Bogordaily.net – Polisi Myanmar melepaskan tembakan untuk membubarkan kerumunan pendemo yang memprotes kudeta militer.
Aksi tegas polisi Myanmar tersebut terjadi ketika para menteri luar negeri negara-negara tetangga bersiap untuk mengadakan pembicaraan dalam upaya untuk menemukan jalan keluar yang damai dari krisis pada Selasa, 2 Maret 2021.
Dilansir dari reuters pembicaraan tersebut akan diadakan memalui video call dan dilakukan dua hari ke depan.
Setelah hari paling berdarah kerusuhan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021, menimbulkan kemarahan dan protes jalanan massal di seluruh negeri.
Ratusan pengunjuk rasa, banyak yang mengenakan topi pelindung dan memegang perisai darurat, berkumpul di belakang barikade di berbagai bagian kota utama Yangon untuk meneriakkan slogan-slogan menentang kekuasaan militer.
“Jika kita tertindas, pasti akan terjadi ledakan. Jika kami kena, kami akan balas menyerang, “teriak para demonstran sebelum polisi menembakkan granat kejut untuk membubarkan kerumunan di empat bagian kota yang berbeda.
Tidak ada laporan korban luka di Yangon tetapi empat orang cedera di kota barat laut Kale, tempat polisi menembakkan peluru tajam untuk membubarkan kerumunan.
Pada saat pengunjuk rasa melemparkan barang-barang ke arah polisi yang maju, kata seorang saksi mata.
“Mereka bertingkah seperti berada di zona perang,” kata seorang guru pada protes tersebut tentang polisi. “Saya merasa sangat marah dan sedih pada saat bersamaan.”
Seorang guru, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan selain empat orang yang terluka oleh peluru tajam, beberapa orang terluka oleh peluru karet.
Rumah sakit dan polisi di daerah itu tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Juru bicara militer pun tidak menjawab panggilan telepon.
Setidaknya ada 21 pengunjuk rasa telah tewas sejak kerusuhan dimulai. Tentara mengatakan satu polisi tewas.
Pemimpin Junta Jenderal Min Aung Hlaing, dalam sambutannya yang dibacakan di televisi pemerintah oleh seorang penyiar, mengatakan para pemimpin protes dan “penghasut” akan dihukum dan mengancam akan melakukan tindakan terhadap pegawai negeri yang menolak bekerja.
Min Aung Hlaing telah berjanji untuk mengadakan pemilihan baru dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang tetapi tidak memberikan kerangka waktu. ***