Bogordaily.net – Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terus mendorong percepatan upaya perubahan iklim dengan memobilisasi pendanaan iklim dari berbagai sumber.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Indonesia Hanif Faisol menegaskan Kegiatan COP30 di Brasil tidak hanya soal penjualan karbon tapi yang lebih penting adalah konsen dengan krisis iklim.
“Untuk itu Indonesia mengupayakan dengan memobilisasi pendanaan iklim dari berbagai sumber, baik melalui kemitraan bilateral dan multilateral. Carbon trade hanya salah satu sumber yang difasilitasi Pemerintah,” ungkap Hanif Faisol dalam pertemuan bilateral dengan Pemerintah Swedia Selasa, (11/11/2025)
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan Indonesia sangat fokus dengan krisis iklim yang penanganannya butuh perhatian dan pendanaan iklim yang memadai.
“Ini tidak boleh dipandang hanya dari carbon tradenya saja tapi soal penanganan krisis iklim yang sedang dihadapi dunia saat ini,” tegasnya.
Indonesia telah melakukan Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan berbagai skema karbon compliance dan skema karbon sukarela. Pemanfaatan Carbon Pricing atau Nilai Ekonomi Karbon menjadi salah satu strategi pendanaan iklim dan menjadi insentif bagi para pelaku aksi mitigasi yang terverifikasi sesuai panduan implementasi Paris Agreement. Dan insentif yang diperoleh dari NEK ini diharapkan dapat menggulirkan aksi mitigasi lebih lanjut dengan tidak membebani anggaran negara/pemerintah.
“Dan melalui forum iklim dunia seperti COP30, Indonesia berupaya memperkuat kepercayaan pasar global dengan membuka skema seller meet buyer agar pelaku pasar dapat saling terhubung secara langsung,” ujar Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol
Dari total potensi yang ada, lanjut Hanif, sektor Forestry and Other Land Use (FOLU) menjadi penyumbang terbesar dengan 68 persen atau sekitar 64 juta ton. Sementara sektor energi menyumbang 21 persen, dan sektor lainnya sekitar 11 persen.
Hanif menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara yang patuh terhadap Paris Agreement dengan sertifikat karbon yang compliant. Pemerintah kini menggabungkan dua pendekatan pasar, yaitu pasar karbon wajib (compliance market) dan pasar karbon sukarela (voluntary market), untuk mempercepat pengembangan nilai ekonomi karbon nasional.
“Nilai ekonomi karbon tidak hanya soal keuntungan finansial, tetapi juga upaya penanganan krisis iklim dengan melakukan konservasi sumber daya alam, pembangunan keanekaragaman hayati, serta peningkatan ekonomi lokal,” katanya.
Sementara itu, Diana Janse, State Secretary to Minister for International Development Cooperation and Foreign Trade, menyampaikan dukungannya terhadap Indonesia dalam penanganan krisis iklim dan mengapresiasi atas kerja sama yang terjalin dengan Indonesia di bidang lingkungan hidup.
“Kami mengadakan pertemuan dengan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia dan membahas hubungan yang sangat baik antara kedua negara, terutama dalam studi mengenai isu-isu hijau dan bagaimana hal tersebut didukung oleh jaringan kami,” ujar Diana.
Indonesia dan Swedia sepakat untuk menguatkan kerjasama dibidang aksi iklim dan akan segera ditindaklanjuti dengan perjanjian kerjasama dan rencana kolaborasi.
“Kami mengundang Indonesia untuk turut memberikan sambutan pada pembukaan Paviliun Swedia di COP30 Belem sebagai Apresiasi terhadap kemajuan kebijakan aksi iklim Indonesia,” pungkasnya.***
