Bogordaily.net – Militer Myanmar dituduh menggunakan senjata perang dan kekuatan mematikan dalam tindakan kerasnya terhadap para demonstran antikudeta,
Hal itu diungkapkan kelompok hak asasi, Amnesty International pada hari Kamis, 11 Maret 2021.
Amnesty mengatakan telah memverifikasi lebih dari 50 video tindakan keras militer Myanmar.
Menyusul catatan PBB mengenai sedikitnya 60 demonstran yang tewas mengenaskn.
Dikatakan banyak pembunuhan yang didokumentasikan bersama dengan eksekusi di luar hukum.
Menurut Amnesty tentara menggunakan senjata yang lebih cocok dipakai di medan perang dibanding untuk membunuh para demonstran.
Militer Myanmar dituduh berada di tangan unit-unit yang telah bertahun-tahun melakukan kekejaman terhadap kelompok etnis minoritas, termasuk Muslim Rohingya.
Amnesty mengatakan senjata yang digunakan termasuk senapan sniper dan senapan mesin ringan, serta senapan serbu dan senapan sub-mesin.
“Ini bukanlah tindakan kewalahan, petugas individu membuat keputusan yang buruk,” ucap Direktur Respon Krisis di Amnesty International, Joanne Mariner.
Ia pun mengatakan bahwa para komandan tidak merasa menyesal telah melakukan kejahatan terhadap masyarakat.
“Ini adalah komandan yang tidak menyesal yang telah terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, mengerahkan pasukan dan metode pembunuhan di tempat terbuka.” ucap Joanne.
Junta mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari, menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Hal ini emicu protes harian di seluruh Myanmar yang terkadang menarik ratusan ribu orang turun ke jalan.
Amnesty menyerukan penghentian pembunuhan dan pembebasan tahanan. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan hampir 2.000 orang telah ditahan sejak kudeta.
Dalam membenarkan pengambilalihannya, tentara mengutip dugaan kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi. Tuduhannya telah dibantah oleh komisi pemilihan.