarang ini, setiap individu harus mengenali kemampuan mental dirinya dalam bersosialisasi dan menjauh dari toxic people demi menjaga kesehatan mental pribadi,” tambahnya.

Pola Asuh dan Fase Usia Rentan

Pola asuh dan tingkat kematangan emosional berperan besar dalam membentuk karakter anak dan mencegah perilaku perundungan. Berikut fase penting yang perlu diperhatikan orang tua:

1. Usia 0-5 Tahun (Toddler/Prasekolah)

Fase ini seringkali diwarnai pola asuh “tuan putri” atau memanjakan dengan banyak bermain bersama.

2. Usia SD-SMP

Fase awal anak terjun secara mandiri. Anak mulai membentuk konsep diri dan mudah terpengaruh pergaulan di luar rumah oleh karena itu pada fase ini anak diperlakukan dengan peraturan dan kemandirian.

3. Usia SMA (16-18 tahun)

Usia remaja awal peran orangtua dijadikan sebagai teman dan mentor bagi anaknya karena di fase ini anak memiliki rasa ingin tahu dan solidaritas yang tinggi dan jika kurangnya edukasi emosional dan pengontrolan di fase ini rentan membuat mereka terjerumus ke pergaulan negatif,

4. Usia Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan mencapai kedewasaan sempurna baik dari segi intelektual dan emosional. Namun, kasus perundungan juga tidak menutup kemungkinan terjadi, tanpa kontrol diri dan edukasi psikologis yang kuat, mereka rentan menjadi pelaku (bully) yang seringkali berkelompok dan menargetkan yang lemah.

Menariknya, pelaku bullying seringkali adalah mantan korban yang menyimpan dendam. Mereka membalas dendam kepada pihak yang lebih lemah demi kepuasan dan menunjukkan kekuatan diri, yang jika dilakukan berulang dapat menunjukkan adanya gangguan kejiwaan.

Keseimbangan Emosional dan Spiritual

Pencegahan harus dilakukan secara holistik dengan menyeimbangkan perkembangan intelektual, emosional, dan spiritual.

1. Edukasi Psikologis

Pihak kampus maupun sekolah harus mengadakan edukasi, bimbingan, dan pelatihan psikologi di kalangan pelajar. Keseimbangan spiritual yang mengajarkan simpati, empati terhadap kemanusiaan dan rasa syukur juga sangat penting.

2. Peran Pemimpin

Kampus dan sekolah perlu memberikan pelatihan psikologi khusus bagi para pemimpin (seperti BEM dan OSIS) agar mereka menggunakan kekuasaan mereka untuk memberikan dampak positif.

3. Ospek/MOS yang Manusiawi

Pihak kampus dan sekolah didorong selektif dalam memilih panitia Ospek/MOS yang edukatif dan ramah, untuk menghapus kekerasan sejak masa orientasi.

(Salma Nur Zahro)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here