Bogordaily.net – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan perubahan sosial yang begitu cepat, peringatan Hari Guru Nasional setiap tahun bukan sekadar momentum seremoni. Lebih dari itu, Hari Guru menjadi ruang refleksi bagi kita untuk melihat kembali bagaimana peran guru terus berkembang, terutama dalam konteks komunikasi pendidikan yang kini mengalami transformasi besar. Guru tidak lagi sekadar pengajar, tetapi juga komunikator, mediator, dan pengelola interaksi belajar yang semakin kompleks.
Dalam perspektif ilmu komunikasi, guru memegang posisi sentral sebagai penyampai pesan (communicator) yang menentukan keberhasilan proses pendidikan. Kualitas komunikasi seorang guru kini menjadi sama pentingnya dengan kompetensi akademik yang dimilikinya. Terlebih di era digital, kemampuan guru dalam menyampaikan pesan pendidikan secara jelas, efektif, dan humanis menjadi penentu keterhubungan emosional antara guru dan peserta didik.
Guru sebagai Komunikator dalam Ruang Belajar yang Berubah
Perubahan paling besar dalam pendidikan terjadi pada ruang dan media komunikasi. Dulu, ruang kelas menjadi satu-satunya pusat pembelajaran. Kini, pembelajaran dapat berlangsung melalui WhatsApp Group, Google Classroom, Zoom, hingga platform daring berbasis video dan media sosial. Perubahan ini menuntut guru untuk memiliki kecakapan komunikasi digital bagaimana menyusun pesan yang efektif, memilih media yang tepat, serta membangun interaksi yang tetap bermakna meski tanpa tatap muka langsung.
Di banyak daerah, guru menjadi figur yang sangat menentukan bagaimana teknologi dipahami dan digunakan oleh siswa maupun orang tua. Ketika seorang guru mampu mengadaptasi media komunikasi digital dengan baik, proses pembelajaran pun menjadi lebih dinamis dan inklusif. Sebaliknya, ketika komunikasi tidak berjalan, pembelajaran justru kehilangan arah dan tujuan.
Komunikasi Humanis: Jembatan Emosional antara Guru dan Siswa
Meskipun teknologi terus berkembang, kebutuhan dasar manusia untuk dipahami, didengarkan, dan dihargai tidak pernah berubah. Dalam hal ini, komunikasi humanis menjadi kunci yang menjadikan guru bukan hanya pengajar, tetapi pembimbing emosional. Guru yang mampu menghadirkan empati dalam komunikasi dapat menciptakan iklim belajar yang aman dan nyaman bagi siswa.
Di tengah tekanan akademik, masalah mental health, hingga gangguan fokus akibat smartphone, kehadiran guru yang mampu berkomunikasi secara empatik sangat dibutuhkan. Sentuhan humanis dalam komunikasi guru cara memberi umpan balik, memilih kata-kata yang mendorong siswa, atau memberikan teguran yang membangun menjadi fondasi penting dalam pembentukan karakter.
Meningkatkan Literasi Digital melalui Komunikasi Pendidikan
Hari ini, guru bukan hanya dituntut menguasai materi pelajaran, tetapi juga menjadi duta literasi digital di sekolah. Masyarakat terutama siswa menghadapi risiko misinformasi, konten hoaks, cyberbullying, hingga kecanduan gawai. Maka dari itu, guru memiliki peran strategis dalam mengkomunikasikan nilai-nilai literasi digital, mulai dari etika dalam berkomunikasi online, cara verifikasi informasi, hingga penggunaan teknologi untuk hal yang lebih produktif.
Komunikasi pendidikan di era digital bukan semata-mata menyampaikan materi, melainkan juga mengajarkan cara berinteraksi yang sehat dan bertanggung jawab di dunia maya. Ketika guru mampu mengintegrasikan teknologi dan literasi digital dalam pembelajaran, siswa tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga lebih bijak menggunakan teknologi.
Tantangan Komunikasi Pendidikan di Era Digital
Di balik berbagai peluang, guru juga dihadapkan pada tantangan komunikasi yang tidak sederhana. Tidak semua siswa memiliki akses internet yang stabil, tidak semua orang tua memahami teknologi, dan tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai. Perbedaan kemampuan digital ini menciptakan hambatan komunikasi antara guru, siswa, dan orang tua.
Selain itu, beban administratif yang tinggi serta tuntutan prestasi membuat guru sering kali kekurangan waktu untuk membangun komunikasi yang mendalam dengan siswa. Tidak jarang guru lebih fokus pada target pembelajaran daripada membangun hubungan interpersonal yang sebenarnya menjadi inti komunikasi pendidikan.
Di sinilah kebijakan pendidikan harus memberi ruang lebih besar kepada guru untuk menjalankan fungsi komunikatifnya, bukan sekadar administratif.
Menguatkan Komunikasi Publik untuk Pendidikan yang Lebih Berdaya
Selamat Hari Guru seharusnya tidak hanya menjadi penghormatan simbolik, tetapi juga momentum perbaikan komunikasi publik tentang peran guru. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu membangun narasi yang lebih kuat mengenai pentingnya komunikasi pendidikan. Transparansi kebijakan, penyediaan pelatihan komunikasi digital bagi guru, hingga penyediaan dukungan emosional bagi tenaga pendidik adalah langkah-langkah penting untuk memastikan guru terus berkembang menghadapi tantangan zaman.
Penutup
Tanggal 25 November merupakan Hari Guru Nasional, kita menyadari bahwa guru bukan sekadar penyampai ilmu, tetapi juga penjaga komunikasi yang membentuk cara belajar, cara berpikir, dan cara berperilaku generasi masa depan. Di tengah perubahan digital yang begitu cepat, peran guru sebagai komunikator pendidikan menjadi semakin vital.
Penguatan komunikasi pendidikan bukan hanya kebutuhan guru, tetapi kebutuhan seluruh ekosistem pendidikan. Ketika komunikasi antara guru, siswa, dan orang tua terjalin dengan baik-baik secara langsung maupun digital di sanalah pendidikan bergerak menuju masa depan yang lebih inklusif, humanis, dan berkeadilan.
Selamat Hari Guru. Terima kasih kepada semua guru yang terus menjaga nyala ilmu dan merawat komunikasi kehidupan.
Oleh: Silvi Aris Arlinda, S.I.Kom., M.I.Kom
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Slamet Riyadi
