Bogordaily.net – Mahkamah Agung akhirnya menutup jalan hukum bagi Arief Pramuhanto dan Cecep Setiana Yusuf, mantan Direktur Utama PT Indofarma Tbk dan manager keuangan IGM, terkait korupsi pengelolaan dana perusahaan senilai Rp377 miliar. Kasasi mereka ditolak. Melalui Putusan bernomor 11925K/PID.SUS/2025, yang diketuk pada Rabu, 3 Desember 2025, dan diumumkan melalui laman resmi MA pada Senin (8/12/2025).
Ridwan Kamil, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya (FSP BUMN IRA), mengungkapkan bahwa putusan itu mungkin berarti dalam hal penegakan hukum, tapi sia-sia bagi para pekerja.
“Yang merusak perusahan dua orang direktur dan dua orang manager, tapi yang menjadi korban lebih dari 1.100 orang pekerja,” ujar Ridwan Kamil, di Jakarta, 11 Desember 2025.
Hancurnya Indofarma menurut Kamil, bukan hanya soal pembukuan yang jebol atau skandal direksi yang busuk. Tapi di balik gedung yang meredup itu, ada potret buram: ratusan pekerja dan pensiunan IGM yang menunggu hak yang tak kunjung dibayar.
Kamil menjelaskan, sekitar 700 pekerja Indofarma telah menerima pesangonnya pada September 2025. Tapi masih ada 400 orang lagi—pekerja dan pensiunan Indofarma Global Medika (IGM)—yang hingga kini hidup dalam ketidakpastian. Hak mereka menggantung masih belum ada kejelasan.
“Ini harus menjadi perhatian, karena yang merusak perusahaan adalah Direksi, dan yang menetapkan Direksi adalah pemegang saham. Maka, pemegang saham wajib bertanggung jawab atas nasib pekerja IGM yang menjadi korban,” tegasnya.
Telunjuk serikat pekerja kini diarahkan langsung ke pemegang saham Indofarma, yakni BPI Danantara. Mereka diminta tidak sekadar mengambil jarak dari keruntuhan perusahaan, tetapi menanggung konsekuensi moral dan hukum terhadap direksi yang mereka beri mandat.
“Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya akan terus mengawal. Sampai hak-hak mereka diselesaikan. Sampai yang 400 orang itu tidak lagi dibiarkan menggantung,” ujar Kamil.
Dalam pernyataan tertulisnya Kamil mengingatkan: “Dibalik angka dan putusan pengadilan, ada fakta yang menampar: kerusakan yang dilakukan elit, ditanggung oleh pekerja kecil. Dan hingga kini, keadilan itu belum sepenuhnya dibayar”.***
